Kontrak Kerja

1038 Kata
Starla tersenyum tengil sambil menatap pantulannya di cermin kamar mandi. Ia buru-buru ke dapur untuk menyiapkan sarapan. Ya! Starla akan membuatkan Daniel sarapan. Hanya saja, untuk memperbaiki moodnya yang rusak. Starla akan sedikit bereksperimen. "Masukan micin dan garam secukupnya," gumam Starla. "Hemm. Sepertinya kurang. Tidak baik seseorang terlalu pintar. Jadi...." Starla memasukan lebih banyak micin. "Emh. Daniel pernah bilang kalau dia suka makanan dengan rasa yang kuat. Kalau begitu...." Kecap asin, garam, kaldu, dan bermacam bumbu dapur lainnya membaur dengan sempurna pada tumis capcai ala Starla. Dibuat dengan tulus untuk meracuni penikmatnya. "Yah, kelebihan," beo Starla saat menuang capcai ke wadah. "Sayang sekali kalau dibuang. Tapi, aku juga tidak mau memakannya." Matanya menerawang. Memikirkan sesuatu. Lalu ide gila pun muncul. "Membuang makanan itu dosa. Jadi akan lebih baik diberikan ke orang lain." Senyum Starla mengembang sembari memikirkan orang yang kelak akan ia temui siang ini. Ia pun sigap membungkus dengan rapi capcai wujud kebencian itu ke tupperwere. Hari ini dua laki-laki akan menjadi korban masakannya. "Sayang." Tubuh Starla terperanjat ketika merasakan perutnya disentuh tangan besar dari belakang. Bertahan untuk tidak menampar adalah hal yang harus dilewati Starla pagi ini. "Kamu masak?" "Hum." "Wah. Istri ku hebat." "Pergilah cuci muka setelah itu duduk di meja makan. Aku akan menyiapkannya." "Baiklah sayang. Aku tidak sabar ingin makan masakan mu. Kira-kira sudah tiga atau empat--" "Cepatlah, mau sampai kapan kamu memeluk ku seperti ini? Aku tidak bisa bergerak bebas." "Hahaha. Oke-oke sayang." Daniel terfokus pada tupperwere di samping Starla. Sebelum menanyakan sayangnya Daniel sudah digiring masuk ke kamar mandi. "Haruskah aku menuntunmu setiap hari seperti anak TK?" Sungut Starla dibuat-buat. Cubitan manis di hidung Starla dapatkan. Sepertinya pura-pura bersikap manjanya berhasil mengelabuhi Daniel. "Mau sekali!" jawab Daniel. Ia menarik tubuh Starla. Hampir bersentuhan dan membisikan sesuatu, "apalagi kalau sekalian dimandikan," lanjut Daniel sensual. "Jangan menggodaku. Cuci muka. Aku akan menunggu di tempat makan," ucap Starla santai. Padahal hati rasanya ingin menendang kema*uan laki-laki ini. Starla berhasil lepas dari Daniel. Ia menuju dapur sambil mendumel, "mau dimandikan? Hah! Saat kamu mati dengan senang hati kumandikan!" Mereka telah menempati kursi makan. Starla memandang Daniel dengan tatapan semangat tanpa dibuat-buat. "Cobalah. Aku sudah lama tidak masak. Mungkin rasanya agak aneh." "Seaneh apapun rasanya pasti akan kumakan. Karena ini first time istri ku membuat sarapan untuk ku." Cengir Daniel positif. "Hehe. Aku senang mendengarnya. Habiskan ya! Aku akan sedih jika kamu tidak menghabiskannya." Kemudian Starla menuangkan banyak sekali capcai ke piring Daniel. Lalu, hap! Satu suapan masuk. Mau tau bagaimana respon Daniel? Ia diam sejenak. Rahangnya tak kuasa mengunyah. Rautnya kentara sekali kalau makanan itu benar-benar makanan terburuk yang pernah masuk. "Bagaimana?" tanya Starla. Sengaja agar Daniel menelan supaya dia bisa berbicara. "Hum, yummy!" Komentar Daniel dibuat-buat. Tersanjung? Jangan salah paham! Walaupun Daniel menyembunyikan kenyataan rasa buruk makanan itu. Bagi Starla usaha itu sia-sia. Kebalikannya, Starla justru beranggapan dengan kemampuan ini ia bisa mencapai titik sekarang. Lain di mulut lain di hati! Manusia munafik! "Syukurlah. Aku akan memasakan sarapan setiap pagi," ucap Starla semangat. "Ah, tunggu!" cegah Daniel. "Kenapa?" "Aku tidak mau kamu bangun pagi hanya untuk menyiapkan sarapan. Selain itu...." Daniel menggenggam lembut jemari Starla, "aku tidak ingin tangan ini terluka." "Baiklah, kamu memang selalu pengertian." Final Starla setelah menimbang. Akan gawat jadinya kalau Daniel masuk rumah sakit saat keadaan perusahaan masih gonjang-ganjing. Lebih baik Starla menahan diri saja. "Tapi, dalam seminggu setidaknya aku akan membuatkan sarapan sekali. Bagaimana?" tawar Starla. Tidak ingin melepaskan kesempatan menyiksa Daniel. "Ha? Emh... baiklah. Sekali seminggu." Mereka mengakhiri sarapan pagi. Starla mengantar hingga depan lift. Daniel mengatakan hari ini akan menemani koleganya berkeliling kota. Tidak apa, Starla tidak akan curiga walau Daniel izin ingin menemani lumba-luma melahirkan sekali pun. Ketika kepercayaan itu pergi maka rasa peduli pun akan ikut pergi. Kemudian jam sepuluh tepat Starla akan menemui target makanan jadi-jadian yang kedua--Aldebara Adamson. **** Di hadapan Starla kini sudah ada Adamson dengan wajah tengil seperti biasa. Kadang Starla risih dengan tatapan yang terus-terusan mengarah padanya tanpa berkedip. Seperti orang m***m! "Saya kemari untuk menindaklanjuti kontrak kerja sebagai asisten Anda selama tiga bulan," ujar Starla membuka pembicaraan. "Baguslah pikiran mu tidak terkontaminasi zat asing mengingat siapa orang yang berada di dekat mu." Starla tidak menggubris. Perkataan Adam memang sering ngalor ngidul tidak jelas. Sulit dipahami tatanan otaknya terbuat dari apa. Unik dan juga aneh dalam satu waktu. "Kalau begitu langsung saja. Saya tidak ingin mengganggu Tuan Adamson yang sedang beristirahat." "Wait! Aku tidak keberatan diganggu. Jadi santai saja." Senyumnya tengil. "Waah lihatlah awan di sana. Bukankah mirip kelinci? Emh...." Adam memiringkan kepala, "atau helikopter?" "Bagaimana menurut mu?" tanya Adam. Starla memandang datar, orang ini masih sama. Menyebalkan dan aneh! "Jika Tuan meyakini itu kelinci maka akan jadi kelinci. Sebaliknya jika Tuan meyakini itu helikopter maka akan jadi helikopter. Ada yang bilang, bentuk awan adalah perwujudan imajinasi kita," jelas Starla tanpa melihat sekali pun awan di luar sana. "Hemm, kalau begitu aku ingin memastikan bagaimana kamu melihat awan di sana." Mau tidak mau Starla menoleh. Tempat yang mereka singgahi saat ini berada di lantai empat sebuah rumah sakit swasta. Pemandangan kota mentereng indah dari balik kaca bening. Begitupun langit biru dan beberapa gumpalan awan. Starla menatap lekat satu-satu awan yang tidak bergabung dengan awan lainnya. Begitu kecil dan kesepian. Bukan imajinasi yang keluar. Justru Starla merasa awan itu adalah dirinya. "Aku...." "Aku?" tanya balik Adam membuat Starla tersadar. Starla menggeleng. Fokus Starla! Fokus! "Maaf, bagi ku awan itu terlihat seperti kelinci," dusta Starla. Asal ucap. "Hemm...." "D-dari pada itu, lebih baik kita langsung ke poin utama. Aku punya persyaratan selama menjadi asisten mu." Starla mengacungkan selembar map merah berisi poin-poin perjanjian. Adam memandang tidak suka lalu membuka map itu. * Waktu yang ditentukan tiga bulan dari kontrak ini ditanda tangani. *Dilarang melakukan pelecehan. Baik verbal maupun non verbal. *Tidak ada kegiatan malam. *Untuk menghindari isu miring dari kedekatan dua belah pihak. FG Group dan DIB Group akan melakukan kerja sama di salah satu anak perusahaan. Kerja sama diselenggarakan atas permintaan Starla Faranggis. *Jika di kemudian hari ada pihak yang melanggar maka akan dikenakan sangsi berupa persen saham. Dihitung berapa banyak kesalahan dalam tiga bulan. Kira-kira begitu isi kontraknya. Hanya saja beberapa poin cukup membangkitkan pertanyaan di benak Adam. Senyumnya mengembang syarat akan makna. Seperti binatang buas baru saja menemukan mangsa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN