Chapter 12

3104 Kata
Tepat setelah belokan lorong, Skylar berjalan kearah kiri. Wanita itu menemukan nomor ruangan yang menjadi tempatnya berkuliah untuk jam pertama ini, dan segera berbalik ketika wanita itu masih mendapati Aaron mengikutinya, bahkan hampir ikut memasuki kelas yang sama pula.   “Kau… kenapa ada dibelakangku? Kau mengikutiku?” tanya Skylar to the point, awalnya wanita itu ragu – ragu untuk mengatakannya. Tapi mau bagaimana lagi? Setidaknya ia harus memastikam dari pada salah langkah dan membuat suaminya yang kini mungkin tengah berada di kantor perusahaannya itu marah besar dan cemburu padanya.   Wanita itu kembali mengernyitkan dahinya kala melihat Aaron kini justru terlihat tergelak kecil akibat pertanyaannya, bukannya justru menjawab pertanyaan yang baru saja wanita itu lontarkan pada Aaron.   “Aku tidak mengikutimu Sky, dari jadwal mata kuliahku, tertera bahwa jam pertama mata kuliah akan berlangsung diruangan ini.” Blank* otak wanita itu blank seketika mendengarnya.     “Satu  fakta lagi yang baru kita ketahui pagi ini. Bukan hanya berada disatu kampus, ternyata kita juga berada dikelas yang sama ya? Wahh, aku benar – benar nyaris tak percaya mengetahuinya.”     -   Skylar hanya mampu melongo. Membulatkan mata serta bibirnya. Mengundang kekehan Aaron untuk kesekian kalinya. Ingat fakta bahwa tak ada sesosok manusia manapun yang dapat menolak pesona menggemaskan seorang Skylar bukan?   “Kau ingin tetap bengong ditengah pintu kelas seperti ini Sky? Aku khawatir jika sebentar lagi dosen yang mengajar kita akan segera tiba dan kita sama – sama diusir dari kelas akibat berdiri mematung ditengah pintu sehingga menghalanginya.” Skylar tersadar setelahnya. Wanita itu mengerjap – ngerjapkan matanya, kemudian tanpa berkata apapun lagi berbalik serta berjalan untuk benar – benar memasuki kelas dan memilih untuk duduk dijajaran bangku tengah dan Aaron duduk dibelakangnya, membuat wanita itu menghela nafasnya.   Kelas hari ini diisi oleh sesi perkenalan, baik antar mahasiswa sekelas maupun dengan dosen yang mengajar mata kuliah mereka. Tepat pada pukul 12.00 kelas Skylar untuk hari ini selesai. Setelah dosen menutup perkuliahan hari itu, Skylar dengan segera mengemasi beberapa peralatan menulisnya untuk kemudian ia masukkan pada tasnya. Wanita itu tersenyum simpul mengingat sebentar lagi ia akan menuju perusahaan suaminya, makan siang bersama sesuai janjinya pada Gabriel yang sempat akan merajuk tak merelakannya pergi berkuliah tadi pagi. Benar kata pria itu, kini Skylar bahkan dengan bodohnya telah merasa rindu pada pria itu.   Setelah selesai mengemasi peralatan menulisnya, Skylar beranjak dari duduknya dibangku kelas. Tepat saat wanita itu nyaris melangkahkan kakinya untuk segera keluar menuju John yang pasti telah menungguinya, sebuah tangan menahan lengan wanita itu. Membuat Skylar menghentikan langkahnya seketika.   “Tunggu, kau ingin langsung pulang?” itu Aaron. Lagi – lagi pria itu. Skylar menghela nafas dalam batinnya, ia benar – benar tak ingin berada disatu lingkungan kuliah dengan pria itu jika sehari – hari hidupnya akan dihadapkan dengan sebuah rasa khawatir dan was – was jika Gabriel akan memergokinya dengan Aaron. Padahal mana mungkin Skylar berpikiran untuk berpaling dari suaminya itu bukan?   “Tentu saja, bukankah kuliah kita hari ini sudah selesai?” tanya Skylar yang entah mengapa membuat Aaron salah tingkah. Pria itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.   “A-ah, itu benar. Hanya saja… kau akan pulang dengan siapa? Kau bisa pulang denganku jika-”   “Aaron, itu tidak perlu. Kurasa supir yang suamiku tugaskan untuk menjemputku sudah menungguiku didepan.” Ting* sebuah notifikasi terdengar dari ponsel wanita itu.   “Nah, dan sekarang dia sudah mengirimiku pesan bahwa dia telah menungguku.” Lanjut Skylar sembari melihat pada layar ponselnya kemudian tersenyum pada Aaron.   “O-oh, begitukah? Okay, cepat pulanglah. Supirmu pasti sudah menunggu kan?” ucap Aaron yang diangguki Skylar. Kemudian setelah melempar sebuah senyuman lagi, wanita itu berbalik kemudian melangkahkan kakinya dengan cepat. Ia benar – benar tak sabar untuk menemui suaminya yang tampan itu.   Sementara itu, Aaron kembali tersenyum miris tanpa Skylar lihat dan ketahui. Pria itu baru menyadari kebodohan yang baru saja ia lakukan lagi. Mengajak Skylar pulang bersama? Kau lupa jika wanita itu telah menikah dengan orang yang memiliki kekayaan tak terhitung? Mana mungkin pria kaya sialan posesif itu tega membiarkan istri tercintanya yang begitu cantik, menggemaskan dan mempesona itu pulang dan berangkat sendirian untuk berkuliah ha?   -   Kini Skylar telah berada didalam mobil yang dikendarai oleh supir setia suaminya itu, setelah memesan menu bento untuk makan siangnya bersama sang suami tentu saja. Keadaan lalu lintas siang ini cukup padat, mungkin dikarenakan jam makan siang yang telah tiba. Sehingga kemacetan tak dapat dihindari.   Setelah menghabiskan waktu diperjalanan selama 35 menit (lebih lama 15 menit sebenarnya karena kemacetan yang terjadi tersebut), akhirnya Skylar tiba disebuah perusahaan yang memiliki gedung besar pencakar langit tersebut. Tanpa menunda lagi, setelah sampai didepan lobby wanita itu turun dari mobil yang dinaikinya setelah seorang security membukakan pintu penumpang tempat Skylar duduk.   Wanita itu tanpa merasa kebingungan lagi, langsung menuju lift yang berada dilantai dasar tersebut setelah menyapa bagian resepsionis dengan cukup ramah. Skylar memasuki lift kemudian memencet tombol 20 dan menunggu untuk beberapa saat, hingga pintu lift didepannya itu kembali terbuka. Menandakan bahwa dirinya telah sampai dilantai 20.   Skylar berbelok menuju kiri, berjalan melewati lorong luas tersebut hingga mata wanita cantik itu menangkap keberadaa Antonio, sahabat dari suaminya itu. Pria itu terlihat baru saja keluar dari ruangan dimana tempat suaminya berada, kemudian spontan melambaikan tangan pada Skylar ketika pria itu melihatnya.   “Oh, hai Sky! Apa kau akan makan siang dengan suamimu hari ini?” tanya Antonio dengan nada hebohnya seperti biasa setelah melirik bag yang kini berada ditangan Skylar.   “Ya, kami merencanakan untuk makan siang bersama pagi tadi agar dia mau melepaskanku pergi berkuliah.” Jelas Skylar yang diakhiri kekehan keduanya, hafal betul dengan tingkah posesif Gabriel yang timbul sejak pertemuannya dengan Skylar bahkan hingga wanita itu telah resmi menjadi istrinya. Hal itu sama sekali tak melunturkan tingkat keposesifan akut seorang Gabriel Miller.   “Ah, I see. Pria itu benar – benar seperti kehilangan jati dirinya. Dulu saja hidupnya hanya dipenuhi seputar pekerjaan, pekerjaan dan pekerjaan. Tapi kini? Bahkan sedetikpun pria itu tak bisa berhenti untuk memikirkanmu. Memikirkan apakah kau baik – baik saja, apakah keamananmu terjamin, dan yang paling utama adalah… apakah kau terhindar dari pria – pria yang mengagumimu? Betul bukan?” Skylar tergelak, benar dengan semua yang Antonio sebutkan. Bahkan dalam beberapa jam Skylar mengikuti mata kuliah, Gabriel telah beberapa kali mengiriminya pesan. Mengingatkan untuk tetap menjaga jarak dari lelaki manapun bahkan jika bisa menghindar, menanyakan keadaannya dan sebagainya. Terkadang Skylar bertanya – tanya, apa benar suaminya itu bekerja dengan baik jika pria itu bahkan seringkali mengiriminya pesan dalam jangka waktu yang pendek.   “Kau benar dengan semua yang kau sebutkan barusan. Ah, aku hampir saja lupa. Suamiku itu pasti sudah sangat menungguku sekarang.” Skylar dan Antonio tersadar.   “Ya, aku juga hampir lupa. Cepat masuk keruangannya sekarang, sedari tadi ia sibuk melirik arloji nya berkali – kali seraya menghembuskan nafas berat. Cepat temui dia!” Antonio mendorong kecil Skylar supaya mempercepat gerak wanita itu, lagipula mana mau ia terkena imbas amukan Gabriel jika pria itu terlalu lama menunggu Skylar nya.   Tokkk tokk   “Masuk!” sahut suara suaminya itu dari dalam ruangannya, menghadirkan sebuah senyum manis dibibir Skylar. Akhirnya ia kembali dapat mendengar suara itu lagi secara langsung melalui telinganya.   Cklekkk…   “Hello, Sir.” Sapa Skylar, membuat Gabriel dengan cepat mengalihkan fokus pandangannya dari kertas – kertas berkas yang berada diatas meja kerjanya. Mata pria itu terlihat berbinar, lalu tanpa menundanya lagi, Gabriel merentangkan tangannya. Menanti istri tercintanya itu untuk segera masuk kedalam pelukannya. Membalas rengkuhannya dengan hangat pula.   “Gosh, I miss you so much.” Bisik Gabriel ketika istrinya itu benar – benar masuk kedalam rengkuhannya. Posisi mereka kini ialah dengan Skylar yang duduk dipangkuan Gabriel, dengan posisi kedua kakinya yang menyamping, membalas rengkuhan pria itu  dengan melingkarkan kedua tangannya pada leher suaminya itu. Nyaman, wanita itu dapat menghirup wangi pria yang begitu dirinya cintai itu dan menjadi kecanduan karenanya.   “Me too…” balas Skylar sembari memberikan sebuah kecupan manis pada pipi suaminya, menghadirkan kembali sebuah senyuman yang beberapa jam lalu luntur. Ya, tanpa Skylar disampingnya Gabriel akan kembali seperti dirinya yang dulu. Pria itu akan tetap memasang wajah datar cenderung dinginnya meskipun pada beberapa waktu tertentu akan terlihat begitu ekspresif.   “Sudah, kita harus segera makan sebelum jam makan siang selesai.” Ucap wanita itu serta mulai melepaskan pelukannya pada Gabriel setelah puas berpelukan selama kurang lebih 12 menit, mengabaikan wajah cemberut Gabriel karena pria itu yang belum puas memeluk istrinya itu.   “Tunggu dulu, aku masih ingin memelukmu. Itu tadi terlalu sebentar untukku. Lagi pula ini perusahaanku, jadi aku bebas menggunakan seberapa lama waktuku untuk makan siang. Tidak akan ada orang yang berani memecatku.” Skylar sukses dibuat melongo setelah mendengar gerutuan pria itu. Lagi – lagi, Gabriel, sosok pria yang dulu merupakan seorang dengan kedisiplinan waktu tingkat tinggi, tak mentolerir sedikitpun keterlambatan, serta mampu memanajemen waktu yang dimilikinya dengan luar biasa baik itu berubah seketika. Benar – benar menjadi sosok manja, dan sialan perhatian jika itu berkaitan dengan istrinya. Skylar Brown, ah, atau kini telah resmi berubah menjadi Skylar Miller.   “Mana bisa seperti itu! Sudahlah, sekarang kita makan siang terlebih dahulu. Lalu setelahnya kita bisa memanfaatkan sisa waktu jam makan siang untuk melanjutkan acara berpelukan kita.” Skylar beranjak dari pangkuannya kemudian mengarahkan telunjuknya pada bibir pria itu kala mendapati pria itu terlihat akan membuka suara untuk membantahnya lagi.   “Stop! Jangan membantahku lagi atau aku akan pulang sekarang juga!” ancam wanita itu tak main – main, menghasilkan cemberutan bibir pria itu, sembari mencibir kecil pada istrinya. Benar – benar tak ingin melepaskan wanita itu dari rengkuhannya sejujurnya, tapi melihat pelototan wanita itu, membuat Gabriel urung menahannya lagi. Meskipun tak terlihat seram sama sekali, tapi sekali lagi, marah dan ngambeknya Skylar merupakan neraka baginya. Wanita itu tak akan mau ia sentuh, ia ajak bicara dan lain sebagainya. Dan Gabriel yang terlanjur candu akan setiap hal dari seorang Skylar membuat pria itu jelas merasa nyaris gila karenanya.   “Cepat kesini dan habiskan makan siangmu…” panggil Skylar yang mau tak mau harus Gabriel turuti. Pria itu kemudian beranjak dari duduknya dibalik meja kerjanya, kemudian berjalan menuju sofa dan meja yang juga terletak diruangannya tersebut. Kini istrinya tengah mengeluarkan menu makan siang mereka, menyiapkan peralatan makan mereka kemudian membuka kemasan makanan tersebut.   “Sudah, ayo makan.” Melihat senyuman cerah istrinya, mau tak mau Gabriel ikut tersenyum melihatnya. Pria itu mengusak dengan gemas surai Skylar kemudian mengecup dahi wanita itu sebelum akhirnya memulai acara makan siang mereka.   Keduanya makan siang dengan diselingi guyonan kecil serta menceritakan hari mereka masing – masing tanpa adanya keberadaan pasangan mereka. Tak lupa dengan diiringi tingkah usil Gabriel yang sesekali menggoda istrinya itu, hingga menghasilkan rona merah yang menjalar dari pipi bahkan hingga ketelinga istrinya.   Hingga akhirnya makan siang keduanya selesai setelah 20 menit berlalu. Skylar merapikan bekas peralatan makan mereka beserta wadah tempat mereka makan kedalam paper bag yang semula dibawanya. Setelah selesai, lagi – lagi Gabriel mengulurkan tangannya dengan wajah penuh harapnya, menunggu istrinya itu untuk kembali masuk kedalam pelukannya. Skylar tak mampu menahan kekehannya melihat tingkah suaminya tersebut. Benar – benar berbeda jauh dengan seorang Gabriel Miller yang pertama kali ia temui dulu, begitu sinis, sombong, datar, dingin dan menyebalkan. Bahkan dalam hatinya Skylar tak menampik bahwa dulu dirinya mengumpati pria itu hingga menyumpahinya tak dapat bertemu dengan jodohnya karena sifat jahatnya. Menggelikan bukan, jika mengingat kini yang menjadi istri pria itu justru adalah dirinya.   Gabriel kembali tersenyum lebar ketika kini Skylar kembali berada dalam rengkuhannya. Pria itu mengecup puncak kepala wanita itu sembari mengusak surainya lembut. Kehidupan rumah tangga keduanya memanglah tak selalu berjalan mulus, seringkali berbeda pendapat karena beberapa hal, namun lagi – lagi. Gabriel yang begitu memuja istrinya, dan Skylar yang terlalu jatuh hati pada suaminya itu membuat pertengkaran keduanya tak berjalan terlalu lama. Karena bagi mereka, saling diam maupun saling menjauh bukanlah keahlian keduanya. Mereka akan saling merindukan satu sama lain bahkan tanpa menunggu waktu lama. Hal – hal seperti itulah yang terkadang membuat Antonio menggeleng – gelengkan kepalanya. Mungkin sedikit terbersit rasa iri dari pria itu yang juga ingin memiliki kisah cinta seperti sahabatnya yang kini hidup bahagia bersama Skylar, istrinya. Namun kembali lagi pada fakta bahwa hingga detik inipun dirinya masih sendiri. Belum ada satupun wanita yang mampu membuatnya stuck, bertekuk lutut bahkan tak mampu mengalihkan pandangannya seperti Gabriel pada Skylar. Tak ada seorang wanitapun yang mampu menggetarkan hatinya hingga kini, bahkan membuatnya menjadi sosok berbeda dan bahkan menjadi lebih baik hanya karena ingin bersatu dengannya. Membuat Antonio terkadang hanya mampu mengelus – elus dadanya, berusaha menyabarkan diri.   “Jangan pulang, hm?” pinta Gabriel dengan berbisik, membuat Skylar mengernyitkan dahinya. Wanita itu mendongak untuk menatap suaminya yang masih setia merengkuhnya.   “Lalu aku harus kemana?” tanyanya dengan polos, lagi – lagi membuat Gabriel tak kuasa menahan dirinya untuk mengecup pipi menggemaskan istrinya.   “Disini? Menungguiku hingga selesai bekerja? Okay?”  mohon pria itu membuat Skylar menghela nafasnya. Bukankah itu akan terdengar membosankan baginya dengan hanya menghabiskan waktunya duduk diam diruangan ini?   “Tapi bukankah itu akan membosankan untukku?” Gabriel menggeleng – gelengkan kepalanya, tanda bahwa ia tak menyetujui ucapan istrinya itu.   “No, tentu saja tidak. Kau bebas menghabiskan waktumu untuk menonton film, bermain game, membaca buku atau bahkan mengamatiku diruangan ini. Okay? please… setidaknya biarkan aku dapat melihatmu tanpa penghalang apapun.” Akhirnya Skylar hanya mampu menganggukkan matanya. Sejujurnya merasa tak tega pada suaminya itu yang mungkin akan bekerja secara asal – asalan demi cepat selesai karena ingin segera pulang dan dapat bertemu dengannya. Lagipula, Skylar sendiri juga tak mau membuat Gabriel merajuk. Karena itu artinya, ia harus siap untuk menghadapi tingkah super manja pria itu jika telah melewati masa merajuknya. Oh, atau tentang olahraga malam mereka. Skylar tentu tak ingin kehilangan kemampuan berjalannya karena menghadapi kebuasan suaminya itu.   “Okay, sekarang…” Skylar melirik jam yang melingkar dengan manis dipergelangan tangannya. Menunjukkan waktu bahwa jam makan siang suaminya itu telah usai.   “Kembali bekerja. Bekerjalah dengan fokus agar aku mau menungguimu disini ya? Aku akan duduk disini, kau kembalilah ke kursi dibalik meja kerjamu. Semangat bekerja sayang~” ucap Skylar sembari mengusir halus suaminya itu untuk beranjak dari duduknya, menghasilkan sebuah cebikkan yang kembali Gabriel tampilkan padanya.   “Aku akan bekerja dengan fokus dan semangat, tapi ingat, jangan pergi kemana – mana.” Skylar kembali tergelak mendengar ancaman pria itu.   “Okay, lalu bagaimana jika aku kebelet dan ingin segera pergi ke toilet tanpa bisa ditahan lagi?” Gabriel memutarkan bola matanya malas.   “Terkecuali itu, kau bisa pergi ke toilet, tapi ingat, izinlah dulu padaku supaya aku tak kebingungan mencarimu.” Skylar mengangguk – anggukkan kepalanya, menyetujui apa yang suaminya itu katakan. Kemudian setelahnya, Gabriel akhirnya mau beranjak dari sofa untuk kembali menuju balik meja kerjanya.   Keduanya sibuk dengan kegiatan mereka masing – masing. Gabriel yang terus berkutat dengan berkas – berkas dokumen pentingnya namun sesekali menatap kearah istrinya kemudian tersenyum – senyum sendiri tersebut, serta Skylar yang menonton film dan dilanjut dengan bermain game disana. Keduanya memanglah disibukkan dengan kegiatan mereka masing – masing. Namun hal itu tetap membuat keduanya bahagia, apalagi ketika tanpa sengaja mereka bertemu tatap ketika saling melirik. Hingga membuat gelak tawa diantara mereka terpecah. Konyol memang.   Beberapa pegawai yang bekerja diperusahaan Gabriel berkali – kali memasuki ruangan kerja suaminya tersebut, entah untuk meminta tanda tangan, mengumpulkan laporan, mengumpulkan berkas perjanjian antar perusahaan, dan sebagainya. Kini lagi – lagi, Skylar dibuat paham seberapa melelahkan pekerjaan suaminya itu meskipun suaminya itu memiliki jabatan yang tertinggi diperusahaan miliknya sendiri.   Selain itu, tak jarang beberapa orang yang bekerja dibawah kuasa suaminya itu menyapanya ramah ketika memasuki ruangan Gabriel dan mendapatinya duduk santai disofa ruangan itu. Sehingga tanpa ragu Skylar pun membalasnya dengan tak kalah ramah pula. Oh, satu lagi yang tak boleh ketinggalan, yaitu tentang beberapa orang yang terlihat diam – diam melirik wajah tampan suaminya itu tanpa tahu diri bahwa kini istri sah dari sosok pria adonis yang tengah diliriknya malu – malu itu melihatnya jelas dengan kedua bola matanya sendiri.   Skylar benar – benar mendengus kesal karenanya. Menyebalkan sekali bukan jika ada wanita yang terang – terangan menatap suaminya dengan tatapan memuja, mungkin saja dalam batinnya wanita itu tengah melayangkan pikiran mereka dengan suaminya lah yang menjadi sosok tokoh utama dalam halusinasinya tersebut. Sial, memikirkannya saja berhasil membuat Skylar menggeram kesal.   Akhirnya, setelah diam – diam tenggelam dalam kekesalannya, akhirnya wanita itu memutuskan untuk memejamkan mata dan meluruskan tubuhnya diatas sofa besar dan empuk tersebut. Berusaha mengenyahkan pikiran – pikiran menyebalkannya tentang beberapa wanita yang bekerja diperusahaan ini yang tentu saja memuja ketampanan sekaligus keseksian suaminya itu. Lagipula, jika dipikir – pikir, sememuja apapun para wanita itu, bukankah Gabriel akan tetap menjadi miliknya? Menjadi suami tercintanya yang sah dimata agama dan hukum? Skylar menahan seringaian kecilnya sebelum benar – benar terlarut dalam lelapnya.   Gabriel yang tanpa sengaja kembali melirik kearah istrinya berada itupun dibuat sedikit terkejut kala mendapati istrinya telah tertidur lelap diatas sofa. Tanpa membuang waktu lagi, pria itu beranjak dari duduknya untuk kemudian menghampiri keberadaan Skylar. Bukan untuk membangunkan wanita itu, tetapi untuk meraih tubuh mungil istrinya itu kedalam gendongannya.   Membawa Skylar yang tengah tertidur lelap dengan manis itu untuk memasuki ruangan pribadinya. Merebahkan tubuh pria itu dengan sangat hati – hati diatas ranjang nyamannya, kemudian menyelimuti tubuh wanita itu tanpa menimbulkan banyak pergerakan dan suara, sehingga tak membuat Skylar terganggu sedikitpun dalam tidurnya. Kembali kebalik meja kerjanya setelah berhasil mendaratkan sebuah kecupan kecil pada dahi istrinya.   -   Waktu berlalu cukup cepat hari ini. Jam dinding diruangan Gabriel telah menunjukkan bahwa waktu telah memasuki pukul 18.45. Pekerjaannya telah selesai saat ini. Pria itu meregangkan tubuhnya selama beberapa saat, kemudian mengerjap – ngerjapkan mata tajamnya setelah nyaris seharian penuh ia habiskan dengan membaca tulisan – tulisan dari berkas yang dikumpulkan padanya, ataupun beberapa file dilaptopnya.   Cklekkk     “Apakah rasa sopanmu sudah benar – benar luntur dude?” sarkas Gabriel ketika mendapati Antonio melongokkan kepalanya melalui pintu ruangannya tanpa mengetuk pintunya. Membuat sahabatnya itu meringis kemudian terkekeh kecil.   “Oh ayolah, jam kerja sudah selesai bukan? Dan juga, kenapa kau hanya sendirian disini? Dimana Skylar? apa istrimu itu sudah pulang terlebih dahulu tadi? Kenapa aku tak melihatnya?” Gabriel memutar bola matanya malas. Tanpa menjawab pertanyaan Antonio, pria itu berjalan menuju ruang pribadinya untuk kemudian kembali membawa istrinya kedalam gendongannya secara perlahan. Dan Skylar berhasil terbangun dari tidur lelapnya.   “O-oh, sudah selesai?” tanya Skylar setelah tersadar dari tidurnya, membuat Gabriel terkekeh kecil.   “Sudah, sekarang ayo kita pulang dan makan malam okay. Aku akan menggendongmu, jadi jangan berpikiran untuk lompat dari gendonganku, my queen.” Bisik Gabriel menghasilkan sebuah rona kembali menguasai pipi istrinya, tanpa menyadari keberadaan Antonio yang diam – diam mendecih kesal melihat tingkas pasangan itu. To be continued~
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN