ANTARIKSA 11 || SHY SHY CAT

1663 Kata
"Sen?" Senjana menoleh ke arah kanannya saat Lily memanggilnya. Dia menaikkan kedua alisnya seperti mengatakan 'ada apa?' pada gadis itu. Saat ini mereka tengah berada di kelas dengan Bu Ratih yang tengah menjelaskan tentang senyawa kimia yang ditampilkan pada layar monitor depan kelas. Lily sedikit mendekat untuk berbisik pada Senjana agar tidak ketahuan kalau mereka berbicara saat pelajaran berlangsung. "Gue denger, Antariksa dikeroyok anak Pancasila kemarin." ucapan Lily membuat Senjana melototkan matanya tidak percaya. "Lo bercanda?!" "Buat apa gue bercanda babi! Gue juga tau langsung dari Bimo. Katanya waktu Antariksa mau ke markas Jupiter, dia dicegat gitu deh. Sekarang Antariksa masih dirawat di Rumah Sakit katanya." Senjana tanpa sadar mengenggam pulpennya lebih erat. Tiba-tiba saja perasaan khawatir hinggap di hatinya. s****n! Sebenarnya perasaan apa yang dia rasakan saat ini. Berkali-kali Senjana mengumpat agar dia tidak menanyakan lebih jauh kelanjutannya tapi mulutnya ini gatal sekali ingin bertanya. Dan sialnya tubuhnya sangat berbeda dengan jalan pikirannya. Senjana penasaran! "Keadaan Antariksa sekarang gimana?" Senjana bertanya dengan nada lirih sambil memandang layar monitor. "Bimo bilang sih mukanya lebam-lebam gitu, kepalanya juga diperban. Tapi yang paling parah di bagian perut katanya, soalnya dia digebukin sama kayu gitu. Gila gak sih?" "What the... Mereka benar-benar udah keterlaluan. Harusnya mereka dilaporin ke polisi tau gak!!" geram Senjana melototkan matanya ke Lily yang bingung. "Itu mata jangan melotot ke gue juga kali! Kenapa jadi lo yang marah sih?" ujar Lily dengan kekehan kecil. "Ya.. Gue emosi aja dengernya. Bayangin aja Ly! Dikeroyok! Pengecut banget mereka!" Senjana menggebrak meja tanpa sadar membuat Bu Ratih yang sejak tadi mengoceh menatapnya tajam. "Kalau mau mengobrol lebih baik kalian keluar dari kelas sana! Jangan mengganggu yang mau belajar disini! Toh bukan saya yang rugi hanya karena murid yang berkurang." ucap Bu Ratih dengan nada santai tapi sangat menusuk langsung ke jantung. Nyesek. "Maaf bu..." ucap Lily dan Senjana bebarengan. Sementara itu Lily melirik Senjana kesal. Gadis yang dilirik hanya mengeluarkan cengiran kudanya dengan gumaman kata maaf. Senjana sendiri bingung kenapa dia menjadi emosi mendengar Antariksa dikeroyok. Padahal bukan dia yang dikeroyok. Aneh! "Antariksa dirawat dimana Ly?" "Gak taulah! Emang gue emaknya?!" ketus Lily. "Emang lo gak tanya Bimo gitu?" Senjana bertanya dengan nada lirih sambil mengawasi Bu Ratih. "Astaga Sen! Antariksa bukan saudara atau temen yang mesti gue tanyain tentang dia dirawat dimana. Lo kenapa sih? Buat apa lo pengin tau Antariksa dirawat dimana?" tanya Lily penasaran. "G-gue..." "KALIAN BERDUA!! BERHENTI MENGOBROL ATAU KALIAN AKAN BENAR-BENAR SAYA USIR DARI KELAS!!" Bentakan keras itu cukup membuat Lily dan Senjana menunduk dan tidak berbicara sama sekali sepanjang pelajaran. Akhirnya Senjana menghentikan rasa penasarannya akan Antariksa untuk sementara. ☁☁☁ Senjana bersama dengan Cantika dan Lily berjalan beriringan menuju arah kantin. Tepat saat mereka berbelok, disana terlihat para petinggi Jupiter tanpa Antariksa dan Yudhis tengah bersender pada dinding samping pintu kantin. Cantika dan Lily saling berpandangan lalu mereka berdua menatap Senjana. "Mereka ngapain disana?" tanya Cantika. "Mana gue tau! Udah yuk ah laper nih..." Ajak Lily menarik tangan Cantika dan Senjana. Baru beberapa kali melangkahkan kakinya, ketiga lelaki di samping pintu kantin itu menoleh dan menatap ke arah Cantika, Lily dan Senjana. Lebih tepatnya mata mereka menajam saat menatap Senjana. Sekarang apa lagi kesalahan yang dilakukan olehnya sampai ketiga lelaki itu seperti marah padanya? Bukan! Tetapi salah satu dari mereka. Revan Adijaya. "Kalian ngapain disini?" tanya Lily yang memang jauh lebih dekat dengan mereka karena mengenal Bimo. "Lo yang kemarin ditolongin Antariksa waktu pulang sekolah karena digangguin Mario kan?!" Revan bertanya dengan menatap Senjana. "Revan kenapa sih?" tanya Cantika menoleh pada Bimo dan Ucup. "Jiwa pengawalnya Kapten keluar dia. Susah bikin dia tenang sampai emosinya tersalurkan langsung." ujar Bimo. "Apa hubungannya sama Senjana?" bingung Lily. "Kenapa lagi? Gue salah apa lagi sih?!" tanya Senjana jengah. "Masih tanya lo hah?! Karena lo Antariksa sampai masuk Rumah Sakit! Dasar jalang!!" bentak Revan. "Jangan terlalu kasar Van!" sahut Ucup mengingtkan. "Gue?! Lo gak salah?! Emangnya yang ngeroyok dia itu gue?! Sadar woy! Lo harusnya datengin tuh anak-anak Pancasila bukan malah marah ke gue kaya gini!!" Senjana menjawab dengan bentakan sama seperti Revan. "s****n! Kalo bukan karena bantuin lo, Kapten gak akan dikeroyok sama Mario si b******n itu! Masih bilang ini bukan salah lo hah?!" Wajah Senjana berubah menjadi pucat saat mendengar jawaban Revan. Dia terkejut mendengar hal itu, Senjana pikir Antariksa dikeroyok oleh Panca dan gengnya. Setelah mendengar kata Mario yang melakukannya, hatinya langsung diliputi oleh penyesalan yang luar biasa. Dia tidak menyangka kalau Mario akan membalas dendam pada Antariksa. "Jadi.. Mario yang buat Antariksa masuk Rumah Sakit?" tanya Senjana lirih. "Tapi bukan sepenuhnya itu salah Senjana Van! Lo gak berhak marah-marah kaya gini ke dia." Lily menyahut setelah mendapatkan penjelasan dari Bimo sejak mereka berdua berdebat. "Dia emang gak salah! Gue kesini bukan buat perhitungan sama dia. Gue mau kasih peringatan sama lo! Jangan pernah deketin Antariksa lagi! Kalo perlu gak usah muncul dihadapannya lagi, ngerti?!!" ujar Revan dengan keras lalu pergi menubruk bahu Senjana. "Kita pergi dulu, maaf kalo Revan agak keras. Dia salah satu kesayangannya Atar dan sering dapet bantuan juga dari Atar. Wajar kalo dia pengin ngelindungin pelindungnya juga." sahut Bimo. "Abang pergi dulu ya neng Antik..." Ucup mengedipkan matanya pada Cantika membuat sang gadis bergidik ngeri. "Nama gue Cantika bukan Antik! Dikira barang antik kali gue!" gerutu Cantika. "Hahaha... Si eneng pinter ngelawak deh... Kayanya emang kita cocok yah?" jawab Ucup membuat Bimo dan Lily meringis jijik. Sementara Senjana hanya diam dengan pandangan kosong seperti blank. "Najis mughaladoh!!" "Anjing dong abang..." "Hahaha! Muka lo mirip bulldog sih Cup..." sahut Bimo. "Sesama jenis dilarang menghina kawanannya!!" ucap Ucup sinis. "s****n!" Senjana pergi dari sana tanpa menghiraukan Cantika dan Lily yang masih disana memanggil dirinya. Perasaan hatinya benar-benar tidak karuan saat ini. Dia merasa bersalah, frustasi, kesal, marah dan semuanya bercampur menjadi satu. Rasanya dia ingin sekali melemparkan batu ke kepala Mario si b******n tengik. Dia tidak percaya kalau lelaki itu sampai berani mendatangi Antariksa bahkan sampai mengeroyoknya. Astaga! Apa yang harus dia lakukan sekarang? Senjana bingung harus menebus kesalahan tidak langsungnya bagaimana? Dia berhenti dan menendang bangku panjang dilorong sekolah. Senjana membanting pantatnya ke bangku panjang itu lalu menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Kenapa hidupnya bisa sekacau ini hanya karena jus alpukat seharga lima ribu rupiah di kantin? Jus alpukat s****n! Mario b******n tengik, s****n! ☁☁☁ Bodoh! Bodoh! Bodoh! Umpatan itu terus keluar didalam kepalanya. Senjana merasa dirinya bodoh karena saat ini tubuhnya tengah berada di depan salah satu pintu berwarna cokelat ruangan inap Rumah Sakit dimana lelaki itu tengah dirawat. Saat ini Senjana tahu kalau dia tengah mencari masalah dengan Revan karena tidak mengikuti perintahnya untuk menjauhi Antariksa. Dia justru malah mendatangi tempat dirawatnya lelaki itu. Entah otaknya yang bermasalah atau tubuhnya, dia tidak tahu. Senjana memejamkan matanya untuk mengumpulkan keberanian dalam dirinya lalu membuka pintu yang sejak tadi ditatapnya. Hal pertama yang dia lihat di ruangan itu adalah Antariksa yang tengah menolak suapan dari seorang wanita paruh baya. Mungkin itu adalah ibunya, pikir Senjana. Gadis itu tersenyum saat wanita paruh baya itu menatap dirinya bingung. "Permisi Tante, saya Senjana temannya Antariksa." Ujar Senjana sambil memilin jarinya di depan tubuhnya. "Oh. Temannya Atar? Masuk sayang! Astaga, Tante gak tau Atar punya teman cewe cantik kaya begini." Ibunya Antariksa tersenyum dengan mata berbinar. Kenapa? Entahlah. Senjana masuk ke dalam dengan kikuk. Dia menatap Antariksa yang mengerutkan dahinya dan menampilkan ekspresi seakan kalau lelaki itu tidak suka dengan kehadirannya. Memang seharusnya begitu. Terakhir bertemu, mereka berdebat dan memutuskan untuk tidak saling mengganggu. Namun sekarang? Senjana justru mendekat kembali setelah dia berteriak supaya lelaki itu menjauh. Malunya tidak bisa dibendung saat mengingat perdebatannya kemarin dengan Antariksa. "Ngapain kesini?" Antariksa bertanya dengan ketus pada Senjana. "Sshh... Anak itu benar-benar! Teman kamu mau jenguk malah diketusin gitu!" "Dia bukan teman Atar Ma! Suruh dia pulang!" sentak Antariksa membuat Senjana menggigit bibirnya. "ANTARIKSA!" "Tar gue.. Ada yang mau gue omongin." ucap Senjana gugup. Seperti mengerti, Ibu Antariksa menyentuh pundak Senjana berpamitan lalu keluar dari ruangan putranya, memberikan privasi pada kedua remaja itu. "Kemarin lo yang ngusir gue. Sekarang liat? Siapa yang datengin gue disini?" "Maaf..." lirih Senjana. Antariksa terkekeh, "buat apa? Karena gue ada disini dikeroyok Mario atau tentang pengusiran lo kemarin?" "Gue... Gue gak bermaksud ngusir lo Tar. Gue..." Senjana berhenti berbicara, seolah dia kehabisan kata-kata untuk beralasan. "Lo gak mau deket-deket sama cowo berandal di sekolah karena lo anggota Osis? Tenang! Gue juga gak sudi ngedeketin cewe kaya lo! Jangan besar kepala karena gue sedikit berbaik hati sama lo." "Atar gue gak pernah punya pikiran begitu walaupun mungkin kalo kakak gue tau dia akan marah. Tapi bukan karena itu gue pengin menjauh dari lo!" Antariksa mengangkat satu alisnya tanpa mengatakan apapun, seolah menunggu apa yang akan dikatakan oleh Senjana. "Gue takut jatuh." lirih Senjana. Antariksa mengerjapkan matanya beberapa kali seperti memastikan kalau apa yang barusan dia dengar adalah nyata. "Lo tinggal tarik gue biar kita jatuh sama-sama dan lo gak akan sakit sendirian." ujar Antariksa memandang Senjana. "Jangan menjauh lagi. Kali ini gue akan tanggung jawab sama perasaan lo. Gue janji!" Senjana melebarkan matanya, dan kali ini jantungnya kembali berulah. Dia seperti mendengar bunyi dentuman sangat keras dari dadanya. Astaga... kalau saja suara debarannya bisa terdengar sampai ke telinga Antariksa, dia pasti akan sangat malu. Bahkan Senjana yakin saat ini wajahnya pasti sudah merah padam mendengar perkataan Antariksa. "Janji?" Senjana berucap lirih tanpa memandang Antariksa. "Hmm..." Senjana mengulurkan telunjuknya pada Antariksa membuat lelaki iti mengernyit tidak paham. "Telunjuknya mana? Lo bilang janji tadi kan?" ujar Senjana membuat Antariksa memutar bola matanya. "Harus banget? Dasar bocah..." ejek Antariksa. "Cepet mana! Gue gak akan percaya kalo lo gak mau satuin telunjuk lo ke telunjuk gue." Antariksa berdecak pelan, namun pada akhirnya dia mengulurkan telunjuknya membuat gadis dihadapannya tersenyum senang. Kali ini jantung Antariksa yang berdebar kencang, namun lelaki itu tidak mau ambil pusing. Dia berpikir kalau mungkin karena dirinya yang belum benar-benar sembuh. Astaga... Mereka seperti orang bodoh yang merasakan debaran dari jantung masing-masing tanpa sadar alasan yang sudah cukup jelas bahwa mereka saling tertarik satu sama lain.  Tbc
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN