15. Maaf, kamu terlalu lezat. Aku jadi terlalu menikmatinya!

1499 Kata
"Aku ingin menjadi masa lalunya dan juga masa depannya." Nara Lovata Edrea. *** Rei menatap Nara yang hendak menuruni anak tangga. Seolah tidak rela melepaskan kebersamaannya dengan Nara saat itu. Rei menarik lengan Nara. Mendekapnya erat dalam pelukannya. Memastikan jika gadis kecil dalam pelukannya ini nyata adalah miliknya. Jawaban yang ia dengar dari Nara membuatnya semakin yakin jika ini semua adalah nyata. Tapi, sekali lagi. Keegoisan menyelubungi hati Rei. Ia masih tak ingin melepaskan Nara begitu saja. "Boleh aku mencium kamu?" tanya Rei dengan tatapannya penuh harap pada Nara. Nara yang terdiam sama sekali tidak menggoyahkan pandangan Rei yang penuh harap tersebut pada Nara. Rei pun mulai menarik dagu Nara. Menatapnya jauh lebih lekat. Tidak bisa Nara pungkiri jika apa yang baru saja ditawarkan oleh Rei sangatlah menggoda. Pandangan matanya kabur. Jantungnya masih berdebar dengan kencang. Sudah jelas. Penolakan bukanlah jawaban yang tepat untuk kali ini. "Apa bedanya aku menciumnya atau tidak. Toh, hari ini sudah menjadi hari yang sangat gila," benak Nara yang akhirnya memilih untuk menerima tawaran tersebut. "Aku belum pernah melakukannya. Tapi, aku juga ingin mencobanya!" Jawaban Nara tentu saja tidak di sia-siakan oleh Rei. Rei mendekatkan bibirnya pada bibir Nara yang mungil. "Ini memang bukan yang pertama untukku. Tapi, ini pertama kalinya aku melakukannya dengan segenap hatiku Nara." Rei dengan lembut melumat bibir Nara yang mungil. Bibir kaku dari Nara menandakan jika Nara benar-benar baru pertama kali berciuman saat itu. Tapi, Rei tidak memperdulikannya. Ia masih menikmati ciuman manisnya itu. "Tenang Nara, biarkan aku yang memandu. Kamu ikuti saja apa yang aku lakukan padamu." Ucapan lembut Rei membuat Nara lebih tenang. Kini, bibir Nara mulai bergerak dengan sangat lembut. Mengikuti alunan yang Rei tunjukkan. Tentu saja, Rei tidak menyia-nyiakan hal tersebut. Ia ikut melumat dengan lembut bibir Nara. Hingga kedua bibirnya yang saling bertautan itu sama sekali tidak meninggalkan jeda. Nara tercekat. Ia tidak bisa bergerak. Tubuhnya seketika kaku dan hanyut pada permainan Rei. Layaknya terbawa arus yang kencang. Nara hanya mengikuti permainan dari Rei saja. "HHmmmpht ..." Nara mulai kehabisan napas. Tapi, Rei sama sekali tidak mau melepaskannya. "Buka mulutmu dan bernapas lah, Sayangku," ucap Rei lagi dengan suaranya yang lembut tanpa meninggalkan bibir Nara. Perlahan Nara mengikuti arahan dari Rei. Nara pun sedikit membuka mulutnya. Membuat Rei berhasil memasukkan lidahnya pada mulut Nara. Mendorong lidahnya dan melumat lidah Nara dengan sedikit kasar. "Aaarght ..." Nara sedikit terkejut saat Rei menghisap kuat lidahnya. Ciuman itu terhenti. Tepat saat Nara sedikit merintih. "Maaf, kamu terlalu lezat. Aku jadi terlalu menikmatinya!" Kepala Nara terasa berputar. Pandangannya semakin kabur. Ciuman pertamanya terlalu dahsyat. Melebihi dari apa yang dia bayangkan. Perkataan Rei pun terdengar samar di telinganya. Namun mampu menggetarkan seluruh relung hatinya. Sudah bisa dipastikan jika Nara juga sudah mabuk akan sosok Rei yang mempesona. "Apa maksudnya tadi?" pikir Nara dalam benaknya yang kemudian dirusak oleh teriakan orang-orang yang bermain di warnet tersebut. Seolah memperingatkan keduanya untuk mengakhiri sesi pembicaraan mesra mereka. "Se-sepertinya kita harus segera membantu Muko," ucap Nara yang kemudian berlari menuruni anak tangga. Sementara Rei menatap kepergian Nara dengan senyuman dinginnya. "Dia melarikan diri. Hmm.. Bagaimana ini? Aku tak ingin melepaskannya. Aku sangat ingin melahapnya saat ini juga." Sambil menuruni tangga. Lagi-lagi, Rei tidak bisa menahan hasratnya. Setiap kali pandangan mata mereka bertemu. Sebuah getaran kecil selalu muncul di perut Rei. Terkadang membuatnya tidak bisa menahan diri untuk bisa meraih tubuh mungil Nara. "Aku harus bersabar. Apa lagi, mulai saat ini dia adalah milikku! Ayolah, Rei. Kamu pasti bisa bertahan." Tidak jauh berbeda dengan Nara. Saat ini, Nara sama sekali tidak konsentrasi pada pekerjaannya. Ia sibuk memikirkan ciumannya bersama dengan Rei tadi. Ciuman pertama yang begitu luar biasa. Ciuman yang hanya ia baca dari n****+ romance yang banyak ditulis rekan-rekan penulisnya. Ciuman yang bahkan sebelumnya tidak berani dia bayangkan. Bibir Nara masih terasa hangat. Lembutnya bibir Rei masih bisa dengan jelas ia rasakan. Lidah Rei yang terus mendesak masuk ke mulutnya masih terasa dengan sangat jelas sensasinya. Belum lagi, hisapan kasar dari Rei pada lidahnya. Tidak membuatnya membenci hal tersebut. "Entah mengapa aku suka dengan Rei yang sedikit kasar." Pikiran konyol Nara terus berlangsung, semakin liar dan pada akhirnya Nara sama sekali tidak bisa bekerja dengan benar hari itu. "Aku benar-benar sudah gila," benak Nara lagi yang kemudian berusaha terus mengalihkan seluruh pikiran nakalnya. Di sisi lain, Muko yang sudah memberikan mereka kesempatan untuk saling berbicara kini tersenyum dengan lebar di hadapan Nara dan Rei. "Aku sudah menduganya. Tidak perlu dijelaskan. Aku sudah tahu jika kalian pasti akan berpacaran!" Ungkapan Muko sungguh tepat sasaran. Membuat Nara maupun Rei terkesima akan apa yang Muko katakan pada mereka. "Waaaa... bagaimana bisa kamu mengetahuinya, Muko?" Nara justru terkagum akan ucapan Muko. Ia tidak mengerti bagaimana bisa Muko menebak hal tersebut dengan sangat tepat. "Tentu saja, asal kalian tahu saja, nih. Salah satu hal yang tidak bisa disembunyikan di dunia ini adalah cinta. Orang mungkin bisa saja menyembunyikan kebencian mereka dengan senyuman palsu. Tapi, tidak akan ada yang bisa menyembunyikan cinta mereka." Kata yang penuh kebijakan terlontar begitu saja dari Muko. Membuat keduanya semakin terpana akan setiap perkataannya. "Ya, sudah. Selamat untuk kalian. Nara, Rei, aku pulang dulu, ya!" Akhirnya Muko meninggalkan mereka begitu saja. Rei terlihat tersenyum lebar di mejanya. Nara yang menyaksikan senyuman Rei tersebut sama sekali tidak bisa mengerti apa arti dari senyuman lebar itu. Lagi-lagi, fokus mata Nara beralih pada bibir Rei yang merah. Bibir yang terlihat begitu basah dan lembut. Plaaaaak... Nara menampar kedua pipinya. Untuk kembali menyadarkan dirinya dari pikiran nakalnya. Nara akhirnya berusaha sekuat tenaga untuk menjaga konsentrasinya lagi. Ia berusaha keras untuk bisa bekerja dengan baik hari ini. Meski pikirannya selalu kembali mengarah pada Rei. "Huuuuft .... bagaimana bisa Rei santai seperti itu?" "Sementara aku, jantungku saja terus berdebar tidak karuan!" gumam Nara saat melihat Rei dengan santainya melayani orang-orang yang ada di warnet tersebut seolah tidak pernah terjadi apapun di antara mereka berdua sebelumnya. Sesekali Rei lewat ke hadapan Nara dengan sangat santai. Ia mengantarkan beragam menu jajanan yang juga di pesan oleh para pengunjung di warnet. Setiap kali Rei melewati meja kerja Nara. Ia tersenyum dengan lebar pada Nara yang asyik dengan layar komputernya. "Bagaimana bisa ia tersenyum seperti itu terus. Bisa-bisa bibirnya robek jika ia terus tersenyum dengan lebar begitu!" Pikiran Nara kali ini, kembali mengejutkan dirinya. Ia kembali mengingat bibir Rei. "Sepertinya aku tidak bisa lepas dari ingatan itu!" Nara menggaruk kepalanya yang sejatinya tidak gatal. Ia memandang layar komputernya yang baru mengetik beberapa kata. Pikirannya yang terus tertuju pada bibir Rei membuatnya sama sekali tidak bisa bekerja. "Aduh, Nara. Ayolah, kita harus bekerja!" Hingga waktu berlalu begitu saja. Malam hari tiba begitu cepat tanpa menunggu pikiran Nara untuk kembali pada kesadarannya. Ada hal aneh yang mulai membuat Nara bereaksi berlebihan pada Rei. Nara berkali-kali terkejut setiap Rei menyapanya. Ia juga tersentak saat pandangan mata mereka tak sengaja bertemu. Kecanggungan juga terasa saat jam makan mereka. Nara terlihat salah tingkah. Brruuuuks ... Nara yang sudah seharian menghindari Rei akhirnya kelelahan di atas tempat tidurnya. Ia merebahkan tubuhnya begitu saja. Nara pun menarik bantalnya dan memeluknya dengan erat. Dipandanginya langit-langit kamarnya. "Apa, Rei juga berciuman seperti itu dengan wanita lain, ya?" "Dia bilang ini bukan yang pertama untuknya." Pikiran kembali melayang pada ciumannya bersama Rei. Ciuman yang begitu intens itu sudah bisa membuat Nara membayangkan seperti apa pengalaman Rei tentang ciuman sebelumnya. "Hmm.. Dia pasti melakukan lebih dari ini dengan wanita lain." Ingatan Nara tentang wanita sexy yang sempat ia temui kembali terngiang. Sudah bisa ia hal apa saja yang mungkin sudah mereka lakukan. Nara mempererat pelukannya. Bibirnya mulai merenggut kesal. Ia cemburu dengan apa yang ia bayangkan, bahkan saat ia sendiri menyadari jika bisa saja apa yang ia bayangkan adalah salah. "Aku tidak boleh begini. Masa lalu bagaimana pun tidak akan bisa diubah. Tapi, aku harap masa depan kami akan jauh lebih indah. Seandainya ia memang masih mengingat masa lalunya. Aku harap. Ia akan lebih mengingat masa-masa saat ia bersama denganku." "Aku ingin menjadi bagian dari masa lalunya dan juga masa depannya." Nara yang penuh harap itu akhirnya memejamkan matanya. Sementara Rei yang masih berjaga di warnet saat ini. Tak henti-hentinya mengingat segala tingkah laku Nara seharian ini. Semua tingkah Nara, justru terlihat begitu menggemaskan di mata Rei. Berbeda dari yang terlihat oleh Nara. Rei juga merasakan hal yang sama. Ia gugup bukan main. Ia juga tidak menyangka dengan apa yang ia lakukan pada gadis polos itu. Ia kehilangan akal sehatnya saat berada di hadapan Nara. "Bagaimana ini, aku bisa gila. Semoga aku bisa menahan diriku dengan baik!" tuturnya penuh tekad. Akan tetapi, Rei sama sama sekali tidak bisa melepas perhatiannya pada Nara. Tingkah Nara begitu menggemaskan jika dibiarkan begitu saja. Rei pun berkali-kali mencoba mendekati gadis itu. Tapi, Nara selalu melarikan diri dengan wajahnya yang tersipu. Merah bagai tomat yang matang. "Aku masih tidak percaya jika saat ini dia adalah kekasihku," benak Rei kagum. Dalam benaknya, ia ingin terus melihat reaksi menggemaskan dari Nara. Hanya dengan melihat reaksi Nara hatinya bisa sedikit tenang. Ia merasa jika Nara benar-benar adalah miliknya secara nyata.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN