09 - Keputusan Anna.

2297 Kata
Anna yang sudah berada di dalam restoran lantas mengedarkan pandangannya ke segala penjuru arah, mencari meja yang masih kosong. Tapi sayangnya, semua meja dalam keadaan terisi penuh. Wajar saja jika restoran dalam keadaan ramai, sebentar lagi waktunya makan siang. "Ternyata tempat ini semakin ramai," lirih Anna sambil tersenyum tipis. Sejak Juan pergi tanpa pamit, Anna tidak tidak pernah mau lagi mendatangi restoran tersebut, alasannya tentu saja karena Juan. Restoran tersebut menyimpan banyak sekali kenangan manis antara Anna dan Juan, jadi Anna tidak mau mendatangi tempat yang malah semakin mengingatkannya pada Juan. "Permisi, Kak, ada yang bisa saya bantu?" Anna menoleh sambil berbalik ke arah pelayan yang baru saja menyapa sekaligus bertanya padanya. "Mba, apa di lantai 2 masih ada meja yang kosong?" Pelayan tersebut baru saja akan menjawab pertanyaan Anna, tapi Juan sudah terlebih dahulu menyela. "Tidak usah, Mba. Kemarin malam, saya sudah melakukan reservasi." Anna dan pelayan tersebut menoleh pada Juan yang kini berdiri di samping Anna. "Maaf, Kak, reservasinya atas nama siapa ya?" "Atas nama Juan." "Sebentar ya, Kak, saya cek dulu." Juan hanya mengangguk, lalu menoleh pada Anna yang sejak tadi menatapnya dengan tatapan tak bersahabat. Juan tahu, Anna pasti kesal padanya. "Kita butuh tempat yang lebih privasi Anna, karena itulah Kakak memesan ruang VVIP. Kita tidak mungkin mengobrol di ruang terbuka seperti ini, kan?" "Terserah Kakak," lirih Anna sambil memalingkan wajahnya ke arah lain. Anna awalnya kesal, tapi setelah mendengar ucapan Juan, apa yang Juan katakan memang benar, mereka butuh tempat yang lebih tertutup. Juan dan Anna lalu di antar ke ruangan VVIP yang tadi malam sudah Juan pesan. Anna baru saja akan duduk saat Juan tiba-tiba menarik tangan kanannya, lalu mendorongnya ke dinding. Anna tidak merasakan sakit ketika punggungnya membentur dinding, karena Juan menggunakan tangannya sebagai alas. Anna terkejut, sampai rasanya ingin sekali memarahi Juan. Juan menatap intens Anna, sama sekali tidak takut dengan tatapan tajam yang Anna berikan. "Jangan mendekat!" Peringat Anna penuh ketegasan. Kedua tangan Anna bertumpu di bahu Juan, menahan tubuh Juan agar tidak semakin mendekat. "Kak, minggir," desis Anna sambil mendorong Juan agar menjauh. Sayangnya, dorongan yang Anna lakukan sama sekali tidak berarti apapun. Juan tidak mengidahkan peringatan yang Anna berikan. Juan malah semakin merapatkan tubuhnya pada Anna. "Kak, jangan terus mendekat!" Anna kembali memperingatkan Juan, tapi sama seperti sebelumnya, Juan tidak peduli pada peringatan Anna. Anna memalingkan wajahnya, menghindari tatapan intens Juan. Dalam hati Anna berdoa, semoga saja Juan tidak mendengar detak jantungnya yang berdebar sangat cepat. Ini adalah kali pertama Anna dan Juan berada dalam jarak yang begitu dekat lagi setelah hampir 2 tahun mereka tidak bertemu, jadi wajar saja jika Anna gugup, sekaligus salah tingkah ketika Juan terus menatap intens dirinya. Juan meraih dagu Anna menggunakan tangan kanannya, membuat wajahnya dan Anna kembali saling berhadapan. Juan membelai bibir bawah Anna menggunakan ibu jari tangan kanannya sambil terus menatap intens mata Anna. Sentuhan yang Juan lakukan menimbulkan sensasi aneh yang baru pertama kali ini Anna rasakan. Tanpa sadar, Anna mencengkram kuat bahu Juan. Semakin lama, belaian Juan semakin intens, membuat rasa gugup Anna semakin besar. Rasa gugup bukan hanya dirasakan oleh Anna, tapi Juan juga merasakannya. Bukannya menghindar, Anna malah memejamkan matanya, menikmati setiap perlakuan Juan. Reaksi yang Anna berikan membuat Juan berpikir jika Anna tidak akan menolak apa yang akan ia lakukan. Juan memiringkan wajahnya, saat itulah Anna bisa merasakan deru nafas hangat Juan yang menerpa wajahnya, begitu juga Juan yang bisa merasakan hembusan nafas Anna. Aroma nafas Anna masih sama seperti dulu, dan Juan akui, jika ia sangat merindukannya. Juan bukan hanya merindukan aroma nafas serta tubuh Anna, tapi Juan juga sangat merindukan semua tentang Anna. Awalnya, Juan hanya berniat untuk mengecup bibir Anna, tapi ketika melihat tidak adanya penolakan dari Anna, Juan akhirnya memberanikan diri untuk melumat bibir ranum Anna. Ini adalah kali pertama Juan dan Anna berciuman, jadi keduanya sama-sama gugup. Semakin lama, ciuman Juan semakin dalam dan menuntut, bahkan suara dari bibir mereka yang saling beradu terdengar sangat jelas. Hati Juan berbunga-bunga, bahagia karena Anna sama sekali tidak menghindar ataupun menolak ciumannya. Juan merangkum wajah Anna menggunakan tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya mendorong tubuh Anna agar semakin merapat dengan tubuhnya. Anna baru saja akan membalas ciuman Juan ketika ucapan Anton tiba-tiba terngiang-ngiang dalam benaknya. "Ingat, Sayang, Juan sudah bertunangan!" Anna memundurkan wajahnya, lalu berpaling ke arah lain, membuat tautan bibirnya dan Juan terlepas. Deru nafas Juan dan Anna sama-sama memburu. Tanpa sadar, kedua tangan Anna meremas kuat bahu Juan, sekaligus menggigit kuat bibirnya. Ucapan Anton terus memenuhi otak Anna, membuat Anna merasa bersalah karena sudah berciuman dengan pria yang sudah bertunangan. Dalam hati, Anna terus memaki, memaki dirinya sendiri. "Kenapa, hm?" Juan meraih dagu Anna. Anna menatap sendu Juan. "Kita tidak seharusnya melakukan hal ini, Kak. Kakak sudah bertunangan." "Kakak tahu, tapi meskipun Kakak tahu jika Kakak tidak boleh melakukannya, Kakak tetap ingin melakukannya, lagi dan lagi." Setelah mengatakan kalimat tersebut, Juan memiringkan wajahnya, kembali menempelkan bibirnya pada bibir ranum Anna yang sedikit membengkak karena ulahnya. Ciuman Juan kali ini jauh lebih menggebu dari sebelumnya. Tanpa sadar, Anna mencengkram kuat bahu Juan, menyalurkan rasa sakit yang kini menggerogoti hatinya. Fakta jika pria yang saat ini menciumnya adalah pria yang sudah bertunangan membuat hati Anna sakit. Anna tahu, sangat tahu jika tidak seharusnya ia membalas ciuman Juan, tapi sekuat apapun ia menolak, hatinya tak bisa berbohong, ia ingin merasakannya. Juan menghentikan ciumannya ketika merasakan pipinya basah. Juan menjauhkan wajahnya, menatap sendu wajah Anna yang sudah basah oleh air mata. Kelopak mata Anna yang sebelumnya terpejam akhirnya terbuka. Mata Anna sudah memerah, penuh dengan air mata. Hati Juan berdenyut nyeri ketika melihat betapa besar luka yang sudah ia torehkan pada Anna. "Ma-maaf," bisik Juan sambil memeluk tubuh Anna. Tangis Anna pecah, membuat Juan semakin mengeratkan pelukannya diiringi rasa bersalah yang semakin besar. Juan terus meminta maaf, kata yang sudah Anna tunggu-tunggu. Anna tahu jika apa yang terjadi, bukan sepenuhnya salah Juan, tapi juga salahnya, tapi tetap saja, Anna ingin mendengar Juan yang meminta maaf terlebih dulu. "Jangan menangis, Anna." Ucapan Juan malah memicu tangisan Anna semakin menjadi. Padahal Anna sudah berjanji pada dirinya sendiri, kalau ia tidak akan menangis ketika bertemu dengan Juan, tapi ternyata kenyataannya berkata lain. Tangisan Anna sebagai bentuk pelampiasan rasa sakit di hatinya, dan rasa sakit yang Anna rasakan juga dirasakan oleh Juan. "Kakak mencintai kamu, Anna. Sangat mencintai kamu." Untuk kedua kalinya, Juan menyatakan perasaannya pada Anna. Dulu, Juan pernah mengatakannya, tapi pada saat itu, Anna tidak membalas pernyataan cinta Juan. Saat itu, Anna masih ingin mencari tahu, apa dirinya mencintai Juan atau tidak? "Bo-bohong," lirih Anna terbata. Juan memundurkan tubuhnya, merangkum wajah Anna menggunakan kedua tangannya. Juan menatap sendu mata Anna yang sudah memerah sekaligus berkaca-kaca. Juan menyeka air mata yang membasahi wajah Anna, tapi berapa kali pun Juan melakukannya, air mata Anna tak henti-hentinya mengalir, bahkan semakin deras. "Kakak sama sekali tidak berbohong, Kakak memang mencintai kamu, Anna." "Kalau Kakak memang cinta sama aku, kenapa Kakak malah bertunangan sama Bella? Bukankah itu artinya Kakak tidak mencintai aku?" Hati Juan semakin terasa sakit ketika melihat Anna tersenyum. Senyum yang Anna berikan bukanlah senyum kebahagiaan, tapi senyum penuh kesedihan. "Ka‐" "Kakak pergi selama 2 tahun dan selama itu juga aku menunggu Kakak." Anna menyela ucapan Juan sambil terus menatap lekat mata Juan. "Selama itu, aku tidak pernah berhenti untuk menghubungi Kakak, mencoba untuk memberi tahu Kakak kalau ...." Anna tidak mampu menyelesaikan ucapannya, karena rasa sakit di hatinya semakin menjadi. "Aku mencintai kamu, Kak," lanjutnya sambil tersenyum pilu. Air mata Juan yang sejak tadi menggenang disetiap pelupuk matanya akhirnya mengalir deras membasahi wajahnya. Juan menangis, merasa luar biasa bahagia, dan di saat yang bersamaan juga merasa sangat sedih. Juan bahagia karena pada akhirnya ia bisa mendengar kalimat tersebut terlontar dari Anna, tapi Juan sedih karena situasinya saat ini sangatlah tidak mendukung. "Kakak akhirnya kembali, tapi Kakak membawa kabar jika Kakak akan bertunangan, dan semalam Kakak sudah resmi bertunangan dengan Bella." Anna menatap tangan kiri Juan, dan ternyata jari manis tangan kiri Juan dalam keadaan polos tanpa adanya cincin pertunangannya dengan Bella. Ada atau tidaknya cincin di jari manis Juan tidak akan mengubah fakta jika Juan dan Bella sudah bertunangan. Jadi Anna sama sekali tidak merasa senang saat tahu kalau Juan tidak memakai cincin pertunangannya. Semalam setelah tahu tentang apa yang sebenarnya terjadi, Juan memang melepas cincin pertunangannya dengan Bella. Juan menaruh cincin tersebut di kamar hotelnya. "Ma-maaf," ucap Juan terbata. Anna kembali mendongak, menatap Juan yang juga sedang menatapnya. Kedua tangan Anna terangkat, menyeka air mata yang membasahi wajah Juan. Juan memejamkan matanya, menikmati setiap belain jemari Anna di wajahnya. Juan meraih tangan Anna yang masih membelai wajahnya, mengecup punggung tersebut dengan penuh kasih sayang. "Mungkin ini akan menjadi pertemuan terakhir kita, Kak. Mulai besok, kita akan memulai kehidupan kita masing-masing. Kakak dengan Bella dan aku deng-" "Hari ini bukan hari terakhir kita bertemu." "Hari ini harus menjadi hari terakhir kita bertemu agar aku bisa dengan mudah melupa-" Dengan cepat, Juan menggeleng, lalu menyela ucapan Anna. "Jangan! Jangan lakukan itu!" tolaknya tegas. Tidak! Juan tidak mau Anna melupakannya. Juan tidak mau Anna menghilangkan rasa cinta untuknya. Juan ingin agar Anna tetap mencintainya, sekarang sampai selamanya. "Kakak mohon, jangan lakukan itu, Anna," pinta Juan memelas. "Di sini." Anna memukul dadanya sendiri yang terasa sakit juga sesak. "Rasanya sakit banget, Kak. Sakit banget." Juan meraih tangan Anna, menghentikan Anna yang terus memukul dadanya. "Apa salah aku, Kak, sampai aku harus menerima rasa sakit seperti ini?" Anna menutup wajahnya menggunakan kedua telapak tangannya dibarengi tangisnya yang terdengar pilu. "Maaf, ini semua terjadi karena kesalahan Kakak. Kakak yang salah, bukan kamu." "Kakak memang salah!" Anna akhirnya berteriak sambil memukul tubuh Juan. "Kakak tidak pernah mau mendengar penjelasan aku! Kakak egois!" Juan mengangguk, membenarkan ucapan Anna. Semua ini memang salahnya, karena dirinya terlalu takut, takut dengan hal yang sebenarnya belum tentu terjadi. Juan kembali memeluk Anna, mendekapnya penuh kasih sayang. "Kakak tahu Kakak salah. Kakak juga tahu kalau Kakak bodoh dan b******k, karena itu, Kakak minta maaf. Maaf karena sudah melukai perasaan kamu, Anna." Anna masih menangis, tak ada tanda-tanda jika Anna akan berhenti menangis. "Kakak bertunangan dengan Bella bukan karena Kakak mencintai Bella, tapi karena urusan bisnis. Pertunangan Kakak dan Bella bukan karena kita berdua saling mencintai. Kakak hanya mencintai kamu, Anna, hanya kamu. Jadi Kakak mohon, jangan menghilangkan rasa cinta kamu sama Kakak." Pikiran Anna semakin bertambah kacau sesaat setelah mendengar penjelasan Juan. Anna senang ketika tahu kalau pertunangan Juan dengan Bella dilatari karena bisnis, bukan karena keduanya saling mencintai, dan Juan masihlah mencintainya. Tapi disaat yang sama, Anna juga takut. Anna takut kalau Juan dan Bella tidak akan terpisahkan, selamanya akan bersama. Juan merenggangkan pelukannya, merangkum wajah Anna menggunakan kedua tangannya sambil menatap lekat mata Anna. "Percaya sama Kakak, Kakak akan menyelesaikan masalah Kakak sama Bella, jadi kamu harus menunggu Kakak, kamu mau kan?" "Ba-bagaimana, bagaimana jika pada akhirnya kita tidak akan bersama, Kak?" Anna menatap lekat mata Juan. Jika Anna setuju dengan permintaan Juan, maka Anna sama saja sedang bertaruh. Tak ada yang tahu pasti bagaimana akhirnya, jadi Anna harus siap dengan segala resiko yang akan di hadapinya jika memilih untuk menunggu Juan. Anna akan bahagia jika pada akhirnya pertunangan Juan dan Bella berakhir, lalu Juan kembali padanya, tapi, bagaimana jika pada akhirnya, Juan dan Bella tetap bersama, bahkan mungkin melanjutkan hubungan mereka ke jenjang yang lebih serius, yaitu menikah? Jawabannya sudah jelas, Anna akan kembali terluka oleh orang yang sama untuk kedua kalinya. Juan kembali memeluk Anna. Anna membalas pelukan Juan, membiarkan air matanya jatuh membasahi bahu Juan. "Percaya sama Kakak, kita akan baik-baik saja dan kita akan bersama. Bersabarlah, Kakak akan menyelesaikan masalah yang sudah Kakak mulai." Keputusan Juan sudah bulat, Juan akan mengakhiri pertunangannya dengan Bella, lalu kembali pada Anna. Apapun akan Juan lakukan untuk bisa bersama dengan Anna, apapun! Juan tahu, ini semua tidak akan mudah. Yang nanti akan ia hadapi bukan hanya Bella serta keluarganya, tapi juga kedua orang tuanya, terutama Alexander, Daddynya. Anna memilih diam, bingung dengan jawaban seperti apa yang harus ia berikan pada Juan. Di satu sisi, Anna ingin sekali menunggu Juan. Tapi di sisi lain, Anna tahu jika tak ada satu orang pun tahu akhirnya akan seperti apa. "Kamu mau kan menunggu, Kakak?" Mata Juan terpejam, jantungnya berdetak cepat, menunggu jawaban Anna dengan perasaan takut yang begitu kuat. Juan terus berdoa, berharap jika Anna mengangguk, setuju untuk menunggunya menyelesaikan masalah yang sudah ia buat. Anna masih diam. Hatinya mengatakan agar ia mengangguk, menerima permintaan Juan, tapi otaknya mengatakan agar ia menolak menunggu Juan. "Anna, jawab pertanyaan Kakak," bisik Juan dengan nada cemas. Anna memejamkan matanya, lalu mengangguk, hanya mengangguk. "Kamu mau menunggu Kakak?" Ulang Juan memastikan. "Iya, aku mau menunggu Kakak." Anna tidak tahu, apa keputusan yang ia ambil akan berakhir dengan kebahagiaan atau justru penyesalan, tapi yang pasti, Anna ingin memberi Juan 1 lagi kesempatan untuk memperbaiki hubungan mereka. Jika seandainya semuanya tidak berjalan lancar, maka Anna siap untuk melepas Juan. Dalam sekejap, raut wajah Juan yang awalnya terlihat sangat sedih berubah menjadi ceria. Itu karena jawaban yang Anna berikan sesusai dengan apa yang Juan harapkan. Juan sudah takut setengah mati, takut jika Anna akan menolak menunggunya, dan malah melupakannya. Anna mendongak, berbarengan dengan Juan yang menundukkan pandangannya. Juan tersenyum tipis, begitu juga dengan Anna. Senyum yang Anna berikan mampu membuat perasaan Juan sedikit lebih baik. Juan mengecup kening Anna, dan Anna memilih untuk memejamkan matanya. Tanpa aba-aba, Juan menggendong Anna. Anna terkejut, tapi tidak sempat berteriak karena bibir Juan sudah terlebih dahulu menempel di bibirnya. Juan mendudukan Anna di meja, lalu membawa kedua tangan Anna mengalung di lehernya. Juan dan Anna kembali berciuman, kali ini keduanya jauh lebih santai dan rilexs dari sebelumnya. Tidak akan ada orang yang memasuki ruangan Juan dan Anna. Juan sudah memberi tahu para pelayan jika mereka boleh datang membawa makanan pesanannya jika dirinya sudah menghubungi mereka, memberi mereka izin untuk masuk.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN