" Satu kata membebaskan kita dari semua beban dan rasa sakit dalam hidup. Kata itu adalah cinta. "
-Sophocles
.
Azha sudah berada di depan meja makan. Sekarang sudah hampir pukul 18.30, waktu dimana selalu ia lewatkan dengan makan malam bersama mamanya. Namun ada yang berbeda dengan makan malam kali ini. Berbeda, karena ada satu hidangan makanan yang hanya akan mamanya masak satu tahun sekali.
Dan inilah hari itu.
"Mama masak ini?" tanya Azha pada Kinan yang sudah duduk berhadapan dengannya.
Kinan tersenyum tipis pada putranya itu, diam tidak menjawab akrena merasakan getir di dalam hatinya. Lalu ia kembali memfokuskan pada hidangan yang berada di tengah-tengah meja makan itu. Sup kentang, hidangan itu yang sudah menciptakan aura tersendiri malam ini bagi Azha maupun Kinan. Keduanya kini sibuk dengan pikiran masing-masing, tenggelam memandangi sup kentang di hadapan mereka yang begitu menggiurkan namun menciptakan kerinduan yang sampai menusuk tulang mereka.
"Papa pasti akan menghabiskannya, Ma,” cetus Azha dengan suara yang pelan dan lembut. Menyadarkan Kinan dari lamunannya.
Kinan menganggukkan kepalanya pada putra semata wayangnya ini. "Jika saja dia masih duduk di samping mama, Azha...," lirih Kinan penuh harap.
Azha meraih tangan Kinan, menggenggam tangan mamanya itu lembut. "Aku tahu mama pasti merindukan papa. Karena aku juga, Ma…. Sangat, sangat merindukannya,” ujar Azha memberikan kekuatan pada Wanita yang paling dia sayangi di dunia ini.
Di pelupuk mata Kinan saat ini sudah berkumpul cukup banyak air mata. Mungkin sudah tak bisa ia bendung lagi. Rasa rindunya seolah sudah tak bisa ditahan lagi. Ia rindu suaminya yang sudah pergi meninggalkan dirinya juga Azha selama-lamanya. Sangat merindukannya, entah kepada siapa lagi ia bisa meluapkan semua rasa rindu dan perih hatinya yang coba ia tahan 6 tahun ini.
"Menangislah, Ma. Mama berhak untuk itu," ucap Azha. Ia mendekat pada mamanya, merengkuh tubuh lelah Kinan yang juga sama dengan dirinya, yang sudah lelah menahan rindu untuk papanya.
"Hiks..hiks...." Lalu tangis Kinan pun pecah.
Azha semakin merengkuh tubuh mamanya, mengeratkan pelukannya. Memberi kehangatan pada mamanya dari terpaan rindu yang menakutkan.
6 tahun sudah papanya meninggal. Dan sekarang hanya ada ia dan mamanya. Azha juga mencoba berdiri dari keterpurukan itu, ia juga harus bisa diandalkan oleh papanya untuk menjaga mamanya sesuai pesan papanya sebelum keberangkatannya dengan pesawat itu. Ingin ia menilai Tuhan itu tak adil padanya, tapi setelah itu Azha pun disadarkan, bahwa semuanya pun harus mengalami hal yang sama.
Kehilangan....
Kehilangan orang yang mereka sayang. Dan itu wajar terjadi sesuai jalan cerita yang sudah Tuhan tuliskan. Mencoba bangkit dan terus melanjutkan hidup adalah jalan satu-satunya. Karena waktu pun enggan kembali ke tempat dimana waktu dilahirkan, waktu akan terus mengajaknya menyusuri jalanan dunia ini yang terkadang penuh bunga atau kadnag penuh paku yang menyakitkan.
"Besok, Mama akan menjemputmu di sekolah, Sayang," ujar Kinan di tengah-tengah makan malam mereka.
Azha hanya mengangguk karena masih ada makanan di mulutnya, dan mamanya selalu melarang ia bicara saat ada makanan di mulutnya.
"Kamu langsung bawa pakaianmu, ya? Jadi Mama tinggal membawa perlengkapan untuk upacara peringatannya," ujar Kinan lagi.
"Baik, Ma. Aku juga akan meminta izin pada guru BK," balas Azha patuh.
Kinan mengacak rambut Azha yang hitam dan tebal seperti milik suaminya. "Setelah belajar jangan bermain game. Atau mama akan menyitanya, kamu kurang tidur akhir-akhir ini."
Mata Azha membeliak terkejut. "Dari mana mama tahu?" tanya Azha penasaran setelah ketahuan kalaudia memang sering begadang untuk bermain game.
Kinan menunjuk pada mata putranya, membuat Azha menyerit bingung. "Kelopak matamu sudah seperti mata panda, Sayang," jawab Kinan.
"Hehehe... maaf, Ma."
.
-Takdir Kedua// gorjesso-
.
"Hey, lo mau kemana, Kak?! Kenapa udah harus pulang jam segini?" tanya Dinda. Sedari tadi gadis ini terus mengikuti Azha. Membuat Azha sedikit risih.
"Dinda! Jangan ikutin gue!" perintah Azha.
"NO! Jelasin dulu sama gue, kenapa lo harus balik? Ini kan masih jam sekolah, Kak...," rajuk Dinda karena Azha tak kunjung memberitahu tujuannya pergi.
Azha tiba-tiba saja berhenti, membuat Dinda menabrak punggungnya.
"Auhh...," rintih Dinda. "Ngomong dong kalo mau berhenti!!" makinya, sebab punggung Azha memang keras.
"Lo yang harusnya berhenti ngikutin gue!" balas Azha tak kalah galak.
Dinda pun menjauhkan wajahnya dari Azha yang sudah mulai mengeluarkan suara lumba-lumbanya.
"Gue mau ikut!" ucap Dinda seperti tidak mau tahu penolakan Azha.
"Nggak! Udah sanah balik ke kelas elo!"
"NO!!" tolak Dinda keras.
"Lo bisa kena hukum, Din... lagi pula gue pulang karena ada urusan...," jelas Azha.
"Urusan apa emang?" tanya Dinda hingga membuat Azha jengah.
Azha mendengus malas. "Besok aja ya gue ceritain... gue lagi buru-buru, gadis manis tapi cebol... Mama gue udah nunggu di luar."
"Eh? Dokter Kinan? Dia kemari?"
"Ya, emangnya kenapa?"
"Aku pengen ketemu dia," ucap Dinda dan langsung berlari. Tapi tangannya masih bisa berhasil ditahan oleh Azha. Membuat mereka saling tarik-menarik.
"Nggak! Lo harus balik ke kelas!" perintah Azha. Ia masih mencoba menarik tangan Dinda untuk tidak nekat berlari ke luar sekolah.
"Ishhh, lepasin gue Azha jelek! Gue pengen ketemu sama Mama elo!" Dinda masih saja bersih kukuh melawan tarikan Azha.
Dilain sisi, Kevin yang tiba-tiba lewat pun menautkan kedua alisnya bingung. Ada apa dengan mereka? Batinnya.
Sontak saja ia langsung menghampiri Azha dan Dinda yang masih berada dalam situasi tarik menarik dengan u*****n dan teriakkan terdengar dari mulut mereka.
"Ada apaan nih?" tanya Kevin polos dengan tetap mengemut permen lolipopnya.
Bagai kejatuhan durian. Emmm... maksudnya bagai mendapatkan keajaiban, Azha langsung tersenyum lebar melihat kedatangan Kevin.
"Lo tahan ni bocah," pinta Azha tanpa basa-basi.
"Ngapa gue yang harus tahan ni bocah cebol?" tanya Kevin setelah melepas permen yang diemutnya.
"Lo inget hari ini?" tanya Azha.
"Hari ini?" gumam Kevin, ia pun terlihat berpikir sampai kemudian dia menemukan sebuah petunjuk akan maksud Azha. "Ah...apa hari ini elo—“
"Ya," sela Azha, lalu tersenyum tipis. "Cepet tahan ni bocah! Gue kudu pergi!!" perintahnya.
Kevin pun segera menggantikan posisi Azha untuk menahan Dinda yang masih saja meronta-ronta. "Lo tahan dia, oke? Gue cabut dulu," kata Azha, lalu berpamitan dengan menepuk pundak Kevin.
"Dahhh bocah cebol...," ucap Azha ketika melewati Dinda yang masih tidak terima ditahan oleh Kevin.
"Eh, lo mau kemana?" Ia pun melihat ke belakang dan mendapati Kevin lah yang tengah menahannya. "Lepasin gue jerapah!" teriak Dinda, dia menarik-narik sebelah tangannya yang ditahan Kevin.
"Nggak! Ayo balik ke kelas!" ucap Kevin, namun sedikit tidak Jelas karena ia sedang mengemut lolipopnya.
"NGGAK MAU!" tolak Dinda.
"Hey! Lepasin gue KEVINN!!!" teriak Dinda dan menarik tangannya dengan sekuat tenaga dan mengakibatkan Kevin terjerembab ke atas lantai dan ia tersedak karena lolipopnya.
"Uhuk...uhuk...!" Dinda pun langsung panik. Ia menghampiri Kevin. Tak mungkin ia kabur saat ini melihat Kevin yang sedang tersedak sampai wajahnya merah. "Uhuk...uhuk...!"
Dengan sedikit tips yang ia pelajari. Dinda menyuruh Kevin untuk duduk dan langsung ia pukul punggung Kevin dengan keras. Alhasil, permen lolipop itu pun keluar.
"Sialan lo DINDAAA!!" pekik Kevin. Dan terjadilah kejar-kejaran di lorong kelas yang ramai oleh siswa.
Mereka keheranan melihat dua orang yang selalu bertengkar tiada habisnya ini kalau bertemu.
.
-Takdir Kedua// gorjesso-
.
baca note dari saya, yaa^^
.