Chapter 1
"Mas... Mas... aku gagal lagi," desah Bunga setelah melihat hasil testpacknya. Ini sudah tespacknya yang ketiga bulan ini, ia sudah berulang kali mencari cara untuk hamil. Tiga tahun bukan waktu yang sebentar untuknya menunggu diberikan kepercayaan menimang sang buah hati.
"Apa kita kedokter lagi,yah?" tanya Bunga sendiri. Ia sudah duduk di samping suami yang sejak tadi sibuk membaca koran.
"Mas... dengerin aku gak, sih!" desisnya ke Ilham-suaminya. Ia kesal karena Ilham nampak tak memperdulikan keluh kesahnya.
Terlihat Ilham menghela nafasnya kasar, tangannya menutup koran yang sejak tadi ia baca.
"Buat apa sayang? kitakan baru tiga bulan yang lalu periksa. Hasilnya bilang kalau kita berdua sehat. Hanya Allah yang belum mengijinkan kita menimang buah hati, jadi kamu sabar,yah" katanya sambil mengelus lembut surai Bunga. Ilham sungguh mencintai Bunga. Ia bukan tak ingin menuruti kemauan Bunga. Tapi ia ingin menjaga perasaan Bunga, Ilham takut, Bunga kembali kecewa lagi dan lagi. Andai seorang anak dapat dibeli, mungkin ia telah menghadiahkan ke Bunga sejak lama. Meskipun hanya karyawan kantoran Ilham terbilang sukses, ia sudah memiliki segala hal dalam hidupnya rumah, mobil, tabungan, apartemen. hanya satu yang tak ia miliki... seorang anak.
"ahk... kamu! selalu saja jawabannya begitu" dengus Bunga kesal ke sang suami. Ia ingin sekali saja merasakan menjadi wanita sempurna menggendong anak dan mencurahkan cinta seutuhnya.
Bunga berjalan ke dalam kamar, di dalam sana ia bermaksud sholat Dhuha. Ingin meminta ke sang Khalik seorang anak, do'a yang tak pernah putus ia ucapkan.
'Ya Allah, ijinkan aku merasakan memiliki anak, jika seandainya KAU tak mengijinkan aku mengandung biarlah, tapi beri aku kesempatan merawat anak, aku berjanji akan menjaganya. Ya Allah aku mohon kabulkan doaku' pintanya. Ia sudah berputus asa untuk memiliki anak dari rahimnya sendiri. Bahkan Ningsih temannya, yang menikah lebih telat darinya sekarang sudah dikarunia anak laki-laki bernama Leonard.
---
Pagi ini Bunga bersiap ke kantor dengan malas ia bersiap pergi, hari ini ia tak ditemani Ilham karena Ilham memiliki janji dengan rekan kerjanya, sekarang Bunga harus berangkat kerja sendiri. Waktu menunjukan pukul 9 pagi, seharusnya ia sudah sampai kantor tapi rasa malasnya membuat ia memutuskan untuk jalan jam 11 pagi.
"Biarlah hari ini aku ijin datang terlambat" gumamnya sendiri.
suasana jalan yang dilewati Bunga sangat lenggang. Jam segini kebanyakan orang berada di tempat kerja, di sekolah ataupun di rumahnya. Ia sengaja jalan pelan, sesaat ia mendengar tangisan bayi.
"Owaa.. owaaa.." begitu lemah namun cukup didengar oleh Bunga seorang. Ia berjalan menelusuri asal suara, bermodal mempertajamkan pendengaranya ia sampai pada satu tong sampah. Ia yakin dirinya sedang tak berhalusinasi. Sesampainya ditong sampah itu, ia membuka pelan bungkusan yang sangat besar. Terlihat seperti baru saja dibuang. Dengan hati-hati ia membuka bungkusan tersebut. Betapa terkejutnya Bunga saat mengetahui isi kantong tersebut. seorang anak yang sangat cantik. segera Bunga membawa anak tersebut kepelukkannya. Ia berlari seperti orang gila, matanya berkaca-kaca menahan haru. Inikah jawaban dari Allah atas doanya?
Setelah dekat daerah rumahnya, Bunga kembali jalan sambil mengendap-endap. Bunga masuk ke rumah dengan masih membawa anak tersebut, ia berniat segera memandikan gadis kecil yang baru ia temui. Bau sampah sangat menggangu penciumannya sejak tadi. Baunya bahkan sampai menempel pada kulit bayi. Bunga heran sendiri siapakah orang yang begitu kejam membuang bayi cantik dalam selimut itu?.
setelah selesai memandikan sang bayi, Bunga menidurkan bayi tersebut, beruntung ia memiliki beberapa baju bayi karena sangat inginnya ia memiliki bayi. Ia memakaikan baju bayi itu dengan hati-hati, hari ini ia memutuskan untuk tak bekerja. Bahkan jika ia harus keluar kerja sekalipun, itu tak masalah bagi Bunga. Matanya masih menatap lekat bayi tersebut. Seolah tak pernah rela melepaskannya lagi. Baru kali ini ia merasa karunia yang sungguh Indah dari Allah.
Bunga berniat memberikan kejutan untuk Ilham. Ia sengaja tak menelpon Ilham, ia sudah tak sabar melihat reaksi Ilham. Bunga juga sudah membeli s**u formula dan beberapa perlengkapan bayi menggunakan jasa kurir. Ia tak mau keluar membawa bayi tersebut dan nantinya akan ada yang merampas bayi itu kembali. Katakanlah Bunga egois.
Sekitar pukul 6 sore Ilham pulang. Bunga menyambut Ilham dengan mendekap lembut anak tersebut.
"Lihat nak, ayah pulang" gumamnya kegirangan melihat Ilham.
"bayi siapa?" reaksi pertama Ilham melihat bayi tersebut.
"bayi kita, Mas" sahut Bunga yang masih bahagia.
"Jangan bercanda Bunga" Ilham merasa hari ini lelah luar biasa, dan ia masih harus menghadapi kelakuan Bunga.
"Ini benar bayi kita, Allah yang memberinya langsung untuk kita" sahut Bunga tak mau kalah.
"Bunga, aku serius." Kini Ilham sedikit membentak Bunga. Ia takut orangtua bayi itu sedang menunggu bayi itu pulang.
"Bayi ini aku temukan di tong sampah tadi saat aku ingin jalan kerja, dan artinya sekarang anak ini. anakku, aku yang memunggutnya dan tak ada yang bisa mengambil kembali. Bahkan orangtua kandungnya." balas Bunga berapi-api. Ia pikir, reaksi Ilham tak akan sejutek ini. Setidaknya laki-lak itu akan ikut bahagia.
"gak bisa... ayok kita pulangkan bayi ini, atau kita bawa dia kekantor polisi" Ilham menarik tangan Bunga. Spontan Bunga melepaskan pegangan Ilham dengan kasar.
"Kamu gak bisa lakuin ini sama aku, ini anakku. Kamu gak boleh misahin aku sama dia" teriak Bunga histeris, Ia bahkan sudah menangis sesengukkan. melihatnya membuat Ilham mengendurkan pegangannya, di peluknya Bunga dengan sayang, bagaimanapun juga ia begitu mencintai Bunga. dan tak akan tega melihat istrinya menangis.
'Biarlah malam ini ia membiarkan Bunga untuk memiliki bayi itu, ilham kemudian berjalan masuk ke kamar meninggalkan Bunga dengan bayi tersebut di ruang tamu.
saat Ilham sudah selesai mandi ia masih melihat Bunga yang tersenyum bahagia menatap anak tersebut.
"Kamu gak makan?" tanya Ilham sambil mengeringkan rambutnya yang masih basah dengan handuk.
"Kamu makan ajah duluan Mas, aku masih mau gendong bayi kita" sahut Bunga kembali riang.
setelah di kamar,
"Kamu gak capek gendong bayi itu terus?" sarkas Ilham.
"Hehehe.. yah gaklah Mas, ini yang aku harapakan sejak lama. Coba kamu lihat wajahnya, cantik sekalikan. Bulu matanya bahkan mirip sama kamu, Mas. lentik" balas Bunga bangga.
"Heeeh... mana mungkin mirip aku, diakan bukan anakku" ilham masih belum mau menatap bayi polos itu.
"Iih.. gak percaya coba lihat" atas saran Bunga, sedikit demi sedikit Ilham memperhatikan wajah bayi itu. Begitu mungil dan bersih, Ilham memperkiraan usia bayi itu sekitar 5 hari dilihat dari masih merahnya kulit dan pusarnya yang belum puput.
seulas senyum hadir di bibir Ilham, tangannya terjulur ke pipi gembil bayi itu. Tanpa sadar ia juga memainkan tangan bayi itu sedikit menguncangkannya.
"Tuhkan... Mas suka jugakan" telak Bunga sambil tersenyum. Membuat Ilham tersadar akan sikapnya.