ANTARIKSA 10 || SAHABAT BAGAI KEPOMPONG

1372 Kata
"Kamu yang membuat anak saya seperti ini kan? Sudah saya peringatkan jangan pernah dekati anak saya!! Lihat sekarang apa yang terjadi pada Antariksa karena ulah kalian semua!!"  Yudhis hanya dia mendengar bentakan yang keluar dari mulut Ibu kandung Antariksa. Revan, Bimo dan Ucup tengah duduk di sofa ruang inap sambil menundukkan kepalanya. Yudhis menelepon Riana untuk mengabari kalau Antariksa saat ini tengah dirawat di Rumah Sakit. Dan seperti saat ini, responnya melihat anak tunggalnya terbaring lemah dengan keadaan babak belur tentu membuat wanita paruh baya itu emosi.  Bukan hal yang harus ditutupi lagi kalau Antariksa memang sering babak belur tetapi tidak sampai masuk Rumah Sakit seperti ini. Riana juga sudah tahu kebiasaan putranya dan berkali-kali menegur Antariksa namun tetap saja berakhir dengan pertengkaran antara anak dan Ibu itu. Sekarang melihat selang infus dan perban di kepala Antariksa membuat Riana menjadi lebih emosi dari sebelumnya.  "Maaf tante..." ujar Yudhis lirih sambil menunduk.  "Tidak usah meminta maaf!! Lebih baik kalian pergi dan jangan dekati anak saya lagi!" bentak Riana.  "Maaf kalau Antariksa bisa sampai seperti ini tante, tapi kami tidak akan pergi dari sini." "KAMU MASIH MEMBANTAH SAYA?!"  "Tante boleh menghina saya dan teman-teman. Itu hak tante, tapi kami tidak akan meninggalkan sahabat kami yang sedang terbaring lemah disini." "Siapa yang lo bilang lemah taik!" Semua kepala menoleh ke arah ranjang saat mendengar suara serak itu. Antariksa saat ini tengah duduk berbaring di kepala ranjang rumah sakit menatap Yudhis yang tengah berdebat dengan sang Mamanya. Dasar Antariksa! Sedang sakit saja masih sempat mengumpat Yudhis seperti itu, bahkan wajahnya terlihat datar tidak seperti orang yang baru saja dikeroyok oleh beberapa orang.  "Kamu jangan duduk dulu Atar. Kepala kamu pusing nanti nak."  ujar Riana mendekati ranjang putranya.  "Kenapa Atar disini Ma?" "Kamu gak inget kalau kamu babak belur dipukuli orang?" "Kalau itu Atar inget. Maksudnya kenapa harus ke tempat ini? Rumah Sakit?!" jawab Atar dengan nada dingin.  Antariksa paling tidak menyukai tempat berbau obat-obatan ini. Bukannya dia trauma atau takut, hanya saja dia merasa tidak bebas. Disini dia tidak bisa melakukan apa yang ingin dilakukan. Selain itu dia juga harus meminum senyawa kimia yang rasanya pahit sampai ke tenggorokan.  "Terus lo mau dianter kemana?! Salon kecantikan?!" jawab Yudhis ketus tanpa memedulikan tatapan tajam Riana.  "Ide bagus! Gue bakal lebih ganteng disana daripada disini kaya orang pesakitan." jawab Antariksa terkekeh. "Kapten cuco juga..." gumam Ucup yang sayangnya masih didengar Antariksa.  "Apa Cup?!" tanya Antariksa dengan tatapan tajamnya.  "Hehe... Cuco, cukup maco maksudnya Kap.." jawab Ucup dengan cengirannya.  Riana memutar bola matanya mendengar ucapan konyol dari Ucup. Dia memandang putranya yang hendak turun dari ranjang melepas infus ditangannya. Dengan panik Riana menghentikan gerakan tangan Antariksa. Riana melotot menatap putra tunggalnya yang bahkan dengan santai menatapnya tanpa salah. "Mau ngapain kamu?!" "Atar mau pulang Ma..." jawab Antariksa lirih dengan bibirnya yang masih pucat. "Dengan keadaan kamu yang masih kaya gini?! Gak! Kamu masih harus dirawat disini Atar." ujar Riana dengan nada tingginya. "Atar cuma butuh istirahat di rumah. Tidur. Done." jawab Antariksa melepas cekalan sang Mama. "Enggak!! Apanya yang done hah?!  Sampai dokter belum membolehkan kamu pulang, maka kamu tetap disini." Riana kembali menggenggam tangan Antariksa mencegahnya mencabut selang infus. Namun Antariksa tetaplah Antariksa yang selalu keras kepala dan batu, tidak mau mendengarkan siapapun termasuk Ibu kandungnya sendiri. Dia menarik selang infus itu dalam sekali sentakan sehingga darah mengucur dari punggung tangannya. Riana memekik terkejut saat darah mulai keluar dari tangan Antariksa. Revan, Bimo serta Ucup yang tadi masih duduk langsung berdiri saat melihat sang Kapten menuju pintu keluar walaupun Riana terus mencekal tangannya. Disaat mereka bertiga bingung harua bagaimana, Yudhis telah lebih dulu bertindak dengan menahan salah satu bahu dari lelaki itu. Dia menatap Antariksa tanpa rasa takut walaupun lelaki itu memberikannya tatapan tajam. "Balik ke ranjang lo!" ujar Yudhis dengan nada tegas seperti tidak ingin menerima penolakan. "Ranjang gue di rumah! Makanya minggir!" jawab Antariksa menepis tangan Yudhis. Tidak menyerah, kali ini Yudhis menahan d**a Antariksa sehingga lelaki itu berhenti melangkah. Antariksa menatap Yudhis dengan geram. "Jangan buat gue marah Yud!" "Lo yang jangan buat gue marah. Balik ke tempat tidur lo sekarang Tar!" "b******k! Minggir!" Antariksa mendorong Yudhis sampai lelaki itu membentur dinding samping pintu di belakangnya. Riana menutup mulutnya yang menganga karena terkejut melihat tindakan Antariksa pada Yudhis. Melihat Yudhis lengah, Antariksa bergegas membuka pintu dengan tangan kanan berlumur darahnya yang sudah mengering. Antariksa keluar memegangi perutnya yang masih terasa sakit karena terkena tendangan dan pukulan kayu dari Mario dan anak buahnya. Baru beberapa langkah, tubuhnya dibalik secara paksa dan sebuah bogeman mentah langsung mengenai tepat di rahangnya. Padahal luka di wajahnya yang sudah cukup parah masih belum sembuh membuatnya harus tersungkur di lantai dingin Rumah Sakit. Orang-orang yang ada di lorong Rumah Sakit memekik terkejut melihat kejadian tadi. "s**t!" umpat Antariksa. Lelaki itu tidak bisa berdiri lagi kali ini. Dia masih harus menahan sakit perutnya dan pukulan tadi. Dia benar-benar sudah lemas untuk melawan kali ini. Kalaupun dia akan dipukuli lagi mungkin kali ini dia akan menyerahkan nyawanya melayang dengan cuma-cuma. "Gue udah bilang jangan buat gue marah! Lo mau pingsan dulu baru bisa gue suruh balik ke ranjang hah?!" bentak si pelaku yang tidak lain adalah Yudhistira. "KAMU GILA?! KENAPA KAMU MEMUKUL ANAK SAYA HAH?!" Riana langsung berlari menuju Antariksa yang terbaring di lantai menatap langit-langit Rumah Sakit. Antariksa meringis berkali-kali membuat Riana kalang kabut. Suster yang ada disana membantu wanita itu mendudukkan Antariksa. Revan, Bimo dan Ucup ikut membantu memapah Atar kembali ke kamar inapnya dan membaringkan lelaki itu di ranjang tadi. Suster yang membantu tadi mengambil selang infus yang tergeletak dan membawanya keluar untuk membawa ganti yang lebih steril, lalu Riana keluar ikut sang suster sekalian memanggil dokter untuk putranya. Sementara Antariksa sudah pasrah jika dirinya akan diinfus lagi oleh benda s****n yang dia lepas tadi. Yudhis menatap Atar sambil bersedekap dan bersender pada dinding samping pintu tanpa merasa bersalah telah memukul lelaki yang kembali terbaring di ranjang. "Si wawan kalo udah marah ngeri ih... Orang udah sakit masih aja diberi. Dasar ttteeggaa!!" ujar Bimo memplesetkan kata bangsawan menjadi wawan. "Emang! Lo tau Yud? Yang lo lakukan ke Kapten itu.... Jahaddd!" sahut Ucup menambahkan. "Lo pikir Rangga Cinta?! Udah brisik, Kapten lagi kesakitan nih." lerai Revan melihat Yudhis hanya diam tanpa membalas. "Oh iya... Mana yang sakit Kap? Mau Ucup pijet? Diurut? Dibelai? Bilang aja Kap bilang..." Antariksa mencebik kesal sambil memejamkan matanya mendengar kekonyolan Ucup yang benar-benar tidak tahu situasi dan kondisi. Dibelai tadi katanya? Memangnya dia janda yang kurang belaian. Sebagai gantinya Revan memukul belakang kepala Ucup membuat si empunya kepala meringis namun tidak bisa melawan saat melihat dokter, suster bersama Riana sudah datang. ©©© Antariksa terbangun dari tidurnya sekitar pukul 8 malam. Dia melihat samar-samar sekeliling ruangan ber-cat serba putih itu. Saat dia menengok ke arah kanannya, Riana dan Yudhis terlihat tengah berbicara serius dengan wajah tegang. Antariksa mengerutkan keningnya dan langsung menutup matanya berpura-pura masih tertidur saat Yudhis menatap ke arahnya. Mereka hanya bertiga di ruangan ini, Revan, Bimo dan Ucup sudah pulang lebih dulu. "Biarkan saya menebus kesalahan dengan cara ini tante. Saya akan berada disamping Atar dan melindungi dia seperti saudara saya sendiri." suara Yudhis masuk ke dalam telinga Antariksa. "Setelah yang sudah kalian lakukan? Kamu pikir itu akan memperbaiki kehidupan Antariksa selama ini?!" "Saya tau itu, tapi saya akan lakukan apapun untuk Antariksa. Saya tidak akan membuat dia terluka lagi." "Kamu hanya akan membuat dia semakin terluka. Lebih baik kalian menjauh dari kehidupan Antariksa dan jangan mengganggu kami lagi." "Antariksa... Saya tulus menyayangi dia sebagai saudara saya tante. Kami memang tidak sedarah, tapi dia sudah seperti adik bagi saya. Tolong... Ijinkan saya tetap disamping Antariksa tante." Riana menghela nafasnya, "terserah! Resiko kamu tanggung sendiri. Dan saya ingatkan, jangan sampai anak saya seperti ini lagi atau kamu harus bersiap mendapatkan kebencian dari Antariksa!" "Baik tante." Antariksa mengintip sedikit dari sudut matanya yang terbuka dan melihat Yudhis berpamitan pada Riana ingin pulang. Sekarang Antariksa benar-benar membuka matanya saat Riana pergi keluar dari ruangan entah mau kemana. Dia sedikit terenyuh saat Yudhis memohon pada Mamanya untuk tetap berada disampingnya sebagai sahabat sekaligus saudara. Antariksa merasa beruntung memiliki sahabat seperti Yudhis yang selalu ada disaat dja membutuhkan sesuatu. Setidaknya dia tahu satu hal, bahwa sahabatnya itu sangat setia dan menyayangi dirinya bagaikan keluarganya sendiri sama seperti dirinya.  Tbc
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN