Di sebuah rumah sederhana dikota S.
"Kapan aku bisa membawa Key ke rumah ini?" Rachel bicara sendiri saat membersihkan rumah yang berdebu.
"Huh, rasanya baru kemarin aku pulang dan membersihkan rumah ini. Tapi lihat lah sekarang, seperti rumah yang tidak pernah di bersihkan bertahun-tahun." Dia terus menggerutu sendiri.
"Syukur lah hari ini semuanya berjalan lancar, jadi aku bisa cepat kembali dan membersihkan rumah tua ini."
Begitu lah Rachel. Ia akan berbicara sendirian sepanjang waktu sambil terus membersihkan setiap sudut rumah lamanya itu.
Meski sudah pernah beberapa kali ingin dibeli orang, tapi dia enggan menjualnya.
Rumah ini adalah peninggalan orang tuanya. Hanya ini harta satu-satunya yang mereka tinggalkan untuk Rachel.
Dan Rachel sangat ingin memberikan rumah ini pada Key saat ia dewasa nanti.
Rachel melihat jam, sudah jam lima sore. Perutnya terasa lapar, karena sibuk beres-beres ia sampai lupa makan siang.
Rachel berniat pergi ke warung tempat dia biasa makan yang tak jauh dari rumahnya ini. Tapi sebelum pergi dia ingin mandi terlebih dahulu agar bersih dan badannya kembali segar. Kemudian Rachel menuju kamar mandi.
Lima belas menit Rachel telah selesai mandi.
Saat ia keluar dari kamar mandi, ia melihat seorang pria dengan kemeja putih sedang tertidur di kasurnya. Tentu saja hal itu membuat Rachel menjerit ketakutan.
"Aaaaaaaaa..." Jeritnya.
Tiba-tiba pria itu pun terlonjak kaget mendengar teriakan Rachel.
"Nathan? Kenapa kau sampai ada di sini? Dan darimana kau tau alamat rumah ini?" Rachel melontarkan beberapa pertanyaan sekaligus saat ia melihat pria di depannya ini adalah Nathan.
"Huh, ternyata teriakanmu nyaring juga, sampai membuat telingaku berdengung. Aku menunggumu mandi sampai aku ketiduran di sini." Jawabnya kembali berbaring diatas ranjang.
"Eeeee jangan! Jangan berbaring disitu. Aku sudah lelah membersihkannya." Teriak Rachel sambil melambai-lambaikan tangannya pada Nathan.
Hal ini lantas membuat Nathan kembali terkejut dan meloncat turun dari ranjang.
"Kenapa kau selalu suka membuatku terkejut ?" Tanya Nathan dengan wajah kesal.
"Aku sudah lelah membersihkan rumah ini, kau seenaknya saja membuatnya berantakan." Jawab Rachel.
"Okee.. okee! Lalu berapa lama kau berencana berdiri disana memakai handuk? Apakah kau menungguku untuk memakaikanmu baju?" Tanya Nathan sambil tersenyum penuh arti.
"Aaaaaaaaa..." Jeritnya lagi saat sadar bahwa dirinya saat ini hanya menggunakan sehelai handuk pendek yang menutupi bagian d**a sampai pahanya saja.
"Oh astaga. Lama-lama berada di dekatmu seperti ini aku bisa mati karena jantungan." Ucap Nathan tak percaya mendengar jeritan Rachel lagi.
"Makanya, kau pergi keluar sana. Aku akan berpakaian. Nanti kita lanjutkan pembicaraan ini." Jawab Rachel tanpa rasa bersalah.
"Apakah kau tidak ingin aku temani saat memakai pakaian?" Nathan menggodanya lagi.
" Tidak perlu. Dasar otak mesum."
"Otakku selalu menjadi m***m saat berada di dekatmu." Sahutnya lagi sambil tertawa dan keluar dari kamar Rachel.
Sebelum membuka pintu kamar ia mendaratkan sebuah kecupan di pipi Rachel. Membuat Rachel kaget dan langsung memegangi pipinya tak percaya.
Namun setelah Nathan keluar, Rachel senyum-senyum sendiri mengingat kejadian barusan.
Setelah selesai berpakaian, Rachel keluar menemui Nathan di teras. Terlihat pria berbadan kekar itu tengah melamun panjang. Entah apa yang sedang ia pikirkan.
Tiba-tiba Rachel memiliki ide. Ia bermaksud ingin mengejutkan Nathan yang sedang melamun itu. Rachel berjalan dengan sangat pelan, langkahnya nyaris tak mengeluarkan suara.
Saat ia bersiap akan memukul lambat punggung Nathan, saat itu pula Nathan berbalik dan menariknya ke dalam pelukannya. Rachel kaget dengan reaksi spontan Nathan. Seakan tak terima, ia langsung mengajukan protes pada Nathan.
"Bagaimana kau tau aku dibelakangmu?" Katanya sambil menarik diri untuk menjauh.
"Karna aku mencium aroma tubuhmu!"
"Ah, mana mungkin! pasti kau hanya kebetulan ingin berbalik saat aku akan mengagetkanmu, betul kan ?"
"Tidak. Saat aku mencium wangi tubuhmu semakin kuat, aku yakin kau berada sangat dekat denganku. Karena itu aku berbalik. Dan ternyata benar, kau ada di belakangku."
"Huh, benar kah ? Semudah itu kah mengetahui kedatanganku?" Serunya sambil memperlihatkan wajah cemberut.
"Aku bahkan bisa gila jika terlalu dekat denganmu, menghirup aroma ini seakan membuatku candu." Nathan mengambil untaian rambut Rachel yang jatuh di sudut pipinya, menghirup aromanya lalu menyelipkan kembali ke belakang daun telinga Rachel.
Tentu saja hal itu membuat Rachel jadi salah tingkah. Ia segera mundur beberapa langkah.
"Sudah lah, jangan terus menggodaku. Aku tidak mudah untuk kau goda!" Ucapnya sambil duduk di sebuah kursi di teras itu. Nathan mengikuti dan duduk di kursi satunya lagi.
"Apakah aku terlihat seperti lelaki penggoda ?"
" Ya, tentu saja. Kau memang selalu pandai membuat wanita tergila-gila padamu."
" Hei, aku bahkan tidak melakukan apa-apa pada mereka. Mereka yang berinisiatif mengejar-ngejarku."
" Tetap saja. Itu mungkin karena kau terlalu tampan." Ucap Rachel sambil tertawa.
"Benar kah? Kau mengakui aku tampan? Itu tandanya kau tergila-gila padaku. Bukankah begitu?"
"Kau menjadi sangat narsis semenjak hilang ingatan, padahal dulu kau sangat berwibawa."
"Baik lah. Aku akan bersikap seperti apa maumu."
"Tapi ngomong-ngomong, bagaimana kau aku di sini? Di rumah ini?" Tanya Rachel heran. Sebenarnya ini adalah pertanyaan yang paling ingin ia tanyakan sejak melihat Nathan di kamarnya tadi.
"Aku menyuruh Roy mencari tau tentang alamatmu di kota ini. Saat aku mendapatkan informasinya, aku bergegas datang ke sini."
"Apa kau tau rumah ini karena alamat yang diberikan kaki tanganmu itu? Atau karena kau merasa tidak asing dengan jalan menuju ke rumah ini?" Rachel mencoba bertanya."Barang kali Nathan mengingat sesuatu." pikirnya lagi.
"Awalnya aku memang mengandalkan gps, tapi kau tau sendiri gps itu tidak selalu akurat saat menunjukkan jalan."
"Lalu, apa tadi kau tersesat?"
"Hmmm... Tidak."
"Lalu?"
"Ya, awalnya aku memang tidak tau harus berjalan ke arah mana lagi. Tapi saat aku melihat tugu besar di persimpangan jalan itu, aku merasa sangat mengenal jalan di sekitar sini. Lalu aku tidak sadar sudah menyetir dan berhenti di depan rumah ini." Nathan berdiri dari tempatnya duduk.
" Bagaimana kau yakin bahwa rumah ini adalah rumahku." Tanya Rachel yang penasaran, lalu ikut berdiri dari kursinya.
" Aku melihat ini..." Tunjuknya sambil memegang sebuah lampion besar yang berada di tengah-tengah teras itu.
"Memang kenapa dengan lampion ini? Apa kau mulai mengingat sesuatu?" Rachel seolah tidak sabar menunggu Nathan mengingat masa lalunya lagi.
"Tidak. Aku belum bisa mengingat apa pun, tapi aku melihat namamu di sini. Dan sepertinya ini tulisan tanganku." Tanya Nathan seperti menunggu sebuah penjelasan.
" Tentu saja. Itu pemberianmu saat kita merayakan hari jadi yang pertama. Huh dasar, kau pelit sekali waktu itu. Kau hanya memberiku lampion murah ini." Celoteh Rachel sambil berjalan masuk ke dalam rumah.