CHAPTER: 3

1662 Kata
Aku peduli padamu, namun kenapa kau tetap mengibarkan bendera permusuhan padaku ~Romeo Andra Pangestu~ Romeo melonggarkan ikatan dasi di lehernya, yang serasa mencekiknya. Mata Romeo menatap setiap sudut ruangan mansion, mencari sosok wanita yang biasa memakai pakaian panjang warna hitam atau putih yang hampir sama seperti biarawati. Terkadang Romeo tak menyangka bahwa ia akan jatuh cinta pada wanita kepala batu, jarang senyum, dan ketus bernama Damta Karvantara, Romeo tak akan sudi memberi nama Pangestu di belakang nama Damta, karena nama itu menandakan Damta adalah istri mendiang Azam dan Romeo benci kenyataan itu. "Hey kau, sini!" Romeo memanggil acak pelayan yang lewat di depannya, pelayan tersebut berjalan ke arah Romeo sambil menunduk, pelayan itu terus saja bertanya dalam hati kenapa Tuannya memanggilnya, apa ia melakukan kesalahan? "Di mana biarawati itu?" Pelayan itu menghela nafas lega karena ia bukan ingin dimarahi, namun pertanyaan Romeo membuat pelayan itu mengerutkan keningnya. "Di sini tidak ada Biarawati Tuan." Romeo mengutuk dirinya dalam hati, saat ia malah menyebut Damta adalah biarawati, jelas saja pelayan itu tidak tahu maksudnya. "Maksudku Damta, di mana dia sekarang?" "Nyonya Damta sedang berziarah mengunjungi makam mendiang Tuan Azam." "Pergilah," perintah Romeo pada pelayan itu, pelayan itu membungkuk hormat sebelum pergi dari hadapan Romeo. "Kau sangat beruntung kak, walaupun kau sudah meninggal namun namamu akan terus terukir di hatinya, dari kecil kau memang selalu menjadi pujaan siapa pun kak," ucap Romeo berbicara pada foto Azam yang berada di dinding Mansion, walaupun ia tahu bahwa foto itu adalah benda mati. "Lebih baik aku menyusul biarawati itu, ini sudah jam tujuh malam tapi dia belum juga pulang, kemarin dia menceramahiku pulang malam, tapi lihat sekarang dia seakan lupa waktu bila bersama mendiang kakakku walau di kuburan." Romeo tak bisa menyembunyikan kesedihannya saat mengucap kata terakhir dari bibirnya, karena kata itu seakan menegaskan bahwa hanya Azam yang mampu membuat Damta takluk, tidak ada pria lain yang bisa mendapatkan cinta Azam termasuk Romeo sekali pun. Romeo bergegas keluar dari Mansion, lalu menyalakan dan melajukan mobilnya ke arah Pemakaman keluarga besar Pangestu, di mana ada makam orang tua dan leluhurnya di sana. Sesampainya di makam keluarga Pangestu, Romeo tidak langsung keluar dari mobil. Romeo menatap sekitar pemakaman yang sepi, gelap, dan menyeramkan, ia berusaha mencari sosok Damta. "Itu dia di kuburan kakak." Romeo akhirnya keluar dari mobil sport berwarna merah yang ia kendarai, langkah kakinya berjalan ke arah Damta yang terlihat sedang menangis sambil mengusap nisan Azam, tatapan Damta kosong seakan tak ada kehidupan di dalamnya. Bahkan saat Romeo sudah berada di samping Damta, wanita itu tak menyadari kehadirannya atau bisa jadi Damta pura-pura tak melihatnya. Romeo menatap nisan Azam dan Damta bergantian, bohong kalau Romeo mengatakan tak sedih dengan kepergiannya. Romeo adalah orang yang lebih dekat dengan Azam, mereka sudah bersama sejak Romeo bayi, saat orang tua mereka meninggal karena kecelakaan tunggal, sejak saat itu hidup Romeo bergantung pada Azam. Bagi Romeo, Azam adalah ibu, ayah, saudara, dan guru dalam hidupnya. Mungkin Romeo tidak akan menjadi seperti sekarang, kalau Azam tak bersamanya dan selalu mendukungnya di berbagai situasi dan saat Azam memperkenalkan Damta padanya, Romeo merasa seperti iblis karena telah mencintai calon istri kakaknya. "Menangis dan mengutuk kehidupan ini, tak akan membuat keadaan berubah, apalagi menghidupkan orang yang sudah mati, tidak seharusnya kau menyakiti dirimu sendiri." Damta sangat terkejut saat mendengar suara seseorang dari sampingnya, kepala Damta menatap ke atas dan ia bisa melihat Romeo yang juga sedang menatapnya. Damta buru-buru mengalihkan pandangannya dari Romeo, karena Damta risih melihat tatapan Romeo. Damta tak suka dengan keberadaan Romeo, entah dari mana pria itu tahu ia sedang mengunjungi Azam. Bahkan Damta sengaja datang ke makam Azam malam-malam agar ia tak bertemu dengan Romeo, tapi pria itu selalu saja mengikuti dirinya kapan pun dan di mana pun. "Aku pergi dulu ya sayang, aku janji akan mengunjungi kamu besok." Damta mencium nisan Azam, sebelum berdiri dan pergi meninggalkan kuburan Azam, sedangkan Romeo mengikuti langkah kaki Damta dan mencekal tangan Damta, saat Damta malah memilih belok dari pada masuk ke mobilnya. "Lepaskan tanganku, aku ingin pulang." "Pulang bersamaku, sekarang saya sudah malam, tidak baik seorang gadis pulang sendirian." Damta tak bisa menutupi tatapan terkejutnya saat mendengar Romeo menyebutnya gadis, bahkan Damta langsung menoleh ke arah Romeo dan menatap Romeo dengan tatapan terkejut, sedangkan Romeo terlihat biasa saja bahkan sangat santai. "Kenapa kau menatapku seperti itu? Aku tak merasa salah bicara, kau seorang 'gadis' kan?" Damta langsung menolehkan kepalanya ke arah lain, saat Romeo terlihat bermain-main dengan status gadisnya, Damta tahu bahwa Romeo sedang mengejek dan menghinanya yang masih gadis padahal ia sudah menjadi janda. Tangan Damta mengepal kuat saat mengingat kembali pada malam pertamanya dengan Azam, suaminya menolak melakukan malam pertama karena ada tugas keesokan harinya. Kalau saja Damta tahu bahwa itu adalah malam terakhir mereka, maka Damta akan memaksa Azam melakukan malam pertama mereka agar setidaknya ada harapan untuk bisa memiliki Azam kecil yang lucu. Damta sangat merindukan Azam, kalau ia tak bisa memiliki Azam, setidaknya ia bisa memiliki anak bersama Azam sebagai tanda cintanya dengan Azam, namun semua itu tak akan pernah terjadi. "Dengarkan aku Romeo, aku istri kakakmu, jadi panggil aku kakak dan satu lagi kau tak berhak mencampuri urusanku, persoalan aku gadis atau bukan seharusnya tidak pantas kau menanyakannya!" Damta membalas ucapan Romeo dengan nada naik satu oktaf, sambil menatap penuh kemarahan dan menunjuk Romeo dengan jari telunjuknya. Saat berhadapan dengan Romeo, bahkan Damta melupakan etika yang selama ini diajarkan ibunya. "Kalau kau ingin bertengkar denganku setidaknya jangan di makam leluhur keluargaku, cepat masuk ke mobil!" Damta akhirnya memilih masuk ke mobil Romeo karena merasa tak ada pilihan lagi. Dalam hati Damta terus saja menekan rasa dongkol dan kebenciannya pada Romeo, sedangkan Romeo masih dengan senyum tipisnya lalu masuk ke mobil dan mulai mengendarai mobil itu ke arah rumahnya. Keheningan menyelimuti kedua insan itu, Damta lebih memilih memandang keluar jendela mobil yang gelap dan menyeramkan dari pada menatap Romeo yang sedari tadi menatapnya, ingin sekali rasanya Damta mencolok mata kerancang Romeo kalau saja ia tak ingin status di antara mereka. Tak tahan dengan keheningan di antara mereka, akhirnya Romeo mulai bicara. "Kau tak ingin menikah kembali?" Romeo diam memperhatikan gerak tubuh Damta, dan ia tahu bahwa Damta terkejut dengan pertanyaannya bahkan tubuh Damta seketika diam mematung saat mendengar pertanyaannya. "Aku tak berminat untuk menikah kembali, sejak Azam meninggal, aku sudah tak memiliki gairah hidup kembali," jawab Damta sambil menatap sendu ke arah Romeo, lalu kembali menatap keluar jendela mobil. "Kenapa kau bisa sangat mencintai kakakku?" Damta tersenyum sendiri saat mendengar pertanyaan Romeo, ingatan akan pertemuan pertamanya dengan Azam yang menurutnya memberikan kesan buruk, namun malah menjadi awal dari pertemuannya dengan Azam. Romeo tak bisa menahan senyumnya saat melihat Damta menoleh ke arahnya bahkan menghadap padanya dengan senyum manis di bibir Damta dan binar kebahagiaan di mata Damta, namun senyum Romeo hilang saat mendengar apa yang hendak Damta katakan. "Saat pertama kali bertemu dengan Azam, aku langsung mengatakan bahwa Azam adalah pria yang membosankan dan datar, saat itu kami bertemu di supermarket, kau tahu apa yang terjadi?" tanya Damta terlihat sangat senang saat menjelaskan hubungannya dengan Azam, berbeda sekali saat Romeo mengajak Damta bicara tentang hal lain. "Apa yang terjadi?" Seakan tak melihat tatapan sedih dan tangan Romeo yang mencengkram setir mobil dengan erat, karena menahan amarah dalam diri Romeo. Damta kembali melanjutkan ceritanya. "Azam lupa membawa uang saat sudah berada di kasir dengan belanjaannya yang begitu banyak, lalu aku menawarkan membayar belanjaannya. Bukannya terima kasih, dia malah meminta nomor handphoneku, tadinya aku kira dia ingin mendekatiku tapi ternyata dia ingin menghubungiku untuk mengembalikkan uangku. Dan entah takdir atau memang kebetulan, kami lebih sering bertemu dan akhirnya jatuh cinta lalu memutuskan menikah." Mobil yang dikendarai Romeo berhenti di perkarangan mansion keluarga Pangestu, Damta bahkan tak menyadari bahwa mereka sudah sampai sedangkan Romeo tetap diam mendengarkan. "Astaga ternyata sudah sampai, lihat kalau membahas soal Azam, entah kenapa aku menjadi lupa waktu," ucap Damta sambil menepuk keningnya sendiri, senyum indah itu tak hilang di bibir Damta setiap mengingat Azam. Damta hendak turun dari mobil itu namun tangannya dicekal oleh Romeo hingga tubuhnya dan tubuh Romeo saling bersentuhan tanpa jarak. Tatapan tajam Romeo seakan menghipnotis kesadaran Damta, keduanya saling menatap satu sama lain. Tanpa sadar tangan Damta bergerak mengusap pipi Romeo saat sekilas ia melihat kemiripan di mata dan garis wajah Romeo dengan Azam, Damta sadar bahwa di depannya bukanlah Azam namun rasa kehilangan akibat kepergian Azam membuat Damta mengesampingkan kesadarannya dan memilih mengikuti kata hatinya. Begitu pun dengan Romeo, ia mulai berani mengusap bibir Damta dengan ibu jarinya dengan lembut dan terpesona dengan sentuhan Romeo. "Azam." Tanpa sadar Damta menyebut nama Azam saat wajah Romeo mendekat padanya, seketika wajah Romeo berhenti mendekat dan mundur perlahan saat ia mendengar dengan jelas bukan namanya yang disebutkan Damta, melainkan nama kakaknya. Damta yang mulai mendapat kesadaran otaknya langsung pergi dari mobil Romeo, namun lagi-lagi Romeo menarik tangan Damta dan memeluk Damta dengan erat, membuat jantung Damta berdetak dua kali lebih cepat di pelukan hangat Romeo. Damta tahu ini salah, namun ia malah membalas pelukan Romeo tidak kalah erat dengan terus menyebut nama Azam tanpa peduli atau tahu rasa sakit yang dialami hati Romeo, setiap nama Azam disebut oleh bibir Damta. Romeo menghirup aroma lavender rambut Damta, aroma yang sangat wangi dan menyejukkan dirinya membuat Romeo merasa nyaman berada di dekat Damta. Romeo berusaha meyakinkan dirinya untuk mengatakan pemikiran yang ada di otaknya, ia sudah tak peduli lagi bila nantinya ia akan sakit hati karena keputusannya sekarang, yang terpenting adalah Damta menjadi miliknya. Romeo melepaskan pelukan di antara mereka, lalu mencengkram kedua sisi pipi Damta agar Damta menatap dirinya begitu pun dengan Romeo yang menatap Damta. "Jadikan aku bayangan Azam, anggap aku Azam, aku siap. Tapi jangan pernah tinggalkan aku, setidaknya terima aku dalam kehidupan kamu walaupun aku harus jadi orang lain, aku siap asal aku bisa bersama kamu Damta. Perasaan ini membuat aku gila, aku gila karena cinta aku sama kamu Damta, apa pun akan aku lakukan demi bisa bersama kamu, walaupun aku harus menjadi Azam." Tangerang, 27 Januari 2020
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN