Wedding Day

1035 Kata
Hari ini adalah hari pernikahan Rossa dan Dewa. Sebuah pernikahan sederhana, hanya melakukan akad saja di kantor KUA. Tak ada resepsi, tak ada tamu undangan. Hanya Marcel saja yang datang sebagai wali nikah Rossa, dan Eva yang ikut datang sebagai saksi pernikahan mereka. Rossa kini duduk di samping Dewa. Dia memakai sebuah gaun pengantin berwarna putih dengan model yang simple. Warna gaun yang dia pakai terlihat senada dengan kemeja putih bersih yang Dewa pakai. Rossa juga memakai make up natural agar tak terlihat terlalu polos. Dan tentu saja Eva lah yang meriasnya. Acara akad di mulai dengan doa yang dipimpin oleh penghulu. Rossa yang duduk di samping Dewa hanya bisa diam dengan kepala tertunduk. Pikirannya terbang, memikirkan statusnya yang hari ini akan berubah. Sekilas, Rossa melihat ke arah Marcel. Pria itu tak terlihat menyesal sedikit pun dengan apa yang sudah dia perbuat. Dan mau tak mau, perasaan marah Rossa pada kakaknya berubah jadi benci. Setelah serangkaian doa, akhirnya sampailah pada sesi ijab kabul. Rossa melirik Dewa sekilas, melihat ekspresi pria itu. Dan, tak ada yang spesial. Pria itu tak terlihat gugup atau sebagainya. Seperti sudah menguasai keadaan. Saat ijab kabul mulai dilakukan, Rossa tetap diam. Telinganya mendengar dengan jelas ketika namanya disebutkan oleh Dewa disusul dengan penyebutan mas kawin yang Dewa berikan untuknya. Rossa tak tahu harus bereaksi seperti apa setelah penghulu menyatakan mereka sah menjadi pasangan suami istri sekarang. Yang jelas, dia tidak bahagia. Setelah proses ijab kabul selesai, Dewa dan Rossa pun diminta untuk menandatangani buku nikah mereka. Ya, mereka kini sudah sah menjadi suami istri. Sah secara agama maupun negara. Dan ya, sekarang Rossa berstatus istri Dewa. Lebih tepatnya, istri kedua pria itu. Eva bertepuk tangan kecil dan tersenyum ketika acara akad sudah selesai. Dia memeluk Dewa dan Rossa bergantian, tak lupa mengucapkan selamat juga pada keduanya. "Senyum dong. Jangan cemberut gitu." Eva berucap ketika Dewa dan Rossa sama-sama diam, tak tersenyum sedikit pun. Eva lalu mengeluarkan ponselnya dan memanggil Marcel untuk memfoto mereka bertiga. "Kau harus ambil gambar dengan bagus, Marcel." Eva berucap dengan nada mengancam. Dia lalu berdiri di tengah-tengah, di apit oleh Dewa dan Rossa. Kedua tangannya menggandeng lengan Dewa dan Rossa. Dan saat gambar diambil, hanya Eva saja yang tersenyum lebar. "Aku harap kamu tidak mempostingnya di sosial media." Dewa berucap ketika Eva mengambil ponselnya dari tangan Marcel. "Tentu saja tidak, Dewa. Ini hanya untuk kenang-kenangan saja," jawab Eva disertai senyuman. Marcel tertawa pelan mendengar itu. Perhatiannya lalu beralih pada Rossa yang diam saja dari tadi. "Hari ini aku akan pergi ke Surabaya dan sepertinya aku akan menetap di sana dengan Fany. Jadi-" "Terserah. Aku tak peduli." Rossa memotong perkataan Marcel dengan nada ketus. Dia bahkan memalingkan wajah, enggan menatap kakaknya tersebut. "Rossa, dengarkan aku." Marcel meraih kedua bahu Rossa dan memaksa Rossa untuk melihat ke arahnya. Tangan Marcel cukup kuat ketika mencengkram bahu Rossa, membuat Rossa meringis pelan. "Aku membawamu pada kehidupan yang diinginkan banyak orang, Rossa. Kamu hanya perlu mendengarkan setiap perkataan Dewa, dan kamu akan hidup dengan mudah. Kamu bahkan tak perlu repot bekerja untuk memenuhi kebutuhanmu sendiri," ucap Marcel dengan suara rendah dan pelan. Tatapan matanya yang tajam membuat nyali Rossa menciut. Dia tak akan lupa tamparan keras Marcel di pipinya waktu itu. "Kamu harusnya berterima kasih padaku karena membawamu pada mereka. Karena apa? Karena tak bisa selamanya kamu bergantung padaku. Aku juga ingin memiliki keluarga kecilku sendiri," lanjut Marcel dengan setengah menggeram. Rossa terdiam dengan kepala menunduk saat mendengar itu. Remasan tangan Marcel pada bahunya terasa semakin kuat saja sekarang. "Lepaskan dia, Marcel." Sebuah suara terdengar, membuat perhatian Marcel teralihkan. Dia menengok ke samping, pada Dewa yang berjalan mendekat dengan tatapan datarnya. "Aku hanya ingin mengucapkan salam perpisahan saja pada adikku ini, Dewa. Tak perlu khawatir." Marcel berucap. Dia akhirnya menurunkan tangannya dari bahu Rossa dan memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana. "Tanggung jawabku terhadapmu kini sudah selesai. Mulai sekarang, kita jalani hidup kita masing-masing. Tenang saja, aku akan mengundangmu nanti saat aku dan Fany menikah." Marcel berkata. Setelah mengatakan itu, tatapan Marcel pun beralih pada Dewa dan Eva yang sejak tadi memperhatikan. "Aku titipkan dia pada kalian." Marcel berkata. Setelah mengatakan itu, Marcel melenggang pergi dari sana. Rossa memalingkan wajahnya, kemudian menyeka sudut matanya yang basah. Marcel yang pergi tanpa rasa penyesalan adalah hal yang membuat Rossa sedih dan juga marah. "Rossa, simpan air matamu. Seorang kakak b******k semacam dia tak pantas kamu tangisi." Eva berkata seraya menghampiri Rossa. Dia tersenyum pada Rossa lalu memeluknya. "Kamu jangan sedih. Ada aku dan Dewa sekarang. Kami adalah keluargamu," ujar Eva lagi. Rossa tak mampu bicara dan hanya bisa membalas pelukan Eva saja. *** Dewa, perlakukan Rossa dengan baik. Jangan membuat dia sakit atau merasa takut. Bersikap lembut lah padanya. Jangan bersikap kasar. Kamu tahu sendiri kalau aku membenci orang yang kasar. Jangan egois dan memikirkan diri sendiri. Pikirkan juga perasaan Rossa. Perlakukan dia dengan penuh kasih sayang. Ingat, dia adalah istrimu sekarang. Pria sejati adalah seseorang yang bisa memperlakukan pasangannya dengan baik. Jangan membuatku kecewa. Dewa membaca satu persatu pesan masuk dari Eva. Wanita itu terus saja memperingatinya seolah takut kalau dia akan memperlakukan Rossa dengan kasar dan tak baik. Dewa menghela nafas pelan lalu menaruh ponselnya di atas meja. Dia sudah membalas pesan Eva dengan singkat, hanya untuk memberitahukan wanita itu kalau dia membaca semua pesannya. Hari sudah malam, dan Dewa baru saja sampai di rumah dua puluh menit yang lalu. Setelah selesai akad tadi, Dewa langsung mengantar Rossa pulang ke rumah, sementara dia pergi lagi untuk mengurus pekerjaan. Dan sekarang Dewa masih berada di ruang tamu. Dia merasa kurang nyaman dengan perasaan canggung yang timbul ketika dia bersama dengan Rossa. Jadi, Dewa membutuhkan waktu untuk membiasakan diri terlebih dahulu. Rossa adalah orang asing baginya, dan Dewa tak terbiasa berbagi ruangan pribadi dengan orang lain. Sepuluh tahun menikah dengan Eva pun mereka selalu tidur pisah kamar. Setelah diam dan merenung cukup lama di ruang tamu, akhirnya Dewa berdiri dan berjalan meninggalkan ruang tamu. Langkah kakinya yang bergema terdengar memenuhi rumah yang megah namun sunyi tersebut. Dewa berjalan menuju kamar utama yang akan dia tempati bersama Rossa malam ini. Sebelah tangannya memegang ponsel miliknya, dan sebelah lagi memegang sebuah strip obat. Lebih tepatnya satu strip pil KB yang akan Dewa serahkan pada Rossa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN