TUJUH BELAS

1671 Kata
Athena sedang mengikat rambutnya saat sang Bunda mengabari bahwa Archen sudah datang dan sedang menunggu di ruang tamu. Hari ini Athena memakai kaos berwarna biru donker dengan celana jeans yang tidak terlalu ketat. Ia akan menyempurnakan penampilannya dengan sepasang sepatu kets berwarna putih. Athena adalah gadis yang bisa menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi. Saat ia harus pergi ke pesta atau acara-acara formal, ia akan berdandan se-feminim mungkin. Namun jika pergi ke tempat-tempat non formal, maka ia juga akan berpenampilan santai. Kemarin sang Bunda mengatakan bahwa ia sudah memesan dua kamar di salah satu hotel untuk Athena dan Archen. Baik Athena maupun Archen keduanya sama-sama terkejut. Padahal mereka berniat untuk langsung pulang begitu kunjungan malam selesai. Tetapi Bunda Athena tak setuju, mengingat anaknya itu baru pulih dari tifus. Jika harus pulang pergi di hari yang sama, sang Bunda khawatir kalau Athena akan drop lagi. Athena pun sudah menyiapkan dua pasang baju ganti dan peralatan mandi. Tak banyak yang dibawanya, karena toh mereka hanya menginap semalam, besok paginya mereka harus sudah kembali ke Jakarta, begitu pesan sang Bunda. Hari ini Bunda sengaja pergi ke kampus pukul 1 siang karena ingin bertemu Archen dulu. Athena sendiri tidak tahu apa yang ingin disampaikan Bunda kepada Archen. Saat Athena bergabung dengan Archen dan sang Bunda, mereka rupanya sedang membicarakan berbagai jenis teh. Sejak menerapkan pola hidup sehat, Bunda Athena berubah menjadi pencinta teh, terutama teh herbal. “Nah, ini dia Athena sudah datang. Nanti kita lanjutin lagi ya ngobrolin tehnya, soalnya Athena gak ngerti.” Ucap sang Bunda kepada Archen, lelaki itu hanya tertawa kecil mendengar Athena diledek oleh Bundanya sendiri. Sementara Athena hanya memanyunkan bibirnya. “Gini, Nak Archen, saya cuma minta kamu jaga Athena, inshaaAllah saya percaya  sama kamu. Mungkin bagi kalian anak remaja, pesan Bunda ini terlalu berlebihan, tapi percayalah semua orangtua pasti akan merasa khwatir jika anak gadisnya pergi ke luar kota bersama laki-laki. Tapi Bunda rasa ini saatnya Athena membuktikan apa dia bisa menjaga kepercayaan orangtuanya atau tidak. Toh, kalian sudah tujuh belas tahun, sebentar lagi kalian akan memasuki usia dewasa, jadi belajarlah untuk bertanggungjawab atas janji yang telah kalian buat. Archen, bukan tanpa “alasan” saya mengizinkan Athena pergi sama kamu, jadi tolong jaga kepercayaan saya dan jangan buat saya menyesal dengan “alasan” saya itu.” Bunda Athena menatap mata Archen dalam-dalam. Archen langsung paham apa yang dimaksud “alasan” oleh Bunda Athena. “Iya, Tante, Archen akan jaga kepercayaan itu.” Singkat, tetapi diucapkan dengan penuh keyakinan. Athena hanya tersenyum dan memeluk sang Bunda. Ini adalah pertama kalinya Athena pergi ke luar kota bersama laki-laki, terlebih mendapat restu dari kedua orangtuanya. Setelah diberikan beberapa wejangan, mereka pun berangkat menuju Stasiun Gambir dengan menggunakan mobil yang dikendarai oleh Bunda Athena. Setelah mengantar Archen dan Athena ke stasiun, sang Bunda akan langsung berangkat ke kampusnya. “Hati-hati, nanti kalau sudah sampai Lembang langsung hubungi Bunda, ya!” Teriak sang Bunda dari dalam mobil. “Siap, Bund.” Mereka berdua segera masuk ke gerbong eksekutif dan mencari tempat duduk. “Sen, gue duduk di pojok ya? Gue suka liat pemandangan dari jendela soalnya, pliisss.” Athena merengek seperti anak kecil yang minta dibelikan gulali. Archen tak tahan untuk tidak tersenyum, “Iya, yaudah gue dipinggir.” Setelah mereka berdua duduk, Archen kemudian mengeluarkan buku dari dalam tasnya. Athena yang melihat gerak-gerik Archen langsung berkata, “Ampun deh, lagi jalan-jalan gini lo tetep aja bawa buku?” “Sayang waktunya, mending dipake buat baca buku.” “Terus gue ngapain? Ngobrol sama gue aja dong, plis, jangan baca buku.” lagi-lagi Athena merengek seperti anak kecil. Archen pun memasukkan bukunya ke dalam tas, kemudian menoleh ke arah Athena dan tersenyum, “Mau ngobrol apa?” DEMI TUHAN! Baru kali itu Athena melihat senyum yang tulus dari Archen, rasanya menyenangkan sekaligus menegangkan. Athena hampir kikuk dibuatnya, jika bisa dianimasikan mungkin saat itu pipi Athena langsung memerah, “Lo sukanya ngobrolin apa?” tanya Athena. “Apapun kecuali keluarga.” Saat itu juga raut wajah Archen berubah seratus delapan puluh derajat. Athena sedikit menyadari ada yang tidak beres saat Archen menyebut  kata “keluarga.” Tak ingin suasana menjadi tak bersahabat, Athena pun memutuskan untuk menceritakan kelakuan teman-teman di kelasnya. Mulai dari kelakuan tiga sekawan sampai Bu Siska yang tiba-tiba saja kentut saat sedang mengajar di kelas. “Ternyata bener ya, kelakuan anak IPS itu unik-unik, gue kira cuma gosip doang.” “Lho, emangnya lo gak punya temen anak IPS?” “Ada.” “Siapa?” “Lo.” Athena meniup poninya, “Huftt, selain gue maksudnya.” “Gak ada, temen anak IPA pun cuma beberapa.” “Mau gue kenalin sama temen-temen gue?” “Gak perlu, gue gak butuh banyak temen.” Athena mengeluarkan dua buah permen karet dari dalam tas kecilnya, satu diberikan kepada Archen, satu dimasukkan ke dalam mulutnya, “Sekarang gentian dong, lo cerita tentang temen-temen lo di kelas IPA.” “Ya, seperti cerita yang selama ini beredar, gak ada yang menarik dari anak IPA. Setiap hari kita cuma ngebahas tentang pola-pola hereditas, senyawa turunan alkana, atau gelombang elektromaknetik.” Athena bengong, tidak ada satu pun yang ia paham dari ucapan Archen.  “Gak menarik, kan?” lanjut Archen. “Iya, anak IPA yang menarik cuma lo doang.” Jawab Athena santai. Archen hanya menaikkan satu alisnya mendengar perkataan Athena, rasa gengsi Archen mengalahkan rasa penasaran.  Di satu sisi Archen penasaran apa yang dimaksud oleh Athena, tapi di lain sisi ia juga gengsi untuk menanyakan hal itu. “Tapi gue bingung deh, Sen, kenapa ya kok tiba-tiba  Bunda ngizinin gue pergi sama lo. Padahal lo tau gak, waktu pertama kali gue minta izin Bunda langsung nolak dengan tegas. Dan yang lebih anehnya lagi, Papa gue malah langsung ngizinin pas gue bilang gue mau pergi sama lo.” Setelah mendengar penjelasan Athena kini Archen benar-benar yakin bahwa Bunda Athena sudah tau siapa “Archen yang sebenarnya.” Tapi dilihat dari sikap Athena, sudah jelas bahwa gadis itu tidak mengetahui apa-apa, itu berarti Pak Hakim Syarif benar-benar menepati janjinya. Archen hanya mengendikkan bahunya, “Lo mau pesen makan?” tanya Archen. Athena melihat jam di tangan kirinya, “Ya ampun ini udah masuk jam makan siang ya, pantes gue laper banget! Mau dong.” Archen pun segera memesan dua porsi mie bakso beserta dua botol air mineral. Athena menyantap mie bakso dengan lahap. Ia memang sedikit berbeda dengan gadis-gadis pada umumnya, walaupun tubuhnya tidak gemuk tetapi porsi makannya sangatlah banyak. Dari dulu teman-teman Athena selalu iri dan bertanya-tanya mengapa gadis itu tak juga gemuk setelah menghabiskan dua porsi nasi padang. Tiba-tiba saja tangan Archen menyentuh wajah Athena dan mengambil potongan mie yang tersisa di pinggiran bibir Athena, “Sorry, ada mie nyangkut.” Ucap Archen canggung. Untuk sepersekian detik tubuh Athena mematung, tersenyum, hingga kemudian melanjutkan makannya. “Sen, gue mau nambah mienya deh.” “Gak boleh makan mie banyak-banyak, Na, kalau mau pesen yang lain aja, jangan mie.” Athena cemberut. Ia pun memutuskan untuk menikmati pemandangan dari jendela kereta. Athena dapat melihat bentangan sawah yang luas nan hijau, melewati terowongan yang panjang serta jembatan yang sangat tinggi. Baru beberapa bulan tinggal di ibukota Athena merasakan perbedaan yang cukup signifikan antara Jakarta dengan kota-kota lainnya. Di Jakarta semuanya serba komplit dan canggih, tidak ada hal yang langka di Jakarta. Bagi beberapa orang Jakarta mungkin kota yang tepat untuk meraih impian, tetapi mungkin bagi yang lainnya Jakarta tidak lebih dari sekedar kota yang menyimpan sejuta luka. Wajar jika beberapa orang merasa bahwa keluar dari Jakarta itu berarti keluar dari lautan luka. Kini Athena juga paham mengapa tempat-tempat wisata di beberapa kota seperti Bandung, Yogyakarta, Malang, dan Bali selalu dipenuhi oleh penduduk ibukota. Hingga beberapa saat kemudian terdengar pengumuman bahwa mereka sudah tiba di Stasiun Bandung. Mereka pun keluar melalui Gerbang Utara. Terdapat warung soto Bandung yang letaknya tak jauh dari stasiun, mereka pun memutuskan untuk makan (lagi) sebab Athena sudah mengeluh lapar sejak turun dari kereta. Lagi pula masih banyak waktu yang tersisa. Siapapun yang melihat pasti langsung tahu kalau warung soto itu merupakan warung legendaris di Bandung. Mereka akhirnya memasan dua porsi soto bandung beserta nasi dan air mineral. Ini pertama kalinya Archen dan Athena mencicipi soto Bandung. Soto Bandung memiliki kuah yang bening atau tanpa santan dengan isian daging sapi, lobak, tomat, dan kedelai goreng. Soto Bandung sangat pas jika disantap bersama dengan nasi hangat. “Sen, kok lo gak pernah pesen teh manis sih kalau lagi makan gini? Padahal kan lo suka banget sama teh.” Tanya Athena penasaran. “Karena gak baik buat kesehatan.” “Gak baiknya kenapa?” “Teh itu mengandung asam tannin dan polifenol yang bisa mengganggu penyerapan protein sama zat besi, makanya gak boleh diminum saat kita lagi makan.” “Hah? Asam apa? Asam Jawa?” Archen tak tahan untuk tidak tertawa mendengar pertanyaan Athena dengan wajah polosnya. “Ya, pokoknya teh itu gak boleh diminum pas kita lagi makan, Na.” “Emangnya kenapa? Bisa bikin asam urat?” Siapapun pasti mengira bahwa Athena sedang melawak. Tapi tidak, ia mengatakan itu karena benar-benar tidak tahu. Kini tawa Archen meledak. Bahkan Archen sendiri pun lupa kapan terakhir kali ia tertawa lepas seperti itu. Archen benar-benar merasa gemas dengan kepolosan Athena. Tanpa ia sadari, ia baru saya mengacak-ngacak rambut Athena sebagai ekspresi kegemasannya kepada gadis periang itu. Athena hanya cemberut melihat Archen menertawakan dirinya, “Ih jangan ngeledekkin gue dong, gue kan anak IPS jadi gak tau gitu-gituan.” Ucap Athena sambil merapikan potinya. “Iya, maaf, abis lo polos banget. Mentang-mentang gue bilang asam tannin, lo langsung ngehubungin sama asam jawa dan asam urat hahahahha.” Setelah selesai makan, Archen langsung membayar tagihan di kasir. Lagi-lagi Athena keduluan Archen. “Kayaknya dari kemarin lo terus deh yang bayarin gue.” “Gak apa-apa, mumpung gue ada uang. Tapi nanti gantian ya, saat gue gak ada uang, lo harus bayarin gue.” Kalimat Archen mengisyaratkan bahwa setelah ini mereka akan jalan bersama lagi. “Bereeees.” “Na, tapi gue bingung deh. Lo kan anak IPS ya, tapi kelas lo kok malah ngadain study lapangan ke Observatorium Bosscha sih, itu kan tempat riset astronomi, astronomi kan pelajaran IPA.” “Jadi gini, di pelajaran geografi sempet ada BAB yang ngebahas tentang benda-benda langit, nah karena kita sebagai anak IPS gak suka yang namanya teori, ada beberapa  anak yang mau lihat secara langsung aja, jadilah Bu Siska memutuskan untuk ngadain study lapangan ke Bosscha. Lagian asal lo tau ya, teman-teman sekelas gue tuh nganggep study lapangan kemarin cuma sebagai liburan. Buat anak IPS kemana aja gak masalah yang penting kita gak belajar di kelas.” Jelas Athena sambil tertawa kecil membayangkan kelakuan teman-teman kelasnya. “Asik ya kayaknya punya temen-temen sekelas kayak gitu.” “Asik banget! Tapi gue yakin temen-temen sekelas lo juga asyik-asyik kok, cuma mungkin lo-nya aja yang kurang berbaur sama mereka.” Archen hanya mengangguk sambil tersenyum.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN