Adam melihat Tuan Robert dan Theo sedang menikmati Brandy hasil distilasi buah-buahan. Katanya lounge ini memiliki Brandy terbaik.
"Hallo Tuan Robert. Maaf sudah membuatmu menunggu," sapa Adam.
Keduanya berbalik. Theo pun langsung menyambut dengan turun dari kursi.
"Hoho. Tidak apa. Aku tidak ingin mengganggu aktivitas bersenang-senang mu. Lagi pula kita bertemu untuk melihat acara lelang bersama bukan?"
"Benar Tuan. Acara sebentar lagi akan dimulai. Bukankah lebih baik kita mengambil nomor urut dulu?"
"Baiklah."
Dibantu Adam dan Theo, Tuan Robert digiring menuju aula hotel. Acara lelang barang bersejarah akan segera terlaksana. Para jutawan dan arkeolog dari manca negara sudah mengantri untuk mengambil papan nomor.
"Sepertinya ini akan menjadi nomor keberuntungan ku," ucap Robert disela mendudukan diri.
"Semoga saja. Tidak sedikit pecinta barang antik dari berbagai kalangan yang hadir malam ini. Walaupun begitu aku berharap Tuan Robert mendapatkan Guci Dinasti Qing yang Tuan inginkan."
"Wah, aku jadi merinding hanya karena mendengar kamu menyebutkan benda itu. Barang-barang antik ini seperti melewati waktu. Menyaksikan kematian para pemiliknya tahun demi tahun. Ah, aku ingin menjadi salah satunya," ucap lansia berumur enam puluh tahun itu.
Robert adalah pecinta barang antik bersejarah. Terutama budaya timur. Ia tergila-gila sampai nekat menghabiskan milyaran dollar.
Acara dimulai dengan peredupan lampu penonton. Hanya panggung utama yang disoroti penerangan.
Setelah jajaran barang antik diperkenalkan. Tiba saatnya alam rimba kekayaan dimulai. Ya! Saat ini adalah waktu di mana para penonton mengajukan banding harga untuk memperebutkan kepemilikan barang.
Lalu, waktunya giliran Guci Dinasti Qing yang menjadi primadona utama malam ini.
"Ini adalah Guci Dinasti Qing. Terdapat motif bunga dan ikan yang unik di tengahnya. Selain itu benda yang diperkirakan berumur lebih dari 100 tahun ini terdapat segel Kaisar Qianlong yang memerintah pada tahun 1644-1912."
"Untuk guci bersejarah ini kami akan membuka harga dari 1 juta dollar."
"1,3 juta dolar!"
"1,4 juta dolar!"
"1,5 juta dolar!"
"2 juta dolar!" saut Robert tidak mau kalah.
Diam menyelimuti aula. Semua mata tertuju pada Robert.
"Sepertinya ini akan menjadi kemenangan Tuan Robert," bisik Theo.
"Tidak semudah itu," balas Adam. Matanya menyipit melihat sosok di depan sana.
Itu Billy Arnault, CEO utama yang membawahi 70 mode fashion ternama termasuk Louis Vuitton dan Sephora.
"Kudengar dia juga mengincar benda ini," gumam Adam.
Theo hanya bisa menebak-nebak isi pikiran bosnya. Berharap ia tidak membuat sensasi seperti yang sudah-sudah.
"Tuan, saya harap Tuan tidak melakukan hal gila seperti yang terakhir kali."
Ingatan Theo kembali pada masa di mana Adam mengeluarkan puluhan jutaan dolar untuk membuat CEO dari Aga Group bersujud di depannya. Bosnya benar-benar arogan. Entah kenapa sifat arogan yang harusnya menghancurkan seseorang justru membuat Adam kebanjiran investasi.
"2,1 juta dolar." Suara bergaung dari kursi di depan sana.
Dugaan Adam benar. Itu Billy.
"2,2 juta dolar!" sahut Robert.
"2,3 juta dolar."
"2,4 juta dolar!" saut Robert kembali, "Sial! Aku tidak bisa menawar lebih dari ini," gumam Robert setelahnya.
"2,5 juta dolar!" balas pria matang di depan sana. Nadanya santai. Seolah tahu akan menang.
"Tidak ada lagi yang menawar? Baiklah maka guci ini akan dimiliki oleh---"
"4 juta dolar!" pekik seseorang.
Semua mata tertuju ke sumber suara. Pemilik mata tajam dan wajah kokoh itu menginterupsi semua perhatian hingga tak ada satu pun yang berbicara.
Sedangkan Theo, terpantau ia duduk lemas menyandar pada kepala kursi. Bosnya berulah lagi.
"Baiklah, 4 juta dolar. Ada yang ingin menawar lagi?"
Diam membisu. Ini adalah kemenangan mutlak Adam.
Acara telah selesai. Diakhiri dengan jajaran peragawati membawa barang lelang.
Adam dan lainnya menuju ke backstage. Melakukan p********n dan mengklaim hak miliknya.
"Aku tidak menyangka kamu menginginkan benda ini juga. Aku seperti ditusuk dari belakang," ucap Robert. Ada tatapan memuja ketika benda berbingkai kaca itu tepat di hadapannya.
"Yah, sebenarnya aku lebih menginginkan kepercayaan seseorang dari pada benda ini."
Spontan Robert menoleh, "kamu--"
"Tolong tuliskan nama Tuan Robert Fatinson di sertifikat kepemilikannya," titah Adam pada petugas lelang.
"Kamu yakin memberikannya pada ku?"
"Aku sangat menghargai kesetiaan. Akan kuberikan apapun untuk orang-orang ku yang setia."
"Tapi... ini bahkan melebihi keuntungan yang kamu peroleh dari kerjasama kita."
"Sama seperti mu yang mencintai barang antik. Aku juga akan melakukan segala cara agar orang-orang ku betah bersamaku. Terimalah dan menjadi salah satu pemilik dari benda bersejarah ini."
"Aku tidak tau harus bilang apa. Terimakasih saja tidak cukup. Aku akan berusaha yang terbaik untuk membalasnya. Kamu sangat mirip dengan Fernan. Tidak! Kamu berhasil melampaui ayah mu."
Setelah mengantarkan Robert selamat sampai hotel. Adam berniat menjemput kekasih satu malamnya sebelum pudar berkat teguran seseorang.
"Tuan Presedir!"
Adam menoleh dan mendapati Theo melotot ngeri, "bagaimana anda akan bertanggung jawab dengan ini?" tunjuk Theo pada barisan nol di debit ponselnya.
"Haha... itu urusan nanti. Aku sibuk," balas Adam disertai cengengesan.
"Argh! Bisa gila aku!" pekik Theo tak tertahankan setelah tubuh Adam menghilang.
Sedangkan Adam, ia sudah melalang ke tempat yang dijanjikan. Kamar VIP hotel Ritz Carlton.
Saat acara lelang tadi. Adam menerima notifikasi dari nomor baru. Senyumnya mengembang nakal sembari mengetik tempat menghabiskan satu malam.
Tanpa disadari Theo mencuri lirik. Bola matanya melengos malas ketika sadar isi chat-nya dengan seorang wanita.
Lalu mereka menghabiskan malam. Mencapai titik kepuasan bersama. Angin malam menjadi saksi panasnya ranjang dipenuhi peluh dan lenguhan.
Sebatang rokok tengah dihisap. Adam duduk bertumpu paha pada tepi spring bed.
Di belakangnya seorang wanita tengah mendengkur halus terbalut bed cover. Percayalah, tak ada sehelai benang pun di baliknya.
Seketika Adam ingat janji kepulangannya pada sang Ibu--Sayu ke tanah kelahirannya di Indonesia.
Padahal Adam tidak suka tempat itu. Terlalu banyak aturan berkat budaya timur yang mengedepankan tata krama.
Berbeda dengan di sini. Ia bebas berpetualang. Yah, walaupun begitu Adam tetap akan pulang. Mengingat dia Sayu. Wanita pertama yang berhasil membuat Adam jatuh cinta tanpa syarat.
Adam beranjak mengambil ponsel di nakas. Dahinya mengerut berkat banyak pesan yang masuk melalui w******p-nya.
Ia mengabaikan hal itu. Seraya duduk di kursi tunggal dekat jendela. Laki-laki berbalut handuk kimono dengan dadanya sedikit terekspos itu iseng membuka i********:.
Media sosial yang sudah lama tidak ia buka. Senyumnya menungging karena melihat beranda dipenuhi ucapan selamat atas pernikahan seseorang.
"Hoo. Akhirnya dia menikahi pengemis itu," sarkas Adam. Matanya menyorot pada gambar seorang gadis tengah tersenyum dengan balutan gaun pengantin.
"Bodoh sekali!"
"Yah, ini akan jadi keuntungan ku juga."
Dengan mata tertutup pun seorang Adamson taju topeng di balik senyum palsu Daniel. Hanya saja, Adamson itu picik. Ia tipe orang yang akan menjatuhkan lawan dengan cara apapun.
Dengan gadis itu menikahi pria tidak jelas. Adamson bisa dengan mudah menghancurkan perusahaan keluarga itu sekali serang. Dan mengendalikan Starla. Gadis yang sempat dijodohkan dengannya saat masa kanak-kanak dulu.