“Siang, Sen. Gak lupa beliin tante es campur Bu Jum, kan? ” Sapa Tante Tira.
Archen menyodorkan kantong plastik berisi es campur, “Nih, sesuai request tanteku yang bawel, susunya yang banyak, kan?”
“Uhhh makin sayang deh sama keponakan tante yang satu ini. Bi Ijah, ayoo kita makan es campur, dingin-dingin gini paling enak ditemenin sama es campur.” Tante Tira lantas menghampiri Bi Ijah yang sedang berada di dapur dan pergi begitu saja meninggalkan Archen. Tidak ada yang bisa mengganggu kebahagiaan Tante Tira jika sudah berhubungan dengan makanan.
Di kamar, Archen memikirkan kejadian di warung es campur Bu Jum tadi. Ia bertanya-tanya mengenai siapa lelaki yang sedang bersama Athena. Sudah pasti Archen tidak mengenalnya. Di sekolah, hanya sedikit siswa yang ia kenal. Bahkan Archen tidak hafal seluruh nama teman sekelasnya. Ia hanya hafal Rafi si ketua kelas, Sarah si sekretaris, dan Winona si Bendahara. Namun meskipun begitu, Archen tak pernah kesulitan untuk mendapat teman kelompok jika ada tugas kelompok. Jika kebetulan anggota kelompok bisa dipilih secara bebas, maka Rafi akan selalu mengajak Archen untuk bergabung di kelompoknya. Itu bukan tanpa alasan, sebab Archen adalah salah satu murid pintar di kelasnya. Archen selalu masuk peringkat tiga besar. Saingan terberat Archen adalah Sarah. Sejak SMP, Sarah dan Archen selalu kejar-kejaran perihal peringkat kelas. Jika semester satu Archen berhasil meraih peringkat 1, maka Sarah akan menempati peringkat 2, dan saat semester dua, posisi mereka akan berganti, Sarah menempati peringkat 1 sedangkan Archen peringkat 2. Namun baik Archen maupun Sarah, keduanya tak pernah memusingkan hal tersebut. Mereka berdua menganggap itu hanyalah sebuah kebetulan. Berbeda dengan Archen dan Sarah, teman-teman sekelas justru sering membanding-bandingkan mereka berdua. Banyak yang beranggapan bahwa secara teori, Archen jauh lebih pintar dibanding Sarah, namun secara praktik, tentu Sarah lebih menguasai. Sarah lebih fleksibel, lebih mudah beradaptasi mengikuti sistem belajar dari setiap guru. Jika ada materi yang tidak dikuasai, Sarah tidak sungkan untuk bertanya pada guru, atau mengajak teman-temannya untuk belajar bersama. Sarah suka bertukar ilmu, tapi tidak dengan Archen. Berkali-kali Sarah mengajak Archen untuk belajar bersama, namun Archen selalu menolak. Ia lebih suka belajar sendiri di sudut ruang perpustakaan.
“Apa itu pacarnya Athena?” Pikir Archen. Namun sebelum dirinya berpikir lebih jauh mengenai Athena, Archen langsung mengusir jauh-jauh pikirannya. Archen tidak suka ikut campur dengan urusan orang lain. Toh, mau itu pacarnya Athena atau bukan, itu sama sekali bukan urusan Archen, memangnya ia siapa? Kenal Athena saja baru beberapa hari, batin Archen.
Dering handphone Archen menyadarkan lamunannya. Di layar tertulis panggilan masuk dari “Pak Herman.” Ragu-ragu Archen menjawabnya.
“Hallo…”
“Hallo, Archen. Apa kabar, Nak?”
“Baik, Pak.”
“Kamu… belum mau menjenguk Papamu?” tanya Herman hati-hati, sangat hati-hati.
“Archen mau istirahat dulu pak, Pak, nanti Archen telephone lagi.”
Sementara di tempat lain Herman menatap Teriyanto penuh arti.
“Mana Archen anakku? Dia akan ke sini, bukan? Untuk melihatku?” tanya Teriyanto dengan antusias.
“Archen sedang ujian di sekolah, Pak, jadi belum bisa ke sini. Nanti kalau ujiannya sudah selesai, dia pasti datang melihat Bapak.” Herman menjelaskan dengan sabar.
“Pembohong! Anak itu pembohong!!!!” lagi dan lagi, Teriyanto tidak bisa mengendalikan emosinya.
Archen yang baru saja menonaktifkan ponselnya langsung berbaring di atas tempat tidur. Ia tidak tahu sikapnya itu benar atau tidak. Archen khawatir sang ibu akan kecewa dengan dirinya, namun tidak ada lagi yang bisa ia lakukan saat ini. Archen berpikir lebih baik bersikap seperti itu daripada harus sakit hati untuk yang kesekian kalinya. Trauma yang ada dalam diri Archen benar-benar membekas. Entah sampai kapan ia akan hidup seperti ini. Archen pun lelah, hanya saja ia tidak tahu ingin berbagi lukanya dengan siapa.
******
Motor Kheanu berhenti di depan sebuah rumah dengan halaman yang luas dan asri. Banyak tanaman yang tumbuh subur di sana. Siapapun yang melihat pasti tahu bahwa sang pemilik rumah gemar berkebun. Bunda Athena yang merupakan seorang dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta memang sangat suka berkebun. Ia suka menanam berbagai jenis bunga, mulai dari anggrek, mawar, hingga bunga matahari. Tidak hanya itu, ia pun gemar menanam sayur organik seperti bayam, jagung, kangkung, dan lain-lain. Sejak lima tahun terakhir Bunda Athena memutuskan untuk menerapkan pola hidup sehat. Hal itu bukan tanpa alasan. Nenek Athena yang merupakan ibunda dari sang Bunda meninggal akibat kanker p******a tujuh tahun lalu. Menurut keterangan dokter, penyakit kanker p******a bisa saja turun menurun. Oleh sebab itu sang dokter sudah mewanti-wanti Bunda Athena dan juga Athena untuk menerapkan pola hidup sehat. Berbeda dengan sang Mama, Athena masih suka jajan sembarangan. Athena tidak bisa hanya mengkonsumsi makan-makanan organik seperti sang Bunda. Namun meskipun begitu keduanya tetap rutin melakukan pemeriksaan dua kali setahun. Hal itu dilakukan sebagai upaya pencegahan. Dalam hal ini Bunda Athena memang memiliki kekhawatiran berlebih.
“Ini rumah lo?”
“Iya, lo mau mampir gak?” Tanya Athena pada Archen.
“Enggak ah, kapan-kapan aja. Gue belum siap ketemu orangtua lo.”
“Yailah, pakai belum siap segala, emangnya lo mau ngelamar gue?” Tanya Athena santai.
“InshaaAllah, doain aja.” Jawab Kheanu cengengesan. Lagi-lagi Athena hanya geleng kepala melihat Kheanu yang bersikap sesuka hati.
“Yaudah, gue masuk dulu ya. Thanks lho traktiran es campur sama susunya.”
“Santai, tapi lain kali lo harus traktir gue mie ayam Pak Yanto ya.”
“Dimana tuh?”
“Deket sekolah kok. Wah kayaknya lo harus gue ajak tour sekitar sekolah nih, biar tau tempat-tempat mana aja yang asik buat dipake nongkrong.”
“Iya, iya, atur aja deh sama lo. Udah ya gue masuk dulu. Lo hati-hati di jalan, kalau jatoh bangun ya, jangan telpone gue.”
“Yehhh, kalo jatoh ke bawah lah hahahaha. Ngerti gak? Enggak, ya? Udah lah mending gue pulang.” Ucap Kheanu yang langsung tancap gas.
Athena pun langsung memasuki rumah. Sang Bunda yang saat itu sedang di depan laptop langsung menyadari kepulangan Athena.
“Lho Bunda gak ngajar?”
“Engga, hari ini anak-anak bunda tugaskan untuk turun ke lapangan.”
“Di suruh liputan lagi, Bun?”
“Tentu, jurusan mereka harus lebih banyak praktik dibanding teori. Di dunia kerja nanti orang yang memiliki sejuta pengalaman akan lebih dicari daripada yang hanya menguasai teori tapi praktiknya nol besar.”
Bunda Athena adalah seorang dosen yang mengajar di jurusan Ilmu Komunikasi. Sebelum menjadi dosen, Bunda Athena adalah seorang jurnalis. Saat berhasil menyelesaikan studi S2-nya Bunda Athena memutuskan untuk berhenti menjadi seorang jurnalis. Bunda Athena ingin memiliki banyak waktu luang agar bisa berada di samping Athena, sebab waktu bekerja seorang dosen lebih jelas dan teratur, tidak seperti jurnalis yang harus siap meliput berita kapanpun dan dimanapun.
“Gimana? Kamu sudah tau nanti kuliah mau ambil jurusan apa?”
“Heemmm….tapi ayah sama bunda bakal setuju kan apapun pilihan Athena?”
“Kenapa tidak? Selagi…”
“Selagi di Indonesia?” lanjut Athena.
Sang bunda mengangguk, “Athena bisa mengerti ayah dan bunda, kan?”
“Tentu, kalo enggak, percuma dong ayah dan bunda kasih nama aku Athena.”
“Kamu memang benar-benar putri bunda yang paling bijaksana.”
“Iya lah, anak ayah dan bunda kan cuma aku. Ada lagi yang lain emang? Atau jangan-jangan ayah sama bunda mau kasih aku adik?” Goda Athena.
“Aduh kamu tuh makin lama makin ngelantur. Udah sana ganti bajumu. Abis itu makan, bunda udah siapin makanan kesukaanmu.”
“Udang plus kentang balado???” Tanya Athena antusias.
“Yes.”
“Aahhhh, makin sayang sama bunda. Love you, Bun, Athena ganti baju dulu ya.”
“Bunda love you too, sayang.”
Athena langsung bergegas menuju kamarnya yang berada di lantai dua. Sang bunda hanya senyum-senyum sendiri melihat tingkah putri sematawayangnya yang kini sudah beranjak remaja. Keberadaan Athena benar-benar sebuah anugerah bagi hidupnya.