28. Kelas F

1073 Kata
"Ya," kata Hana singkat. Ia berdiri lalu bergeser ke pinggir. "Sana lewat," ucap Hana lagi kepada cowok di depannya. "Tapi lo nggak pa-pa," tanya cowok di depannya dengan nada khawatir. "Nggak! Nggak apa-apa. Lebay banget orang biasa aja." Sakitnya sih enggak. Malunya itu yang luar biasa. Itu yang Hana pikirkan saat ini. Maka dari itu ia berusaha membuat cowok itu berlalu saja dan berharap mereka tidak bertemu lagi. Kalau dilihat dari seragamnya, ia bukan anak SMA Galena. Jadi, kemungkinan besar mereka tidak akan bertemu lagi. "Tapi tadi lo marah-marah." Jelas marah lah, orang lo tendang? Jerit Hana dalam hati. "Iya sekarang udah nggak apa-apa. Udah sana." Hana memalingkan wajahnya, tidak mau melihat atau dilihat oleh cowok itu. Terdengar bunyi langkah kaki yang menjauh. Hana menghela napasnya panjang kemudian lanjut mencari kunci motor Tobias yang hilang. "Ke mana sih, ah elah gue nggak mau dicoret dari KK, plis." Tangannya bahkan sudah dipenuhi dengan kotoran karena memegang segala macam barang di sekitarnya. "Permisi." Deg. Suara itu lagi. Hana mengeluh dalam hati. Kenapa orang itu dateng lagi, sih? "Lo nyari ini?" Sebuah uluran tangan dengan kunci yang menggantung di jari berada di depan wajah Hana. Wajah cewek itu seketika berubah. "Ahh, akhirnya ketemu." Hana menyambar kunci itu dan menggenggamnya erat. "Makasih banget ya. Makasih banget lo udah nyelamatin gue. Akhirnya gue nggak dicoret dari KK." "Haha, sama-sama. Anggep itu sebagai ucapan maaf gue yang tadi." "Ngomong-ngomong." Hana menyipitkan matanya. "Kok bisa ada di lo kuncinya." "Gue udah nemuin dan lo curigain gue?" Cowok itu berdecak sambil bergeleng. "Eh enggak gitu. Gue dari tadi nyari dari ujung nggak ketemu bahkan sampe ditendang orang." "Gue nemu di situ." Cowok itu menunjuk lokasi menemukan kunci. "Lo kali tadi kelewat." Hana yakin kalau mata dia udah jeli tadi. Namun, belum sempat menyanggah deringan ponselnya berbunyi. "Halo, iya, Bi. Iya gue ke sana." Hana berlalu melewati cowok itu. Hana harap itu adalah pertemuan terakhirnya. *** "Lo nggak turun?" Tobias mematikan mesin motornya. Ia sudah bersiap untuk menurunkan paksa Hana jika cewek itu berperilaku seperti beberapa hari yang lalu. "I iya ini gue mau turun." Buru Hana loncat turun dari motor itu. Ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Matanya bergerak tak tentu arah. Bibir bawahnya ia gigit menahan diri untuk tidak kelepasan bertanya. "Mau ngomong apa?" Namun, tampaknya Tobias dapat membaca isi hatinya. "Lo kerja sampingan jadi dukun apa gimana?" kata Hana berkelakar. "Cepetan gue mau pulang." Cewek itu menghentikan tawa kecilnya. "Itu lo malam minggu ada acara, ya." Mata Tobias mengerjap. Lalu ia mengangguk. "Sama Viola." Entah kenapa hati Hana mencelos. "Oh, oke have fun, ya." Hana membalikkan badannya hendak masuk ke dalam rumah. "Acara ulang tahun rumah sakit orang tuanya," tambah Tobias. Senyum Hana seketika mengembang. "Oh!" Ia kembali memutar badannya menghadap lelaki itu. "Emang ayah lo nggak ngasih tau? Dia diundang juga kok." "Oh ya?" Tobias mengangguk. "Gue balik dulu, ya. Salam buat Ibu." Kepala Hana mengangguk cepat. "Okey!" Tangannya melambai saat Tobias sudah memutar motornya. "Hati-hati." Tunggu. Ayah ikut ke acara itu, tandanya ia juga bisa ikut ke acara itu dong? "Yash!" Hana reflek loncat sambil mengepalkan tangannya. Setelah ayahnya pulang nanti, Hana akan meminta izin untuk ikut menghadiri acara itu. Bagaimana pun juga, dia kan termasuk temannya Viola. *** "Ck, pagi-pagi grup kelas udah ribut aja sih," gerutu Hana. Tidak biasanya grup sekolah dia yang adem ayem pagi ini terus-terusan berdenting. Setelah menaikki kendaran umum. Hana membuka ponselnya untuk mengecek pembicaraan apa yang tengah dibahas di grup chat kelasnya. Katanya perpindahan siswa dari Galena Terbuka hari ini gess Mau ada anak baru? Dari Galena Terbuka Iya Denger2 masuknya ke kelas kita Wah, tahun ini kelas kita? Padahal kelas kita bukan unggulan loh Nah, iya aneh Ah, Hana pikir ada apa. Ternyata permasalahan anak baru aja. Oh, iya, dia baru ingat kalau setiap tahun akan ada perpindahan siswa berprestasi dari Galena Terbuka ke SMA Galena. Yayasan Galena memang memiliki dua sekolah. SMA Galena dan SMA Galena Utama. SMA Galena diisi oleh anak-anak dari kalangan menengah ke atas. Sedangkan Galena Terbuka diperuntukan bagi siswa kalangan menengah ke bawah. Hana termasuk beruntung bisa ikut masuk ke Galena bersama Tobias. Yap, dia mendapat bantuan pendidikan oleh ayahnya Tobias karena ayahnya adalah orang kepercayaan Irwan. Meskipun begitu, terkadang Hana merasa tidak cocok dengan kehidupan Galena. Untungnya ia masuk ke dalam kelasnya saat ini. Ia tak perlu merasakan bullying yang sering terjadi di drakor-drakor. Mungkin ada beberapa yang memiliki sifat sombong atas kekayaan itu, tapi dibandingkan dengan anak yang humble itu jauh lebih banyak. Hana tidak tahu bagaimana kondisi anak-anak di kelas lain. Angkutan umum yang ia naiki sudah berhenti di depan halte. Hana turun. Dari sini sudah bisa dilihat perbedaannya. Kebanyakan dari anak-anak Galena akan menggunakan kendaraan pribadi bahkan anak dari kelas A ada yang menggunakan sopir pribadi. Terkadang hal-hal semacam inilah yang membuatnya insecure. Yang membuatnya sadar kalau sebenarnya ini bukanlah tempatnya. Ponsel Hana bergetar. Ia mengambil benda pipih itu dari saku jas sekolahnya. Han, gue ijin nggak masuk hari ini. Nanti kalo dibagiin buku tugas bahasa inggris lo simpen dulu ya From Gani Iya, yang lama ya sakitnya Send Anzenk kau From Gani Hana tergelak. Ia yakin, kalau maminya Gani baca chat itu pasti ia habis dilahap. Gani anak tunggal dari pemilik mall terbesar di ibukota. Orang bilang cowok itu anak mami. Tapi, iya, sih. "Hana!" Intan berteriak sambil melebarkan tangannya. "Lo harus tau, Han. Ternyata rumor yang kemaren kita bicarain hampir delapan puluh sembilan persen terjadi." Intan, anak ketiga dari petinggi perusahaan minyak di Indonesia. Kalau Hana menyebutkan latar belakang teman-teman sekelasnya itu, ia jadi ingin menangis dan tertawa saja. Betapa beruntungnya dia bisa satu kelas dengan anak-anak sultan ini. "Fix sih. Lo harus cari ekskul lain. Yang jelas sih sesuai sama minat bakat lo." Kali ini Dira berpendapat. Kaya, nggak pinter-pinter banget, humble. Itulah yang bisa Hana gambarkan untuk keadaan kelasnya. Sebelas IPA F. "Kalian udah pada baca chat kan?" Windi entah dari mana tahu-tahu saja sudah mendekati Hana, Intan dan Dira yang tengah berbincang. "Sumpah deh. Setau gue dan yang udah-udah pindahan dari Galena Terbuka kan masuknya ke kelas A. Kenapa jadi kelas F, deh?" Pertanyaan Sonia membuat teman-temannya yang lain ikut berpikir. "Mungkin kelas kita udah jadi unggulan. Selama satu semester ini nilai rata-rata kelas kita naik." Windi menebak. "Selama di kelas kita masih ada Gani, Rio, dan," Intan melirik ke arah Hana. "Kayaknya nggak mungkin kelas kita nilai rata-ratanya naik." "Terus apa alasannya anak baru itu masuk ke kelas ini?" tanya Hana membuat semuanya terdiam.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN