Tujuh hari kemudian. Setelah semua usaha dan omelan Mama tentang seorang bayi yang lucu, aku terus berharap agar Tuhan segera memberikan ku keturunan yang baik. Hangat, ucap ku di dalam hati sambil tersenyum sendiri. Sayangnya mataku masih belum ingin merekam gambaran dunia. Mungkin semua ini juga karena sikap Mama yang mulai tidak lagi menggerutu dan menyindir ku, sehingga aku merasa nyaman untuk tetap berbaring di atas tempat tidur ini. Sambil menyampingkan tubuh, aku menarik guling yang sudah terdampar cukup jauh di ujung tempat tidur. Aku memeluknya seperti memeluk Anjar. Tak lama, aku merasakan sesuatu menggelitik atau mungkin menari-nari kecil di atas pipi kanan ku dengan gerakan yang kecil, namun lincah. Aku terpaksa membuka mata karena penasaran dengan apa yang baru saja menyent