5

1113 Kata
Setelah lelah berbelanja baju dan juga sepatu, Lolita dan juga Yuna duduk di salah satu cafe di mall yang berada di lantai lima, Lolita bingung siapa yang sahabatnya tunggu sampai sekarang seseorang itu belum juga menampakkan batang idungnya. Katanya teman yang akan di kenalkan kepada Lolita, entah teman yang mana lagi yang Yuna mau perkenalkan pada sahabatnya dan itu terjadi sudah begitu sering. "Temen kamu mana, sih? Kita udah lama loh di sini," tanya Lolita penasaran sembari melihat sekeliling mall yang semakin ramai. "Bentar lagi datang kok, wong kita janjiannnya jam 10 nah sekarang baru setengah 10," kata Yuna nyengir sembari meneguk minumannya. "Apaan sih kamu, aku lelah kepengen balik, kamu ‘kan tahu aku mau dines lagi sore nanti, dan kamu juga janji gak bakalan lama," kata Lolita seraya menyandarkan tubuhnya di kursi sofa yang ada di cafe itu. "Aku tanya deh sama kamu, salah satu penggemar yang sering ngirim bunga sama coklat itu, tak satupun kamu tau? Atau kamu curigain gitu?" Tanya Yuna, sengaja mengalihkan pembicaraan agar Lolita tidak lelah menunggu,Yuna juga sangat penasaran akan nasib percintaan sahabatnya yang emang sudah beberapa tahun tak pernah terlihat dekat dengan seorang pria. "Gak ada, emang kenapa?" tanya Lolita. “Kita ‘kan udah sering ngebahas dan aku paling malas ngebahas hal itu, gak ada gunanya juga.” "Ya siapatau aja ada salah satu yang kamu curigain, tapi aku kok yakin banget dokter tampan itu yang mengirim semua itu, soalnya hanya dia yang suka banget sama kamu," kata Yuna. Sejenak Lolita berpikir tapi ia tak mencurigai siapa pun, Richard memang bisa saja menjadi pengagum rahasia Lolita, mengingat Richard sering mencuri pandang dan mengajak Lolita makan, karena ia memang tak pernah dekat dengan pria manapun. "Tapi, Yun, semenjak aku sering menerima hadiah bunga dan juga coklat dari para pria yang gak aku tau, semalam ada yang ngirimin aku sekotak makanan yang sepertinya di beli di restoran mahal, itu kali pertamanya aku mendapatkan pemberian makanan dari seseorang, selama ini gak pernah," kata Lolita sembari mengingat isi makanan yang semalam ia makan. "Masa sih, yang bener kamu?" tanya Yuna agak penasaran sembari mendekatkan wajahnya kewajah Lolita. "Iyaa, dan untuk kali pertamanya juga aku merasa terkesan dengan pemberian makanan itu, aku juga penasaran siapa lelaki itu, menurutku memberi makan lebih berkesan aja daripada bunga atau apa pun itu," kata Lolita seraya tersenyum senang. "Jadi untuk kali pertamanya juga kamu begitu penasaran akan pemberian itu? Gimana kalau orang yang sama dengan lelaki yang memberikanmu bunga dan juga coklat seperti biasa? Apa yang akan terjadi?" tanya Yuna. "Aku ngerasa beda aja, rasanya beda gitu, sesuai apa yang ku pikirkan mereka adalah orang yang berbeda, entah dugaanku benar apa gak," kata Lolita meyakinkan hatinya. Tak lama kemudian seorang pria menghampiri mereka dengan sapaan yang agak informal. "Kalian udah lama?" tanya pria bertubuh kekar itu. "Eh kamu udah datang? Barusan kok," jawab Yuna dengan merubah ekspresinya ketika tau siapa yang datang. "Lol, kenalin ini temen cowok alias pacar yang aku maksud," kata Yuna memperkenalkan temen lelakinya kepada sahabatnya. Mereka lalu bersalaman. "Apa? Pacar?" Lolita keheranan karena Yuna tak pernah cerita sebelumnya. "Nama saya Andri," kata pria yang duduk disamping Yuna. "Nama saya Lolita" jawab Lolita agak singkat. "Apa sekarang aku jadi anti nyamuk di sini?" batin Lolita. "Jadi temen yang kamu ceritain mirip boneka itu, Lolita ini?" Tanya Andri. Yuna hanya mengangguk mengiyakan pertanyaan Andri. "Tapi menurutku, kamu lebih cantik dan menawan kalau bagi diriku," kata Andri gombal, Lolita lalu membalikkan wajahnya ke sebelah kiri dan menjulurkan lidahnya karena merasa akan muntah mendengar gombalan pria kekar itu. “Temanmu mana?” tanya Yuna. “Dia mampir kesuatu tempat tadi, sebentar lagi dia akan kemari,” jawab Andri. Sesaat kemudian, Andri melambaikan tangannya dan seperti memanggil seseorang, Lolita begitu malas melihat ke arah mata Yuna dan juga Andri memandang. "Gimana urusan Lo?" tanya Andri kepada pria berwajah tampan, mempesona dengan bentuk tubuh yang ideal dan mata yang berbinar, serta dengan berpakaian ala kantoran tak seperti Andri yang tak berpakaian rapi seperti temannya. "Udah selesai, gua ga bisa lama ya, soalnya di kantor kerjaan numpuk," kata lelaki itu, Lolita sengaja tak menoleh ke arah kanannya sama sekali karena menurutnya suasananya begitu membosankan. Seperti ABG yang janjian ketemu dengan berkenalan lewat sosmed, sungguh memalukan. "Ayo duduk, kenalin ini sahabatnya Yuna," kata Andri sembari menberikan kode kepada Yuna agar menyadarkan Lolita yang masih terdiam tak perduli. Yuna lalu mencubit lengan sahabatnya yang sejak tadi hanya sibuk sendiri. "Apaan sih?" tanya Lolita. "Kenalin ini temennya Andri, yang aku ceritain tadi," kata Yuna agak berbisik. Lolita lalu menghadap ke sebelah kanan dan menoleh ke arah pria tampan yang sedang berdiri menatapnya. Tatapan pria itu seperti tatapan yang mengenali dirinya. "Bukannya wanita ini---" batin pria tampan itu. Lolita lalu menyodorkan tangannya dan berkenalan dengan pria yang ada di sebelahnya, sesekali memberikan kode kepada Yuna apa maksud dari pertemuan ini. Apa benar-benar pertemuan perjodohan? "Nama saya … Lolita," kata Lolita santun. Pria itu menatapnya penuh pertanyaan. "Apa lelaki ini terpesoba melihatku? Atau karena aku cantik seperti yang orang-orang katakan? Tapi kenapa mata pria ini seperti ku kenal sebelumnya atau tatapan itu sepertinya pernah menatapku sebelumnya," batin Lolita. Pria tampan itu lalu menyambut tangan Lolita dengan lembut. "Nama saya Gibran, senang berkenalan denganmu," kata Gibran sembari duduk di samping Lolita. Pria itu adalah pria yang memboncenginya sewaktu hujan deras melanda Jakarta, pertemuan singkat itu mampu membuat keduanya merasakan jantung mereka berdetak kencang. Lolita pun heran kepada dirinya sendiri, kenapa jantungnya bisa mendadak berdetak kencang dan perasaannya begitu gugup. Penting untuk melakukan kontak mata dengan orang yang baru kenal. Hal ini bisa memunculkan rasa aman dan nyaman pada lawan bicara. Menatap saat berbicara juga mengindikasikan dalam menghargai dan mendengarkan apa yang di sampaikan. Namun, pastikan bukan memberikan tatapan intimidas. Kalau perlu, sesekali boleh sambil memberikan senyuman untuk lawan bicara. Perasan keduanya seperti itu, mampu membuat dunia keduanya beralih. Kesan pertama sangat menentukan. Momen tersebut seringkali menentukan kelanjutan hubungan dengan siapa pun yang ditemui. Bahkan, kenangan tentang diri juga ditentukan oleh kesan pertama yang kita ciptakan. “Ada apa dengan tatapan kalian berdua? Udah saling kenal?” tanya Yuna, menautkan alisnya. “Gak kok, kami baru kenal,” jawab Lolita lalu menyadarkan dirinya. “Lo suka juga sama wanita cantik?” tanya Andri. “Gue harus pergi, ada yang harus gue kerjain di kantor, semuanya maaf, ya,” kata Gibran, lalu beranjak dari duduknya dan melangkah pergi, padahal sebenarnya ia masih ingin tetap bercerita dengan wanita yang pernah membuatnya tertawa. “Aku juga harus pergi nih, kalian pacaran aja, ya. Aku mau pulang istirahat, aku akan hubungin kamu nanti, Yun.” Lolita pun beranjak dan meninggalkan kedua pasangan itu yang sedang di mabuk asmara. Keduanya benar-benar aneh membuat Yuna dan Andri terkekeh sejenak.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN