17

740 Kata
Lolita POV. Beberapa hari berlalu semenjak aku di teror seseorang, aku sudah tak pernah bertemu Gibran lagi, aku juga sedang dalam masalah karena Papi sudah berencana untuk menjodohkanku dengan seseorang, aku juga tak bisa melawannya. Tak lama kemudian Ponselku berdering dan telfon itu dari. Sahabatku +6289633001*** Memanggil..... "Hallo? Ada apa?" Tanyaku. "Kamu di mana? Aku punya kabar mengejutkan buat kamu" tanya Yuna membuatku penasaran. "Ada apa? Apa sesuatu terjadi?" "Gibran akan pindah ke jepang bersama Ibunya, dia tak akan pernah kembali lagi dan dia sejam lagi akan berangkat" kata Yuna. Aku lalu mengakhiri telfon dan menuju ke bandara, aku tak mungkin kehilangan dirinya setelah aku tau bagaimana perasaanku terhadapnya. Kerinduanku membuatku percaya akan perasaan yang ku miliki untuknya. Di dalam perjalanan jalanan begitu macet, aku tak tau harus bagaimana caranya menerobos jalan dan cepat sampai di Bandara sebelum Gibran pergi meninggalkanku. Jam yang melilit di tanganku begitu cepat berjalan. Aku menelfon gibran beberapa kali tapi ponselnya tak aktif. Aku makin gelisah, seakan air mataku akan jatuh menetes jika benar gibran meninggalkanu. ■■■■■ Sampai di bandara aku lalu berkeliling mencari sosok gibran, karena kemacetan di jalan, perjalananku saja sudah memakan waktu 1 jam lebih untuk bisa sampai kemari, tapi aku masih yakin jika gibran belum berangkat dan masih berada di sekitaran bandara. Ku telfon ia berkali-kali tapi ponselnya tak juga aktif. Apa yang harus ku lakukan? Aku lelah mencarinya! Tapi aku juga tak mungkin kehilangan dia setelah aku menyadari bagaimana perasaanku selama ini. Aku lalu pasrah dan tak bisa berbuat apa-apa lagi, aku lalu duduk di salah satu bangku tunggu di bandara ku duduk dan melihat keramaian dengan air mataku, aku sudah tak bisa memiliki cintanya lagi, dia akan pergi dan setelah itu dia akan berangsur-angsur melupakanku, kusalahkan diriku kenapa baru kali ini ku sadari perasaanku dan ketulusannya disaat ia memutuskan untuk pergi dan tak kembali. Beberapa jam berlalu tak ada tanda-tanda Gibran kembali, Bandara semakin ramai semua orang memadati Bandara. Kuputuskan untuk pulang dan memberitahukan ke papi jika aku menerima perjodohan yang sudah di rencanakannya untukku. Aku sudah putus asa, keputus asaanku ini ku rela menikah dengan lelaki yang tak ku kenal. ■■■■■ Sampai dirumah sakit aku langsung di sambut beberapa dokter magang dengan wajah panik mereka. "Dok, ada seorang gadis umur 12 tahun di UGD yang mengalami sakit perut......Bagian kanan bawah perutnya sakit saat di sentuh, WBC 12000 dan CRP-nya 3" (WBC:jumlah sel darah putih/tanda infeksi, CRP-C:reactive protein/tanda peradangan) "Ayo kita kesana sekarang, jangan membuang waktu" kataku sembari berlari menuju UGD. "Apa yang di rasakan pasien awalnya?" Tanyaku kepada salah satu dokter magang yang sedang berada di bawah bimbinganku. "Dia mengalami muntah dan demam, saya memerintahkan untuk tes darah" jawab dokter magang dan aku mengangguk. "Kita tidak bisa membuat diagnosa sekarang, periksa gambarnya dan jika di pastikan usus buntu, segera bersiap untuk operasi" perintahku kepada semua dokter magang. "Baik" jawab mereka bersamaan sembari berlalu pergi. Setelah selesai mengecek kondisi Pasien aku langsung kembali keruanganku dan bernafas sedikit, aku memakai kacamata agar semua orang tak melihat mata sembabku sehabis menangis. Beberapa menit kemudian hasil tes gadis berusia 12 tahun itu sudah keluar, aku langsung menuju Ruang operasi untuk segera melakukan Operasi. Ketika aedang berjalan Menuju ruang operasi, Dokter richardo menyapaku. "Apa kamu akan ke ruang operasi? Siapa pasienmu kali ini?" Tanya dokter richardo. "Seorang gadis berusia 12 tahun sudah di diagnosis usus buntu mungkin juga ada Perforasi" kataku sembari melangkahkan kakiku masuk kedalam ruang operasi. "Periksa secara menyeluruh grafik pasien dan persiapkan diri kalian untuk melakukan operasi ini" Pintaku kepada seluruh Dokter magang. "Kita mulai operasinya sekarang, fokus dan jangan memikirkan apapun dulu, nyawa pasien sangat penting" kataku. "BAIK" Jawab semua dokter magang yang berada di bawa tanggung jawabku. "Messer (Pisau bedah)" Aku lalu membela Perut pasien dan mulai melakukan Operasi Seperti biasa. ■■■■■ Setelah Operasi selesai Aku lalu kembali kerianganku dan melihat dokter Richardo sedang menungguku di dalam ruangan, aku bingung harus bagaimana menanggapinya. "Ada yang bisa saya bantu dok?" Tanyaku. "Apa kamu Punya waktu sebentar? Aku ingin mengatakan sesuatu" jawabnya sembari mennyuruhku duduk di sofa. "Ada apa dok?" "Kamu punya waktu malam ini? Ada yang ingin ku katakan kepadamu, aku harap kamu mau menyempatkan waktumu untuk berbincang denganku malam ini" kata Dokter richardo yang selalu saja berusaha mengajakku keluar. "Baiklah dok, kirimkan saja alamatnya kepadaku, saya akan datang" kataku sembari membuka jas dokterku. "Sebelumnya terima kasih karena kamu sudah mau menyediakan waktumu untukku" kata dokter richardo.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN