ANTARIKSA 9 || b******n TENGIK

962 Kata
Antariksa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal setelah mendengar pertanyaan Senjana. Benar juga, sebenarnya mereka ini sedang membicarakan apa sih? Tujuan Antariksa menemui Senjana juga belum dia temukan. Dia hanya ingin menemui gadis itu saja karena si Aurora tidak jelas tiba-tiba diucapkan oleh Senjana, padahal Antariksa tidak mengenal siapa Aurora.  Senjana dan Antariksa pergi ke parkiran motor dalam hening. Sekolah mulai sepi karena jam pulang sekolah juga sudah sekitar 15 menit yang lalu. Senjana menuju ke samping motornya dengan sesekali tatapannya melirik ke arah Antariksa yang masih terus diam. Lelaki itu mengambil helm diatas motornya tetapi masih belum dipakainya. Dia memandang Senjana yang sudah berada diatas motor hendak menghidupkan mesin motornya. "Gue gak tau kalo namanya Aurora." Senjana menoleh ke samping saat Antariksa bersuara. Lelaki itu memang menjelaskan kalau dia tidak tahu gadis yang menempeli dan menggodanya selama ini bernama Aurora. Senjana sendiri bahkan merasa terkejut dengan hal itu. Seorang Antariksa tidak mengenal Aurora Borealis? Aneh. "Gimana mau tau? Cewe yang deketin lo pasti se-gudang sampai lo gatau namanya." jawab Senjana acuh. "Terserah." Antariksa memakai helmnya setelah itu. Dia kesal! Bukan hanya kesal tetapi marah. Emosinya sudah sampai ke ubun-ubunnya pada gadis satu ini. Dia sudah cukup merendahkan dirinya menemui gadis itu tetapi apa? Dia justru diusir, dibentak dan diacuhkan. Beruntung sekolah sudah sepi kalau ramai? Mau ditaruh dimana muka Antariksa? "Mulai sekarang, jangan deh lo nyamperin atau ganggu gue lagi. Kita tuh udah...." "Gak akan ada yang kedua kali! Jaga diri lo sendiri termasuk tentang Panca mulai sekarang." Antariksa menyalakan mesin motornya lalu bergegas pergi dari sana. Dia sudah cukup berurusan dengan gadis keras kepala seperti Senjana. Tadinya dia sedikit khawatir kalau gengnya Panca masih mengganggu gadis itu karena kemarin Antariksa membelanya seperti Senjana adalah orang spesial bagi dirinya. Sekarang, sudah tidak lagi. Antariksa sudah emosi lebih dulu menghadapi Senjana Ratulangi. Saat pikiran Antariksa masih tertuju pada Senjana, segerombolan orang mencegatnya di jalan menuju markas Jupiter sehingga dia menekan remnya sampai bannya berbunyi. Antariksa melepas helmnya dengan kasar. Dia melihat seseorang yang dia kenal berdiri ditengah orang-orang itu sambil membawa sebilah kayu ditangannya. "Jadi ini mental seorang Mario? Berani datengin gue pake bawa anjing-anjing lo? Pengecut!" ujar Antariksa turun dari motornya. "Kenapa? Takut gak ada yang bisa bantu lo sekarang Antariksa?" sahut Mario dengan tawa kecilnya. "Lo gak sadar markas Jupiter ada di ujung jalan ini?!" tanya Antariksa dengan tenang tanpa dasa takut sama sekali. "Oh... Tenang aja Tar! Mereka gak akan sadar kalau Kaptennya lagi digebukin disini. Kalaupun mereka tau... Mungkin lo udah keburu habis ditangan gue." Antariksa menatap Mario dengan tatapan tajam. Dia meraih helm miliknya dan melangkah maju dengan langkah yang tenang. Antariksa Sabhara tidak pernah mengenal takut meskipun dia dikeroyok satu kampung sekalipun. Hanya beberapa orang yang sekitar sepuluh orang dihadapannya sama sekali tidak membuat mentalnya gentar. Helm yang tadi dipegangnya langsung terlempar ke arah Mario dan mebuat lelaki itu mundur beberapa langkah. Mario menggeram dan langsung menyerang Antariksa disusul oleh teman-temannya. Antariksa memberikan pukulan diwajah Mario yang bahkan belum sembuh dari pukulannya kemarin. Namun salah satu teman Mario berhasil menendang perut Antariksa membuat lelaki itu sedikit tidak seimbang. Antariksa tahu dirinya sudah kalah jumlah apalagi tenaga. Bayangkan saja 10 orang melawan 1 orang! Bahkan tanpa membayangkannya orang tahu siapa yang akan menang. Namun bukan Antariksa namanya kalau dia tidak berusaha untuk melawan. Walaupun tubuhnya sudah terkena pukulan beberapa kali dengan kayu, dia tidak menyerah. Antariksa terus memberontak memberi pukulan secara bergantian pada mereka. Sampai akhirnya Antariksa berhasil merebut salah satu kayu lalu memukulkannya kepada mereka. Mario sendiri bahkan sampai terjatuh tergeletak diaspal karena tenaga Antariksa yang besar. Mario melihat anak buahnya bahkan kewalahan, ditambah lagi sekarang Antariksa memegang s*****a. Lelaki dengan wajah penuh luka dan darah justru semakin beringas. Mario menggelengkan kepalanya sambil memegang kepalanya yang berdenyut akibat benturan kayu dari Antariksa. Dia mundur perlahan menuju motornya. "Cabut! Cepetan!!" teriak Mario. Anak buah Mario yang tengah sibuk memukuli Antariksa yang bahkan masih sanggup berdiri bergegas meninggalkan lelaki dengan penuh luka itu ke arah motor mereka. Antariksa memandang Mario dan anak buahnya pergi dengan pandangan lemas. Dia membanting kayu yang ada digenggamannya. Tubuh Antariksa berbaring diatas aspal yang keras membuatnya meringis menahan sakit disekujur tubuhnya. Ayolah... Walaupun Antariksa se-berani itu dia tetaplah manusia biasa. Dia bukan limbad yang kebal bahkan jika dimasukkan dalam api sekalipun. Antariksa merogoh saku celananya mengambil ponsel untuk menghubungi Yudhis. Lagi-lagi lelaki itu yang dia hubungi, karena memang itu lebih baik. Jika dia menghubungi Revan yang emosinya tidak bisa dikontrol, bukannya membantu Antariksa disini justru dia akan mengejar Mario dan kawan-kawannya. Menelepon Bimo atau Ucup? Mereka hanya akan berceloteh tidak jelas dan berdebat, sebelum mereka selesai berceloteh Antariksa akan meregang nyawa lebih dulu disana. "Dimana? Kita udah ada di markas. Bimo ada informasi tentang pemimpin Ragavar." Antariksa meringis mendengar Yudhis yang langsung berbicara tanpa basa-basi padanya. Lelaki itu memang benar-benar tidak memiliki tata krama yang baik dalam bertelepon. "Gue gak denger ada kata halo..." ujar Antariksa dengan nafas berat menahan sakitnya. "Tar lo gak apa-apa? Lo dimana?" "Halo Yud, halo! Lo beneran keturunan bangsawan bukan sih..?" "Astaga... Apa itu penting Tar?! Jawab aja lo dimana, b******n!!" teriak Yudhis khawatir. "Jemput gue... Beberapa meter dari markas. Mario b******n tengik... Dia ngeroyok gue." jawab Antariksa dengan pandangan berkunang. "Kita kesana sekarang!!" Antariksa menurunkan ponselnya dan memandang ke langit mendung diatasnya. Mata Antariksa terasa sangat berat dan mengantuk. Dia menggelengkan kepalanya beberapa kali mengusir kantuknya, namun bukannya hilang dia justru semakin bertambah mengantuk. Tepat sebelum matanya menutup, dia mendengar Yudhis berteriak pada ketiga temannya dan selanjutnya Antariksa merasakan tubuhnya melayang terangkat lalu dibaringkan dalam tempat yang sedikit lembut. Mata Antariksa terbuka sedikit dan melihat dia sudah terduduk di dalam mobil milik Yudhis sambil bersandar. Kali ini Antariksa tidak bisa menahan kantuknya lagi. Matanya benar-benar terpejam dan kegelapan yang menyapa dirinya selanjutnya. Antariksa sabhara telah jatuh pingsan. Tbc
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN