7. Mengalah

3174 Kata
“Bawa anak anak Ra!!” papa Prass bersuara lagi setelah melotot pada suamiku dan bang Nino. Aku dan kak Non hanya diam menonton. Mau gimana lagi?. “Pah…” rengek bang Nino. “Belum selesai tugas mereka pah” sanggah suamiku. Ganti mama Inge yang melotot pada suamiku dan bang Nino. “Mau sampai kapan?. Mau sampai anak anak kalian sakit?” tanya mama Inge galak. Bang Nino berdecak. “Sakit darimana sih?, masih pagi, panas aja belum” sanggah bang Nino. “Bagus mah buat kesehatan” tambah suamiku. Aku melihat gimana kak Maura menatap abang kembar. “Aduh eyang…tangan abang sama kaki abang pegel banget…” rengek Erdo menjeda dengan duduk di rumput. “Aku juga eyang…kepalaku pusing, perutku laper, belum badanku aroma ketek….” rengek Barra ikutan dengan duduk di rumput. “Kita mau meninggoy rasanya….” rengek Erdo lagi. Rasanya aku mau ngakak melihat kelakuan kedua anakku. Papa dan ayahnya yang melotot dan kak Non menunduk menyembunyikan tawanya. “Tuh eyang!!, kasihan abang kembar” Kimmy bersuara lalu seperti Maura yang membantu abang kembar berdiri. “Astaga…drama…” keluh bang Nino memijat keningnya. Dan suamiku malah terbahak. Baru aku terbahak dengan kak Non. Bang Nino yang tahan tidak tertawa seperti papa Prass dan mama Inge. “Bawa mandi kak!!” perintah mama Inge. Menurutlah kedua kakak kembar. “Yuk de, mandi sama kakak” ajak Maura sambil melirik ayahnya yang geleng geleng. “Hadeh…kenapa kecil kecil hoax” keluh bang Nino begitu kakak kembar membawa jagoan kembar berlalu. “HOAX APA!!!” bentak mama Inge galak. Mingkem lagi dong kedua hot papa. “Apa gak cukup dengan mereka di hukum skorsing, nulis buku dan kalian tahan handphone mereka?” omel mama Inge galak. Suamiku sudah diam, bang Nino yang kelihatan tidak puas. “Mah!!, waktu aku buat masalah seumuran mereka, mama hukum aku nyapu halaman yayasan eyang sebulan!!” sanggah bang Nino. Mama Inge tertawa lalu melotot lagi. “Harus itu!!” jawab mama Inge santai. “Gak Fair” cetus bang Nino. “Bagian mana?” suara papa Prass. Suamiku tetap diam. “Mama yang mesti rayu guru dan kepala sekolah berdua papa Narez, supaya kalian tidak di skorsing. Trus kamu juga bohong pura pura sakit, supaya eyang ti hentikan hukuman” jawab mama Inge. “Aku lama loh mah, nyapu halaman yayasan, dua minggu, mana luas banget” sanggah bang Nino. “Oya?” ejek mama Inge. “Bukan temanmu berbuat criminal bantu kamu nyapu, dan upahin anak anak yayasan buat kerjakan tugas hukumanmu?” sanggah papa Prass. Baru bang Nino dan suamiku ngakak. “Tau ternyata No” desis suamiku. Kedua orang tua kami melotot lagi. “Belum hoax lain lagi” tambah mama Inge. Bang Nino dan suamiku saling menatap. “Kamu juga nyium gadis teman sekelas kalian seperti Nino kan?” cecar papa Prass pada suamiku. Suamiku ngakak. “Bokap tau Ren!!” cetus bang Nino ngakak. Papa Prass dan mama Inge geleng geleng. “Harusnya mikir sebelum bohong sama orang tua” omel papa Prass. Bang Nino berdecak. “Ya elah pah, masa lalu itu, zaman jahiliyah” sanggah bang Nino. “Kalo kelakuan bangormu aja mesti di ikhlaskan lupa” protes mama Inge. “Papa cabut hukuman si kembar jagoan” putus papa Prass. Suamiku dan bang Nino kompak memutar matanya. “Mau protes?, di banding kelakuan bangor kalian, kelakuan bangor abang kembar lebih pantas di maafkan. Mereka tidak mencabuli anak orang, malah mencegah dari di cabuli orang, masalah mereka berantem tinggal kalian nasehati kalo itu salah. Lagipula anak anak, ngerti kalo mereka salah menghajar teman temannya” ceramah papa Prass. Baru bang Nino diam seperti suamiku yang memang selalu tidak berani membantah papa Prass dan mama Inge bicara. “Hukuman menyandra gadget mereka, papa rasa sudah memberikan efek jera. Anak milenial, pasti suntuk gadget mereka di tahan. Gitu aja gak ngerti” lanjut papa Prass. Masih diam suamiku dan bang Nino. “Non!!, Kez!!, nunggu apa, sana ganti baju!!” perintah mama Inge. Baru suamiku dan bang Nino bereaksi. “Mau kemana?” tanya bang Nino. “Gak mah, masa bawa istri dan anakku ngungsi” protes suamiku. Mama Inge menghela nafas. “Trus kalian mau gimana kalo mama bawa istri dan anak kalian pindah ke rumah mama?” tantang mama Inge. “Mah…” rengek mereka berdua. “Cuma jalan jalan, setelah mereka berdua harus berdamai dengan ketidakwarasan kalian. Yang satu suka banget kurung istri di rumah, yang satu masih boleh istrinya keluar rumah, tapi mesti banget bawa anak anak, kapan istri kalian me time” jawab mama Inge. Aku dan kak Non bersorak. “Aku temanin” cetus bang Nino. “Aku juga” kata suamiku. “GAK!!” jawab mama Inge. Mereka berdua melotot. “Mah, nanti Noni banyak yang lihatin, keceh istriku mah” protes bang Nino. “Tau” jawab mama Inge santai. “Mah!, Kezia repot kalo anak anak ikut dan aku gak temenin” protes suamiku. Papa Prass menggeram. “Tinggal bawa suster dan papa bawa selusin bodyguards untuk bantu papa mengawasi orang supaya tidak melihat Noni” jawab papa Prass Bang Nino berdecak. “Kimmy sama Ara pasti ikut, kurang pah” jawab bang Nino. “Asalamulaikum!!” Dan kami menemukan Timmy, pacar kakak Kimmy mendekat dengan baju santai. “Timmy…” desis bang Nino. Timmy tersenyum lalu mencium tangan kami semua. “Bodyguard andalan sudah datang untuk kawal Kimmy dan Maura, sudah terbukti handal karena sudah menjaga kakak kembar dari kecil” kata papa Prass sembil menepuk bahu Timmy yang tertawa pelan. “Kamu gak kerja?” omel bang Nino. “Kalo iya kenapa?” tantang mama Inge. Bang Nino memutar matanya. “Dia kerja di GW pun, lebih banyak jadi bodyguard Kimmy, di banding gambar gedung!!. Kalo kamu pecat Timmy, biar mama tarik ke Sumarin Grup untuk ajarin Noah. Begitukan Schazt…” rengek mama Inge manja pada papa Prass. Timmy tertawa melihat bang Nino cemberut melihat papa Prass mengangguk. “Aku sudah kerjakan tugas gambarku dan aku sudah kasih om Saga, om Nino” kata Timmy sopan. “Terniat sekali ambil kesempatan jalan sama Kimmy” ejek bang Nino. Timmy tertawa lagi sambil mengusap tengkuknya. “Gak apa sayang, kamu kayanya butuh holiday, setelah di paksa kerja trus bagian om  Nino” bela kak Non pada calon mantunya yang keceh dan soleh plus merangkul lengannya. “Non…pacar Kimmy…” protes bang Nino. Timmy dan kak Non tertawa. “Ayo Tim sama eyang cari kembar!!, mama tunggu kalian juga ganti baju” pamit mama Inge merangkul bujang tampan ke arah rumahku. Aku dan kak Non mengangguk. “Kez…ada kopikan di rumahmu?” tanya papa Prass. Aku tertawa. “Ada pah, mau ngopi?” tanyaku sambil merangkul lengannya. “Kirain rumah segede ini gak ada kopi, suamimu kerjanya ngapain aja?, suruh jadi tukang kebun aja” ejek papa Prass. Aku ngakak berdua kak Non. “Biasanya cari bodrek, keren amat cari kopi” ejek bang Nino masih aja. Papa Prass yang di pertuan agung terbahak. “Ayo Kez, papa pening…Non…papa tunggu di rumah Kezia” pamit papa Prass sambil mengajakku beranjak setelah kak Non mengangguk sambil tertawa. Aku abaikan suamiku yang mengekor kami berdua sampai masuk rumah. Di ruang tengah mama Inge dan Timmy sudah ngeteh. “Sana ganti baju, papa minta kopi sama mamamu aja” perintahnya. Aku mengangguk. Aku pikir suamiku ikutan duduk, ternyata dia mengekorku ke kamar. “Ngapain ikut?, aku belum cabut embargo si Dodo” kataku melihat dia menutup pintu kamar. Dia cemberut sambil mendekat. “Aku mesti mastikan kamu gak cantik banget” jawabnya. Aku tertawa. “Ya ikut aja” sahutku lalu beranjak ke walk in closetku. Dia mengekor. “Kamu gak dengar mama larang aku ikut” keluhnya. “Mau nyapu ya?” ejekku. Dia berdecak. “Coba dari awal ngalah aku rayu, pasti gak akan begini jadinya” kataku. “Ya elah Neng…” keluhnya. Aku tertawa lagi lalu membuka bajuku. “Hadeh….mama Zia malah pamer nenen, kenceng mama…” keluhnya. Aku tertawa lalu memakai gaun yang aku pilih. “Resletingin Yang!!” pintaku. Dia menurut dengan enggan. “Aku nurut berhentiin hukuman anak anak, tapi cabut ya embergo Dodo” rengeknya sambil membantu resleting gaun selututku. “Aku pertimbangkan” jawabku. Dia berdecak lagi. “Neng…ya elah Neng…lemes si Dodo gak di charger” keluhnya lagi tepat aku duduk di depan meja rias. “Biar tidur aja sekali kali, kamu bilang mau jadi habib” ejekku. Cemberut lagi papa Dodo dan aku tertawa. “Hadeh…ngapa keceh amat sih mah!!. Rugi aku kamu cantik buat di tonton orang. Di rumah aja, dasteran” omelnya. “Bukannya malah gampang buat kamu ajak si Dodo main?” jawabku. Dia memutar matanya. “Malah di ingetin sih Yang” omelnya. Aku terbahak lalu melanjutkan dandan. “Gak usah di gambar mukamu. Alis di lempengin, muka di bedakin, masih perlu juga pakai perona pipi” keluhnya. Aku abaikan sambil tertawa lalu memakai lipstick. “Hadeh…seronde dulu deh mah….Noni juga pasti ngangakang dulu, secelup, baru kampret lepas” rengeknya. Aku ngakak lalu bangkit dan memperbaiki gaunku. “Neng…” rengeknya. “OGAH!!. KEBUDAKAN!!” jawabku. Suamiku menghela nafas. Aku buru buru keluar kamar setelah memasukan barang barangku ke tas. Anak anakku sudah ganteng di dandani kakak kembar dan duduk berderet dengan mereka. Timmy masih duduk di samping mama Inge. Papa Prass tentu saja duduk di sofa single sendiri, yang di pertuan agung. “Kak Non belum rapi?” tanyaku khawatir mesti nunggu dia menjinakkan sultan kampret. “Ayo Neng!!” suara kak Non dan sudah cantik dengan outifitnya yang keren. Jeans ketat dan blus bahan rajut lengan panjang yang keren plus epatu hak tidak terlalu tinggi. Begitu aja keceh. Bodynya seperti bukan emak emak usia hampir setengah abad. Bang Nino aja terlihat tidak rela melepas kak Non pergi. “Kunci mobil Ren!!” pinta bang Nino. “Eh siapa bilang kamu di ajak” jeda mama Inge yang bangkit di bantu Timmy. “Mah…Tata masa gak di ajak, aku jemput Tata doang” kata bang Nino. Mama Inge tertawa mengejek. “Lalu dengan alasan menemani Tata, akhirnya kamu ikut?, GAK!!, kami yang jemput Tata” sanggah mama Inge. “Masa iya jemput Tata kaya rombongan sirkus” ejek bang Nino. Kami ngakak melihat perdebatan bang Nino dan mama Inge. “Lah daripada pergi sama ayah kaya rombongan orang piknik ke gunung” sanggah Maura. “Mana mungkin” sanggah bang Nino. “Itu kalo pergi sama ayah, mesti banget bekel makanan sama minum dari rumah. Pergi sama eyang gak perlu begitu. Eyang bisa beli Alfa!!” jawab Kimmy. Papa Prass terbahak dan bang Nino cemberut. Padahal itu cara bang Nino mencegah anak anak makan cemilan macam chiki dan coklat. Dia bilang takut anak anak caries gigi, dan mencegah anak anak minum minuman kemasan, jadi bekal air mineral dari rumah. “Ayo Eyang jalan, dengerin ayah kelamaan, bisa bedug Isya baru rapi” ajak Maura merangkul bahu Erdo. Kimmy merangkul bahu Barra menyusul Maura dan Erdo. Timmy sudah di booking mama Inge. Aku dan kak Non buru buru merangkul lengan papa Prass setelah mencium pipi suami kami masing masing. “Dah sayang…” pamit kak Non. “Yang akur ya nyapu halamannya…” ejekku. Papa Prass terbahak. “Kehormatan sekali bisa di rangkul ibu ratu dan ibu president” ejek papa Prass saat kami beranjak menyusul yang sudah beranjak duluan. Terdengar decakan dua hot papa walaupun mereka juga mengekor kami.  Mobil mobil sudah siap dengan pintu terbuka saat kami tiba di teras rumahku. Papa Prass mengajak mama Inge masuk mobil dengan dua bodyguards. Timmy sudah anteng di balik kemudi dengan kak Maura dan anak anakku di bangku belakang. Kimmy pasti di sebelah pacarnya. Aku dan kak Non sudah bersiap masuk mobil sedan mewah hitam mengkilat yang di supiri bodyguard juga dan satu boadyguard lain, belum mobil belakang kami yang mengangkut satu PRT dan satu suster anak anakku yang membawa perlengkapan mereka di supiri supirku. Baru satu mobil depan belakang yang memuat masing masing 4 bodyguards. Rempong sebenarnya pergi dengan yang di pertuan agung dan ibu suri. “Non Ingat!!, gak pecicilan, gak makan bakso yang kelewat pedas, dan jangan gak angkat telponku” ancam bang Nino. “Ya…” jawab kak Non lalu mencium bang Nino sebelum masuk mobil. “Kamu juga, awas pisah sama anak anak. Enak aja kaya perawan, anakmu tiga dan suamimu di rumah” ancam suamiku. “Ya….Om….” jawabku malas. Dia melotot dan menarik tengkukku lalu mencium bibirku sampai aku gelagapan. Bang Nino ngakak melihat kelakuannya. “Masih aja gak sadar kalo elo emang om om buat Neneng” ejek bang Nino. Suamiku mendengus kesal dan membiarkan aku yang masih megap megap karena ciuman mendadaknya. “Lah elo masih aja gak sadar kalo elo hamba sahaya kanjeng nyai ratu bule” balasnya mengejek. “ASALAMUALAIKUM!!” pamitku menjeda obrolan sakit jiwa mereka berdua lalu masuk mobil. “Walaikumsalam” jawab mereka berdua tepat pintu mobil di tutup. “Masih aja sakit jiwa” keluhku setelah iringin iringan mobil menjauh lalu keluar rumah besarku. Kak Non menatapku lalu kami terbahak dan berhigh five. “Kerenkan aksi perawan gue?” komen kak Non. Aku tertawa. “Udah gue perkirain mereka bakal ngadu sama mertua gue. Jadi gue tinggal nunggu waktu. Dari dulu Neng!!, mertua gue tempat terakhir kala butuh pertolongan lepas bentar dari dua lelaki sakit jiwa” kata kak Non lagi. Aku tertawa. “Kita emang semenderita itu ya kak Non jadi bini tuh dua laki?” tanyaku. Kak Non tertawa. “Menderita sih gak, cuma sesekali butuh holiday dari dua laki sakit jiwa yang punya cinta gila. Biar otak kita waras bentar buat gila lagi hadapin kegilaan mereka. Emak emak kita doang kali, punya laki tajir melintir, tapi tiap hari di rumah terus, kalo pun keluar di kawal mulu, kaya anak ilang. Tapi buat kita lepas tuh laki, rugi Neng!!. Keceh badai, setaraf sultan, belum lagi soleh bener. Trus bibit unggul lagi. Kalo kita nikah sama yang lain, belum tentu anak anak kita keceh. Iya gak sista?” jawab kak Non lalu terbahak. Aku ikutan terbahak. Benar sih, emang bisa gila kalo hadapi suami kami masing masing. Yang satu dari dulu takut banget lepas bininya keluar rumah karena takut bininya di lihatin orang. Kan percuma ya punya bini keceh kalo di simpen di rumah doang. Lalu suamiku yang masih kasih aku keluar rumah, mesti banget bawa anak anak dan sekompi dayang dayang. Lalu dengan alasan takut aku repot urus anak anak dan kecapean, ujung ujungnya susul aku dan aku di kawal juga. Belum bagian kami berdua harus ngakang mulu, dan bapak suami triping di depan kaki kami yang ngakang atau ngos ngosan di atas tubuh kami. Mending tau waktu dan tempat, kapan pun dan tempat yang tidak tepat untuk telentang aja, harus bersedia. Percaya gak kalo aku cerita, kalo aku mesti banget ngakang di dalam mobil setelah masuk garasi rumah, sepulang aku ikut suamiku kondangan?. Semua gara gara aku pakai gaun kemben pendek dan suamiku bilang jadi sagne lihat penampilan cantikku. Gilakan?, sampai gak sabar untuk kami sampai kamar, perlu banget usir semua pembantu dari garasi mobil cuma buat kami ngos ngosan dalam mobil, pasangan lain gitu gak ya?, yang ngos ngosan pakai baju lengkap dan berharga ratusan juta?, eh gak deh, mesti banget sobek gaunku. Lalu setelah selesai tempur bingung gimana bawa aku ke kamar. Lah gaunku jadi kain perca di tangannya, jadilah aku mesti nunggu di mobil berselimut jasnya, sampai suamiku kembali dengan baju tidurku dan aku pakai di dalam mobil baru dia gendong aku yang terkapar ke kamar. Aku tidak tau persisnya gimana kalo kak Non hadapi bang Nino. Pasti bang Nino lebih gila. Lebih tepatnya mereka sama sama gila. Aku masih nolak kalo suamiku sudah mulai grepe grepe selain kami sedang berdua dan di ruangan tertutup. Kak Non dan bang Nino, depan orang aja, santai cipokan trus. Ada aja alasan yang membuat mereka berdua harus selalu berakhir cipokan. Dimana pun ya!! dan di depan siapa pun. Anak anakku sampai terbiasa dengan kelakuan ayah dan bundanya. “Ayah…bucin…” paling mereka protes begitu. Kalo sama papanya baru mereka ngomel. “Pah…mama jangan di cium trus. Nanti bibir mama kaya ikan mas koki” protes Erdo. “Tau papa!!, nanti bibir mama kaya mama Adis yang manyun trus” protes Barra. Adis atau Gladis Sumarin Tedja itu adik kandung bang Nino, anak bontot papa Prass dan mama Inge. Sepupu suamiku juga. Nanti aku cerita soal si bontot keluarga kami. Nah protes Tata lain lagi, kalo melihat papanya sibuk mencium mamanya. “Aku gak di sayang…mama doang, aku demo sih pah!!” protes ratu Rania. Papanya paling terbahak lalu sebagai hukuman harus menciumi pipi Tata sampai dia terbahak lalu balas menciumi pipi papanya, dan merengek tidur bareng papanya. Jadilah suamiku jarang cium aku di depan anak anak. Lebih takut rengekan Tata yang minta tidur bareng, dan membuat Dodo mesti tidur dan bukan tempur dengan mama Zia. Kembali ke acara jalan jalan dengan yang di pertuan agung, memang benaran layaknya keluarga kerajaan yang sedang jalan jalan dengan rombongan hulubalang dan dayang dayang, tiba di parkiran sekolah Tata dan abang kembar, kami jadi pusat perhatian banyak mata yang juga bersiap menjemput anak anak mereka sekolah. “Aku sama bang Timmy yang jemput Tata ke dalam. Abang kembar pegangin eyang kung jalan ke masjid, Kimmy jagain eyang uti, mama sama bunda jangan pecicilan, ayah sama papa gak ikut, nanti di tawar orang” perintah Maura galak di bagian akhir. Aku dan kak Non tertawa lalu mengekor yang lain menuju masjid sekolah anak anakku di kawal bodyguards. Sudah absen Zuhur, walaupun yang di pertuan agung dan raja di raja, tetap aja butuh sujud pada yang lebih tinggi tingkatannya. Ada yang bisa mengalahkan juga yang di pertuan agung raja di raja. Jadi jangan sombong untuk kalian yang masih setaraf sultan, apa lagi yang cuma sultan kaleng kaleng. Dua sultan di rumah aja kompak mengirim pesan, tepat aku dan kak Non selesai pakai mukena dengan anak anak perempuan kami, dan mama kami, juga dayang dayang dan muslimah lain di masjid. Jagoan kembarku sudah bergabung dengan eyang kakungnya dan jamaah lelaki lain di depan, juga calon menantu soleh kami. ABSEN NENG!!, ajak anak anak, juga papa mamaku cari jannah!!.Love you!! Itu pesan suamiku, aku tersenyum. Lalu melirik kak Non yang juga tersenyum menatap layar handphonenya. ABSEN NON!!, bukan papaku sultan yang sebenarnya!!, cari sultan yang sebenarnya!! Lewat sujud. Anakku jangan lupa di ajak, juga papa mamaku.Love you!! Setelah itu kami jadi mengajak anak anak gadis kami dan mama kami selfie dan kami kirim pada ayah dan papa mereka sebelum iqomat terdengar, baru papa dan ayah mereka balas dengan emot hati banyak banget. Cerita acara jalan jalannya besok lagi ya, kami sujud dulu…
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN