CERMIS 1 : KERAJAAN GAIB? (12)

1962 Kata
Episode  : Jerat yang manis (2) Shania merasakan hatinya bagai tengah ditarik-tarik dengan demikian kuatnya, oleh sebuah kekuatan yang tak kasat mata. Sebuak kekuatan yang mengarahkan dirinya untuk sesegera mungkin mendekat ke tepian danau Ariya. Seperti ada sesuatu hal yang sangat penting dan mendesak untuk ia lakukan. Bersaing dengan selintas perasaan seperti dirinya tengah dinantikan oleh Seseorang di sana. Ini bukan sekadar mirip dengan saat dirinya masih bekerja dan dikejar-kejar tenggat waktu. Daya tarik yang sekarang dirasakan oleh Shania, jauh lebih besar dari itu. Dan lucunya, justru tiada perlawanan sama sekali darinya. Bagi Shania, ini semacam tawaran cuma-cuma dan amat berharga, pula! Karenanya, Shania berpikir sungguh pantang untuk dilewatkan begitu saja.            “Wuaaah..., luar biasa! Menyenangkan sekali tempat ini. Bentangan pemandangan di sekitarnya sungguh indah. Ini yang dibilang spektakuler! Benar-benar tempat yang tenang dan melenakan. Dan air danau Ariya ini benar-benar jernih. Airnya lumayan dingin.., namun menyegarkan,” gumam Shania pelan. Menanggapi hasrat yang muncul tak terbantah dari dalam hatinya, Sang Pengantin Baru itu tergerak untuk membungkukkan badannya. Sesaat setelahnya ia bahkan memutuskan untuk berjongkok saja supaya posisi wajahnya lebih dekat dengan danau. Dengan kedua telapak tangannya yang terbuka, diraupnya air danau. Dibasuhnya paras cantiknya. Manfaat dari tindakannya langsung didapatkan oleh Shania. Ia merasa wajahnya jauh lebih segar setelah ia basuh dengan air danau yang amat tenang dan nyaris tanpa riak itu. Bak seorang Bocah kecil yang baru saja mendapatkan mainan yang telah sekian lama dia dambakan, Shania sampai kegirangan karenanya. Nyaris dirinya melonjak kegirangan karena merasa tengah dimanjakan oleh air danau Ariya. Ia menepuk-nepukkan telapak tangannya ke kedua belah pipinya sendiri. Senyum lebar terulas di bibirnya. Tak berselang lama setelahnya, ada sebuah perasaan yang menyelinap dengan demikian bebas ke dalam hatinya. Terus merasuk secara cepat, tanpa hambatan sama sekali. Perasaan yang sulit ditentangnya, apalagi dimengerti olehnya. Dari mana datangnya, dan apa pula alasannya. Semua melampaui batas alam pikirnya. Perasaan yang melanda Shania sekarang adalah sebuah perasan seperti baru saja kembali ke tempat dirinya berasal setelah demikian lama melanglang buana. Sungguh ganjil dan sulit dicerna oleh Shania. Ya, perasaan seolah dirinya tengah berada di rumahnya sendiri, tepatnya di rumah idaman itu kian menguat jua. Tiada terhindarkan. Dari detik ke detik, rasa itu menjalar bebas ke setiap sel-sel tubuhnya. Perasaan yang membuat Shania tersenyum lebar dan terlupa sepenuhnya bahwa sejatinya ia harus sesegera mungkin kembali ke tempat seharusnya dia berada sekarang, tak lain ke kediaman Fabian, Sang Suami. Pulang. Ya, pulang. Kembali ke rumah mewah itu untuk menuntaskan rangkaian acara yang belum usai. Selagi dirinya menyerap dalam-dalam nuansa teduh serta rasa damai yang menyelusup bebas hingga ke dasar hatinya yang terdalam, mendadak saja muncullah sebuah pengalih perhatian. Ada sekelabatan bayangan yang nampak kian nyata. Sontak Shania merasa terusik. Gerakan refleksnya aldah memusatkan pandangan matanya ke satu arah tertentu. Sepasang mata Shania langsung menangkap adanya bayangan seekor kelinci putih bersih nan lucu. Entah dari mana datangnya, mendadak saja obyek berwarna putih itu ada di sana. Ia bahkan tak sempat berpikir bagaimana mungkin tidak ada sedikit saja suara yang mengawali kehadiran sang Pembuat distraksi, seekor Kelinci yang hanya sejarak satu meter saja darinya. Anehnya lagi, mata kelinci itu menatapnya, seolah terang-terangan hendak berinteraksi dengan dirinya. Tentu saja Shania terusik. Tak mungkin ia mengabaikan godaan ini begitu saja. Sontak Shania bergerak sedikit bergeser. Sengaja dia melakukan hal itu dengan amat pelan, demi mengantisipasi kemungkinan sang kelinci menjauh bahkan berlari meninggalkan dirinya. Sejauh ini aman. Si Kelinci yang menjadi targetnya seperti tidak menyadari gerakan yang dibuat Shania, membuat Shania berbisik dalam hati, “Hm. Kena kamu! Diam-diam di situ ya!” Maka pada saat yang dirasanya tepat, dengan gerakan super pelan dan sangat hati-hati, Shania mengulurkan tangannya. Ia bermaksud hendak membelai bulu-bulu lembut di tubuh kelinci tersebut, lalu jika ternyata kelinci itu jinak, ia akan membawanya serta. Dia yakin. Suaminya tidak akan keberatan barang sedikitpun. Akan tetapi ternyata perkiraannya keliru. Kelinci itu menampakkan reaksi yang berbeda dengan harapan Shania. Sang kelinci terlihat terkejut dan refleks berlari menjauh darinya. Shania tercekat. Ia kaget luar biasa. “Hei! Jangan lari kelinci lucu!” seru Shania. Refleks, ia berlari mengejar sang kelinci yang ternyata begitu gesit. Shania terus berusaha mencari keberadaan kelinci tersebut dengan tatapan mata yang ia layangkan ke segenap tepian danau. Ia juga menyempatkan berhenti sejenak demi mendengarkan adakah suara gesekan dedaunan yang diakibatkan pergerakan si kelinci. Saking penasaran, ia sampai melakukannya beberapa kali. Namun, hasilnya nol besar. Kelinci tadi bagaikan seekor kelinci gaib saja, yang lenyap tanpa bekas. Shania mengembuskan napas kecewanya. “Uh! Jadi niatnya tadi itu cuma mau menggoda aku saja, ya? Tapi kok lincah sekali Kelinci itu?” gerutu Shania sebal. Ia menggaruk-garuk kepalanya, lantas mengalihkan kembali perhatiannya kepada permukaan air danau yang bagai tengah melambai genit kepadanya. Hatinya sedikit terhibur karenanya. “Hm, dasar itu kelinci! Ya sudah deh, nggak apa-apa. Lebih baik aku mencelupkan kakiku juga ke danau ini. Pasti kesegaran airnya bakal merayap sampai ke seluruh tubuhku. Ya, selagi aku berada di sini, kan? Kapan lagi ada kesempatan baik begini, coba? Aaaaah! Di kota mana bisa aku merasakan yang seperti ini. Kak Fabian itu sungguh payah. Pelit waktu dia. Bisa-bisanya dia tidak pernah mengajakku kemari setelah resmi memacariku dan bahkan mendapatkan isyarat lampu hijau dari Orang tuaku. Huh, jangankan saat pacaran, sesudah kami menikah saja dia masih berkeras tak mau mengajakku singgah barang sesaat kemari. Makanya, mumpung tidak bersama dia, biar saja kupuaskan sekarang mereguk keindahan dan ketenangan tempat ini,” gumam Shania sendirian setelahnya. Tanpa pikir panjang Shania langsung mencelupkan kakinya secara bergantian ke permukaan danau Ariya. Hati Shania terasa puas, terhibur serta girang sekarang. Seolah-olah dia telah memutuskan hal yang terbaik bagi dirinya. Sepertinya dalam waktu singkat, dia segera melupakan rasa kesal karena lupa telah di-pehape oleh seekor kelinci barusan. Sang Pengantin baru ini sungguh merasakan keasyikkan tersendiri. Saking dirinya tengah bersemangat, Shania sampai bersenandung sendirian. Dia tak memedulikan lagi Farah yang jatuh tertidur untuk diajak berbagi keindahan ini. Ah. Diabkan tinggal di desa ini, dia pasti sudah sering menikmati kesegaran air danau ini, kan? Biarkan saja dia istirahat dulu. Kalau aku kan baru pertama kali ini, bisik hati Shania. Lalu sekonyong-konyong, Shania merasa ada sebuah kekuatan besar yang menariknya kakinya ke dalam danau. Tentu saja Shania tersentak. Anehnya, Shania tak kuasa untuk melawan atau bahkan sekadar berteriak demi meminta pertolongan kepada Farah yang tengah terlelap menyandarkan diri ke sebatang pohon. Shania bahkan tak dapat meluapkan desakan rasa panik di dadanya lantaran takut tenggelam ke dalam danau yang tak diketahuinya seberapa dalam itu. Mulut Shania bagai terkunci rapat. Dan yang lebih mengherankan lagi, dalam jangka waktu yang terbilang singkat, yia merasakan bahwa seluruh tubuhnya telah berada di bawah permukaan air danau. Tak sengaja matanya menatap ke bawah. Di sinilah ia tahu bahwa dasar danau masih cukup jauh. Tentu saja Shania ketakutan setengah mati. Akan tetapi pada momen berikutnya, sebuah pemikiran melintas di benaknya. Shania disapa oleh rasa heran berbalut kagum. Ia baru sadar, dirinya yang tak dapat berenang itu, ternyata dapat bernapas dengan baik di dalam air dan sama sekali tidak tenggelam. Ia malahan bebas menggerak-gerakkan kedua tangan dan kakinya. Fakta yang sungguh mengguncangkan perasaannya! Rasa herannya bertambah kala menyadari matanya juga dapat melihat dengan baik, apa saja yang ada di depannya. Ia malah seperti tidak sedang berada di dalam air. Shania melihat ada tanaman seperti lumut, ada ikan-ikan kecil yang melintas di depannya. Ia juga tidak merasakan perih pada matanya. Padahal, ia tidak memakai kaca mata renang dan semacamnya untuk melindung matanya. Hei! Aku..., aku tidak tenggelam! Ternyata danau ini tidak semenakutkan yang kuperkirakan. Di dalam danau ini juga tidak segelap yang kupikirkan. Wah! Pengalaman yang mendebarkan sekaligus mencengangkan buatku! Dan apa yang di depan itu? Aku harus mencari tahu! Pikir Shania. Pandangan mata Shania tertuju pada percik cahaya yang semakin lama semakin besar lagi terang. Cahaya gemerlapan yang seolah sedang menyambut kedatangannya. Cahaya  yang sepertinya bahkan sengaja menjemput serta mengarahkan dirinya. Semakin ia bergerak maju, semakin banyak yang ia lihat. Ada cahaya besar, ada letupan-letupan seperti bola air yang mendidih tetapi tidak mengenai tubuhnya. Ada pula bentuk-bentuk yang menyerupai kembang api. Meriah sekali. Lantas, telinga Shania mulai mendengarkan sebuah kidung yang dilantunkan oleh sejumlah Wanita secara bersahutan. Shania.., o Shania! Shania.., o Shania! Wahai junjungan kami! Shania! Shania! Yang Mulia Shania! Selamat datang! Selamat datang di Kerajaanmu oh Shania! Shania..., oh Yang Mulia Shania...! Kami telah lama menantimu! Menantimu membuat kami dilanda rindu Tetapi ‘kan tiba saatnya O Shania, kita akan bersama Selamanya, selamanya Kemarilah, Shania! Kemarilah, jangan berlambat! Persiapkan dirimu oh Shania! Jangan ragu dan jangan malu! Ijinkan kamu menyambutmu dalam pesta meriah pada saatnya kelak! Saat dimana kami semua menjadi Abdimu! Abdimu yang paling setia, yang siap melayanimu selalu Shania.., o Shania! Shania.., o Shania! Lekaslah..., temuilah kami...! Otomatis Shania mengerutkan keningnya. Shania siapa? Aku, maksudnya? Atau kebetulan ada yang bernama Shania? Atau bisa jadi aku salah dengar? Siapa..., siapa saja yang melantunkan kidung itu? Sepertinya banyak orang dan suaranya bersahutan, tapi mengapa tidak satu saja dari mereka yang terlihat olehku? Padahal aku merasa suara mereka cukup jelas dan cukup dekat denganku! Ya oke, walau di beberapa bagian terdengar timbul tenggelam. Kadang suaranya terasa dekat sekali, kadang agak menjauh. Ah, mungkin pengaruh arus air danau, pikir Shania dalam bingung. Ia segera menoleh ke sekitarnya untuk mendapatkan jawaban pasti. Setali tiga uang dengan usahanya mengejar dan mendapatkan si kelinci beberapa saat lalu, kali ini dia juga tak mendapatkan jawabannya. Saat inilah Shania mendadak merasakan pertentangan yang hebat di dalam hatinya. Ada penolakan besar dalam dirinya tanpa dia tahu apa sebabnya. Alangkah berbedanya dengan perasaan teduh serta nyaman yang ia rasakan ketika berada di tepi danau tadi. Dia merasa ada janggal. Ia merasa..., ini  - semua – tidak – benar! Shania mencoba berontak dari kekuatan yang seolah konstan menarik serta menuntun pergerakannya itu, tetapi celakanya dia tak mampu. Dalam keadaan demikian, justru lamat-lamat lantunan kidung yang terdengar di telinganya, kini terdengar semakin nyaring dan menggetarkan perasaan Shania. Bila tadi dia dapat menangkap dengan jelas kata-kata yang mereka ucapkan, kini telinganya mulai mendengar kidung yang berbeda, baik temponya maupun kata-katanya. Walau tak mengerti bahasa apa yang diucapkan dalam kidung tersebut, Shania dapat merasakan, ada kekuatan besar yang mengarahkan langkah kakinya untuk terus maju, tanpa jeda barang satu detik saja. Shania memberanikan diri untuk menatap sisi kanan dan kirinya. Ia melihat seperti banyak kain warna-warni yang melambai gemulai terus-menerus, seolah ada sekumpulan Penari yang menggerakkannya secara serempak. Ia bertanya-tanya di dalam hati, apakah para Penari ini pula yang saat ini tengah melantunkan kidung baginya? Ataukah Yang lainnya, yang belum tertangkap oleh pandangan matanya? Ada kalanya ujung kain itu menyentuh wajah Shania. Sentuhan yang teramat lembut, sentuhan yang seringan bulu, bagai belaian, tetapi malah menghadirkan rasa tidak nyaman setelahnya. Shania tak mau dibuat penasaran terus menerus begini. Ia bertindak. Kedua matanya begitu nyalang memelototi salah satu ujung kain, berharap dapat menemukan siapa gerangan Sosok yang melambai-lambaikan kain tersebut dan seolah sengaja untuk menyentuhkannya ke wajahnya beberapa kali. Namun apa daya, lain yang ia harapkan, lain pula yang didapatkan oleh Shania kemudian. Sebelum dirinya sempat untuk memergoki Siapa saja yang tengah menggerak-gerakkan secara konsisten semua kain tersebut sehingga membentuk berbagai gerakan menarik serta aneka formasi yang ciamik serta membiusnya, hal lain telanjur dialaminya. Aroma wewangian nan aneh serta terasa menyengat, telanjur menyergap indra penciuman Shania. Tajamnya aroma wewangian itu lebih dari sekadar ampuh untuk menarik perhatian serta membuyarkan konsentrasi yang dimiliki oleh Shania. Mulanya aroma tersebut memang seperti sepintas lalu saja, tapi toh lambat laun aroma itu kian menguat jua. Shania bak terbius karenanya. Sudah begitu, sepertinya terdapat kekuatan magis yang luar biasa kuat di dalam aroma tersebut, dan sama sekali tak mampu dihindari oleh Shania. Berangsur-angsur, Shania merasakan kepalanya pening, memberat dan kian memberat. Dia tak tahu pasti, apakah lantaran dia teelalu banyak menghirup aroma wewangian itu, ataukah lantaran sebab yang lainnya. Dia sungguh tidak dapat memahaminya, dan tak sempat berpikir apa-apa lagi.                                                                                                      * * Lucy Liestiyo * *
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN