Lifia menghela napasnya. Ia merasa sangat lelah dengan hatinya karena cinta bertepuk sebelah tangan yang telah ia miliki beberapa tahun ini. Ia selalu berusaha untuk melupakannya namun ternyata snagat sulit untuk meluoakan sosok yang telah lama ia kagumi itu. Menjadi terkenal dan dikenal banyak orang, tidak membuat ia mendapat segala yang ia inginkan termasuk cintanya. Saat ini yang harus ia lakukan yaitu ikhlas menerima segalanya dan ia harus segera menyerah.
Lifia sudah cukup bahagia dibesarkan oleh Ibu dan Ayahnya yang sebenarnya bukan orang tua kandungnya, namun baginya Murni dan Nasir bagaikan orang tua kandung yang melindunginya. Lifia kecil merupakan anak dari adik kandung Murni yang telah meninggal, namun setelah ibunya meninggal, Ayah kandung Lifia menikah lagi dan Lifia sama sekali tidak bahagia hidup bersama ayah dan ibu tirinya. Ibu tiri Kifia tdiak menyayanginya dan sering kali bersikap kasar padanya, bukan hanya fisik Lifia yang terluka tapi juga mentalnya.
Lifia ingat bagaimana ketika ia masih berumur enam tahun ia menangis kencang dan memohon kepada Murni yang datang mengunjunginya, agar ikut membawanya tinggal di Jakarta. Asalkan ia bisa pergi dari rumah orang tuanya, Lifia berjanji akan menjadi anak yang baik dan tidak menyusahkan Murini dan Subekti. Ibu tirinya memang memperlakukannya dengan sangat tidak baik saat itu, meskipun keluarganya memiliki pembantu, namun Lifia kecil diajarkan bekerja sejak kecil hingga ia telah terbiasa melakukan pekerjaan rumah. Perkerjaan rumah tangga yang seharusnya tidak ia lakukan saat itu, karena ia masih sangat kecil. Belum lagi kakak tirinya bawaan dari ibu tirinya, sering kali melakukan tindakan kasar padanya seperti memaksanya melakukan sesuatu yang tidak ia inginkan, hingga ia dimarah Ayah dan ibu tirinya.
Lifia dituduh mencuri uang ibu tirinya, dituduh memecahkan guci kesayangan ayahnya, dituduh memainkan alat makeup ibunya dan dituduh mencoret dinding ruang kerja ayahnya. Sungguh itu semua bukan Lifia yang melakukannya, tapi tak ada satupun yang percaya padanya saat itu.
Lifia menatap wajahnya dicermin, tentu saja ia terlihat sangat cantik seperti biasanya, apalagi dengan pekerjaannya sebagai seorang aktris ia selalu berusaha merawat wajah dan tubuhnya. Bagian masalalu kelam ketika ia masih kecil telah ia kubur dan sekarang ia telah mendulang sukses, sebagai seorang aktris papan atas yang sangat tekenal. Kesuksesan seorang Lifia berbanding terbalik dengan kisah cintanya, ya...cintanya bertepuk sebelah tangan dengan sorang polisi tampan bernama Defran Satyas, dokter polisi tampan yang sangat tekenal.
"Lifia gawat..." ucap seorang perempuan yang merupakan asisten Lifia itu mendekati Lifia dengan wajah pucatnya. Hari ini ia memang sedang berada di hotel untuk mengikuti acara Fashion show.
"Ada apa Sandra?" Tanya Lifia pensaran.
"Hotel ini dibajak Lifia dan di aula telah terjadi penyandaran, banyak dari tamu hotel ini yang ditangkap dan kita harus bagaimana?" ucap Sandra khawatir membuat Lifia tekejut. Bagaimana mungkin hotel mewah seperti ini bisa dibajak oleh orang yang tidak dikenal. Lifia tidak percaya dan ia menganggap ini hanyalah lelucuan dan kemungkinan besar, sedang terjadi pembuatan film lalu saat ini mereka sedang syuting adegan penyandaran.
"Kamu sedang tidak mengerjai aku, Sandra?" Tanya Lifia panik.
"Tidak Lifia, astaga kita harus segera bersembunyi! Jangan sampai kita tertangkap!" Ucap Sandra panik. "Kita harus memikirkan dimana tempat yang aman Ayu kita cari jalan keluar agar kita bisa keluar dari hotel ini dengan selamat!" ucap Sandra, namun Lifia tidak begitu mudah percaya dengan ucapan Sandra. "Kamu masih nggak percaya?" Tanya Sandra kesal, karena apa yang ia katakan saat ini adalah kebenaran apalagi tadi ia melihat dengan mata kepalanya sendiri ada seseorang yang ditembak karena tidak bertindak kooperatif kepada mereka.
"Tidak, tadi semuanya baik-baik saja, lagian sebentar lagi bukannya kita akan ke ruang ganti, ini Fashion show akan segera dimulai!" Ucap Lifia dan ia tidak ingin ini hanya akal-apalagi Sandara agar ia tidak jadi ikut Fashion show ini. Apalagi ia akan dipasangkan oleh aktor ternama yang sangat menyukainya dan bahkan beberapa kali mencari kesempatan untuk sekedar memegang tangannya dan Sandra sangat tidak menyukai laki-laki itu yang sering kali bersikap kurang ajar kepada Lifia.
"Fashion show apaan sekarang ini keadaan sedang gawat begini, aku nggak bohong gimana sih agar kamu percaya," kesal Sandra dan ia menarik Lifia mendekati jendela kaca dan ia membuka gorden, lalu menujukkan banyak sekali kelap kelip lampu mobil polisi dibawah. "Itu lihat!" Ucap Sandra menujuk lantai dasar. "Polisi sebanyak itu pakai senjata api mau apa coba kalau nggak ada sesuatu di hotel ini," ucap Sandra membuat Lifia menelan ludahnya, namun ia mencoba berpikir kan positif.
"Yang jelas kamu itu salah satu orang terpenting karena sangat terkenal Lifia, kamu pasti jadi sasaran empuk mereka, apalagi kamu cantik," ucap Sandra membuat Lifia menelan ludahnya. Ia memang sangat cantik dan memang kalimat sangat cantik itu yang sering ia dengar selama ini. Kalau benar hotel ini telah dikuasai orang jahat, maka benar ia adalah sasaran empuk mereka.
Benar saja suara ketukan pintu membuat jantung keduanya berdetak dengan kencang, sejujurnya Lifia sangat takut, sama halnya dengan Sandra. Keduanya terdiam dan memilih untuk tidak membuka pintu iji, namun gedoran pintu semakin terdengar jelas dan orang yang ada didepan pintu berusaha untuk membukannya.
"Gimana Lifia? Aku belum menikah nih...belum menikmati bercinta secara halal," ucap Sandra menbuat Ike kesal karena Sandra sempat-sempatnya mengatakan hal ini disaat genting seperti ini. Lifia mencoba menghubungi seseorang dengan ponselnya namun ternyata sinyal di tempat ini tidak ada, hingga pesan darinya pun hanya conteng satu dan itu artinya sinyal memang sedang mengalami gangguan saat ini.
"Diam dulu!" bisik Lifia karena bisa saja pintu kamar ini dibuka paksa dan benar saja terdengar suara yang membuka pintu ini dengan paksa lalu terdengar suara pintu terbuka.
Lifia memeluk kedua lututnya dan ia sangat ketakutan saat ini dan tiga orang bersenjata api itu menodongkan senjatanya kearah Lifia dan Sandra. "Keluar! Kalau kalian tidak menurut peluru disenjata api ini siap membunuh kalian berdua!" Ucapnya membuat Lifia mengangkat wajahnya dan ia menatap sosok laki-laki tampan yang saat ini menatapnya dengan dingin. "Kamu iji selalu saja merepotkan saya," ucapnya.
"Kapt...dia...Lifia artis itu," ucap salah satu darinya.
"Bawa mereka berdua dengan selamat keluar dari hotel ini!" Ucapnya. Laki-laki tampan ini Defran Satyas merupakan adik ipar kakak sepupunya Lifia. Jantung Lifia berdetak dengan kencang karena ternyata kedatangan Defran untuk menyelamatkannya.
"Mas aku ikut kamu saja!" Ucap Lifia dan ia berdiri lalu menarik pelan baju Defran.
"Kalau kamu masih mau bernapas kamu ikut dia saja!" Ucap Defran membuat Lifia menatap Defran dengan tatapan memohon.
"Lifia ayo keluar! Kita ikutin saja apa kata mereka!" Ucap Sandra.
"Sepertinya temanmu lebih tahu diri dari pada kamu," ucap Defran sinis, membuat Lifia menatap sendu Defran.
"Kalau nggak mau nolongin aku harusnya kamu nggak usah tolongin aku dan biarkan aku ditawan saja sama penjahat," ucap Lifia kesal. Ia menjadi tidak tahu diri karean Defran yang datang menyelamatkannya, meskipun ia rindu dengan sosok dingin ini tapi sosok dingin ini selalu menyakitinya dnegan kata-kata kasarnya.
"Kalau kamu berniat untuk ditangkap silahkan saja dan tunggu saja disini sampai mereka menangkap kamu!" Ucap Defran dingin.
Defran melangkahkan kakinya keluar kamar ini dan ia menepuk kedua bahu rekan kerjanya, agar membantu Lifia keluar dari hotel ini. Defran ternyata menjadi pemimpin tim penyelamat ini dan ia saat ini harus segera bergabung dengan timnya yang lain untuk menyelamatkan sandera yang lain.