Bertha menaruh senampan gelas kotor bekas minuman para karyawan dengan cukup kasar tepat di meja hadapan Luna, gadis itu cukup tersentak dengan sikap seniornya tersebut, kenapa begitu kasar? Untung saja ia bukan sosok penakut ataupun memiliki penyakit lemah jantung, kalau sampai ia punya, mungkin ia sudah pingsan dan gemetaran sekarang juga.
"Maaf, bisa tidak kalau tidak mengejutkan orang lain, saya kaget. " Celetuk Luna dengan sopan, sedangkan Bertha justru menatapnya dengan tajam seolah melihat Luna baru saja membuat sebuah kesalahan yang cukup besar.
Angela yang tengah berada di sisi Luna bergeser lebih dekat, ikut memandangi Bertha dengan bingung, ia tidak merasa sahabatnya berbuat salah.
"Lo bersihin toilet bener kan? Gak ngawur sampe masih kotor? " Tanya Angela menebak kesalahan apa yang telah di lakukan oleh Luna. Gadis itu menggeleng cepat, ia menggosok lantainya dengan bersih, sampai mengkilat bahkan.
"Buang sampah sembarangan lo ya? Atau kalau enggak, sampah di toilet gak lo buang? " Imbuh Angela kembali.
"Gue buang semua kok sampahnya, sampai ke depan, gue bahkan milah semua sampahnya, bedain mana tisu mana botol plastik. Bahkan ada juga pembalut, jorok banget yang buang di sampah toilet. Gak punya otak. " Balas Luna sembari bergidik ngeri.
Bertha mulai naik pitam, ia kembali menggebrak meja, kali ini dengan ke dua tangannya hingga menimbulkan suara yang cukup keras hingga membuat beberapa orang di ruangan tersebut tersentak.
"Santai dong woy, gitu banget. Kalau temen gue ada salah langsung tegur aja, maklumin kali kalo ada salah, namanya juga pertama kali kerja. " Protes Angela dengan sedikit emosi.
"Lo?! " Tunjuk Bertha pada wajah cantik Luna.
"Iya? " Balas Luna dengan polos.
"Punya pelet apa lo di sini? Sampe-sampe pak Davin mau lo yang jadi pelayan pribadinya?" Tuding Bertha dengan sengit.
"Selama ini ya, gue udah kerja hampir 5 tahun, dan gak ada yang pernah di minta langsung sama pak Davin buat jadi tukang bersih-bersih ruangannya sekaligus buatin dia kopi secara khusus. Dan lo apa? Lo baru aja setengah hari di sini udah melet aja." Amuk Bertha yang tambah membuat kepala Luna pusing seketika, ' nih orang kalau ngomong banyakan basa-basi, langsung aja kenapa? Biar jelas. ' batin Luna sedikit kesal.
"Maksudnya gimana ya? " Tanya Luna memperjelas.
"Lo di minta pak Davin secara langsung buat jadi tukang bersih-bersih ruangannya, dan juga semua kebutuhannya. Dan dia maunya lo, dan gak mau di layani sama office boy atau office girl yang lain. " Terang Bertha pada akhirnya.
Semua yang berada di ruangan tersebut langsung tercengang, baru kali ini ada tugas khusus seperti itu, padahal sebelumnya tidak ada sama sekali. Dan yang bertugas membersihkan ruangan Davin biasanya bergantian, begitu pula jika bos tampan tersebut meminta di buatkan minuman, pastinya yang membuatkan akan bergantian, di lihat siapa yang saat itu tengah tidak ada pekerjaan penting lainnya. Tapi kali ini beda, Davin meminta Luna yang melakukannya, setiap hari dan khusus untuk dirinya.
"Wah, kecantikan lo bener-bener perlu di acungi jempol, gak sia-sia lo setiap minggu ke salon buat mempercantik diri." Puji Angela dengan takjub, sahabatnya itu bahkan sampai tepuk tangan sembari mengatakan kalimat wow berulang kali.
"Baru sehari kerja aja, udah bikin bos klepek-klepek. "
"Biasalah, cewek cantik mah gitu, enak."
"Gak nyangka juga, ternyata pak Davin terpikat sama cewek cantik, gue pikir dia beda dari yang lain, ternyata sama aja. Naksirnya sama yang bening."
"Karyawan yang setiap hari dandan cantik demi perhatian pak Davin akhirnya kalah sama office girl baru, lucu."
"Seleranya pak Davin rendah juga, walaupun dia cakep, tapi kan dia office girl, gak berkelas. "
Luna mendengar semuanya, semua ucapan sampah para manusia tidak berakal yang berada di ruangan office boy & girl. Mereka sama-sama iri dengan apa yang ia punya, baru saja mendengar Davin memintanya menjadi pelayan pribadi sudah heboh, padahal jadi pelayan loh, ia saja malas rasanya melakukannya, pasti Davin sengaja, biar bisa mengejeknya setiap saat, menyebalkan. Bagaimana jika mereka tahu kalau dirinya ini istri sah Davin sudah lebih dari dua tahun? Mungkin mereka akan kejang-kejang langsung jatuh dan meninggal dunia.
Bertha mencengkeram dagu Luna cukup erat, membuat gadis itu meringis merasakan sakit di wajahnya.
"Woy! Santai dong! " Seru Angela lalu menepis kasar tangan Bertha yang berada di dagu Luna hingga terlepas.
"Siapanya dia lo? Dayang? " Ejek Bertha sembari tersenyum sinis.
"Lo sendiri, apanya perusahaan ini? Keset kaki? " Balas Luna tak tinggal diam, ia cukup berkuasa di perusahaan ini, mengingat bahwa suaminya adalah CEO, sedangkan mertuanya adalah pemilik perusahaan. Seharusnya, ia tidak perlu takut pada apapun di sini walaupun posisinya cukup rendah.
"Wah berani lo ya?! " Bentak Bertha dengan emosi lalu menjambak rambut Luna dengan kasar, sedangkan Angela tidak akan diam saja sahabatnya di perlakukan seperti itu, ia menjambak rambut Bertha hingga wanita itu berteriak kesetanan. Alhasil, siang itu ruangan tersebut penuh dengan suara teriakan kesakitan, kepuasan, hingga riuh petugas lain yang berusaha melerai pertengkaran tiga orang tersebut.
"CUKUP! " teriak seorang wanita yang baru saja datang ke ruangan tersebut. Dia adalah kepala petugas kebersihan di sini, namanya Bu Aini.
Bu Aini menatap ketiga karyawannya dengan marah, sikap mereka, serta kondisi mereka saat ini benar-benar sangat berantakan.
"Kalian ini, kenapa berkelahi seperti anak kecil? " Amuk Bu Aini dengan wajah yang memerah sekaligus ke dua tangan yang berada di pinggang.
"Dia duluan bu yang mulai. " Adu Bertha sembari menunjuk ke arah Luna.
"Sembarangan, lo duluan yang jambak rambut gue." Balas Luna membela diri, memang bukan dirinya yang salah.
"Bener kata Luna, dia duluan. " Bela Angela pada sang sahabat.
"Saya gak mau tahu siapa yang salah, bagi saya kalian bertiga salah. MULAI HARI INI, KALIAN BERTIGA DI PECA... "
"Ada apa ini?! " Pekik Antika yang baru saja masuk ke dalam ruangan, ia baru saja mendapatkan kabar menghebohkan ini dari karyawan yang lain, namun sesampainya di sana acara berkelahinya sudah selesai. Tidak seru.
"Maaf Bu atas kekacauan ini, saya akan ambil langkah tegas untuk memberhentikan mereka. " Jawab Bu Aini dengan penuh rasa bertanggung jawab.
"Apa? Berhenti? Maksudnya di pecat bu?" Panik Bertha dengan syok. "Saya minta maaf Bu, saya janji hal ini tidak akan terulang lagi lain kali, saya mohon Bu, jangan di pecat. Jangan ya Bu, saya mohon. "
"Pecat aja. Gak penting juga buat gue, " Gumam Luna tidak peduli. Ia jadi semakin malas bekerja di sini.
"Gue gimana? " Tanya Angela pada Luna jika dirinya di pecat, ia baru saja merasa membanggakan orang tua, sehari bekerja sudah di PHK saja.
"Cari aja kerjaan lain, perusahaan gak cuma di sini aja. "
"Iya sih, "
"Jangan di pecat ya Bu, saya mohon. " Bertha terus saja memohon, kalau dirinya nanti di pecat, bagaimana dengan biaya hidupnya dan keluarga?
"Ada apa? " Tanya Davin yang tiba-tiba muncul, Antika langsung tersenyum lebar sembari menunjuk ke arah Luna, Davin tidak suka kegaduhan, dan jika dia tahu Luna yang bersalah, mungkin dia akan di pecat. Ia tidak suka pada Luna, terlalu cantik dan juga bisa menjadi saingannya mendapatkan Davin.
"Luna yang salah pak. " Adu Antika sembari tersenyum puas.
Davin menoleh ke arah sang istri lalu membuka matanya dengan lebar cukup terkejut.
"Mukamu? " Seru Davin sedikit panik saat melihat wajah Luna tampak kusut dengan dagu merah serta rambut yang berantakan.
"Kamu gak papa? " Tanya Davin usai mendekat ke arah Luna dan menangkup wajah cantiknya.
"Pak Davin?" Tegur Antika dengan syok, tidak hanya Antika, namun yang terkejut melihat tingkah Davin adalah semua yang berada di sana, sejak kapan Davin peduli dengan seseorang yang baru saja dia kenal?
"Ngapain? Pergi! " Usir Luna berbisik tepat di hadapan Davin, mengkode pria itu agar segera enyah dari sana agar tidak menjadi pusat perhatian banyak orang.
"Mereka tidak akan di pecat. " Putus Davin untuk mengalihkan perhatian.
"Terima kasih banyak pak, Terima kasih." Ungkap Bertha dengan penuh rasa bersyukur sekaligus lega, sekarang ia tahu bahwa ia tidak boleh mengulanginya lagi. Melihat bagaimana sikap Davin pada Luna, mungkin mulai sekarang ia tidak boleh menganggu anak baru tersebut, rasa iri akan membuatnya di singkirkan dari perusahaan dan menjadikannya pengangguran.
"Saya janji, hal ini tidak akan terjadi lagi pak. " Ucap Bertha pada Davin.
"Bagus."