ANTARIKSA 13 || SANG RATU KEMBALI

1504 Kata
Senjana bersama dengan kedua temannya saat ini tengah berkumpul di ruang osis melakukan rapat dengan anggota yang lain. Mereka di ijinkan tidak mengikuti pelajaran pertama sampai istirahat. Rapat berjalan dengan semestinya, membosankan. Sebenarnya bukan karena bahasan itu yang membuat bosan, tetapi Senjana saja yang tidak terlalu memperhatikannya. "Oke! Kalau gitu kita udah sepakat sama pembagian tugasnya kan? Untuk undangan ke sekolah lain, Senjana sama gue yang akan bagi nanti." ujar Keenan membuat si empunya nama mendongak. "Gue?" tanya Senjana menunjuk dirinya. "Iya lo kan sekretarisnya juga. Jangan lupa minta tanda tangan sama kepala sekolah juga kalo undangannya udah siap." perintah Keenan. "Oke. Kapan bagiin undangannya?" "Secepatnya kalo lo undangan itu siap." Senjana mengangguk tanda mengerti. "Kalo gitu, gue rasa rapatnya cukup sampai disini. Masih ada waktu sekitar 15 menit sebelum istirahat. Kalian boleh istirahat duluan kalo gitu." "Siap pak ketua!" seru anggota osis lainnya. Cantika dan Lily menghampiri Senjana yang masih membereskan buku catatan tentang rapat tadi. Entah kenapa rasanya dia tidak bersemangat sekali hari ini. Dia masih kepikiran tentang Antariksa yang masih sakit. Dia merasa bersalah saat melihat wajah lelaki itu yang babak belur karena dirinya. "Sen kantin yuk!" ajak Cantika. "Hm." jawab Senjana sekenanya. "Lo kenapa? Perasaan dari tadi lemes terus. Ada masalah?" "Enggak kok." "Bohong!" "Ly udah deh jangan mulai debatnya sama gue! Lagi gak minat buat berantem gue sama lo." "Tuh kan! Lo emang aneh hari ini. Mana mungkin Senjana yang sukanya debat sama gue jadi hilang selera berdebat sama gue?" Senjana memutar bola matanya malas. Sahabatnya yang satu ini memang selalu saja memaksa Senjana harus menceritakan masalahnya. Lily adalah sosok sahabat yang paling sulit untuk dibohongi, berbeda dengan Cantika yang lebih terserah dan tidak terlalu kepo. "Gue cuma masih merasa bersalah sama Antariksa itu doang." "Kenapa akhir-akhir ini lo jadi sering mikirin tentang Antariksa?" "Ly please..." "Lo gak ada suka kan sama dia?" "Lily, harus berapa kali gue jelasin ke lo sih? Gue gak suka sama dia." jawab Senjana frustasi. "Mulut lo bilang enggak tapi hati lo beda Sen. Astaga... Lo tuh emang cewe b**o yang gampang luluh sama cowo yah!" "Gue b**o? Gue? Hah! Lebih b**o mana sama orang yang gak berani keluar dari zona pertemanannya cuma karena gengsi?! Lo sama begonya sama gue!" sentak Senjana bangkit dari duduknya. "Kenapa lo jadi bahas masalah gue?!" "Karena lo yang mulai duluan, s****n!" "So good language, Senjana!!" ucap Lily dengan nada tinggi. "STOP!! Kalian apa-apaan sih? Jangan saling berantem gini dong. Kontrol emosi kalian!" Cantika yang sedari tadi hanya diam kali ini membentak keduanya. Lily mendengus kasar lalu pergi dari sana tanpa memedulikan Cantika yang memanggilnya. Sementara Senjana kembali duduk sambil memangku kepalanya dengan tangan kanannya. Dia sadar kalau perkataannya memang sangat kasar pada Lily. Bukannya dia tidak mau jujur, hanya saja dirinya sendiri saja belum bisa mengerti benar tentang perasaannya. Entah itu karena rasa bersalah atau hal lain. "Kok jadi gini sih Sen?" tanya Cantika bingung. "Gue gak tau Tik! Gue gak tau." racau Senjana. "Kita kejar Lily aja yuk! Maaf gue jadi kaya bela Lily, tapi omongan lo tadi tentang dia agak sedikit kasar Sen. Apalagi lo tau kan kalo dia sensitif menyangkut tentang hubungannya sama Bimo." "Gue tau! Gue gak seharusnya ngungkit itu tapi mulut gue ini gak punya rem jadinya ngegas terus tadi." ujar Senjana memukul mulutnya pelan. Cantika meringis mendengar perkataan Senjana. Salah tidak sih kalau dia mengatakan Lily itu benar tentang Senjana yang b**o? "Kita jadi nyusul Lily gak nih?" "Jadi dong! Yuk, cari dia dimana yah Tik?" Senjana bertanya sambil menarik tangan Cantika keluar dari ruang osis setelah mengunci ruangan itu. "Di kantin? Lapangan? Kelas?" "Lo kalo ditanya jangan balik tanya dong ah! Gimana nih? Kantin aja kali yah? Dia kan doyan makan tuh." "Iya udah deh ayok!" Cantika berjalan lebih cepat sambil menarik lengan Senjana, tetapi dia tiba-tiba berhenti sebelum sampai beberapa meter dari kantin. Senjana mengerutkan kening melihat Cantika yang terlihat ogah-ogahan melihat ke arah pintu kantin. Senjana ikut melihat ke arah depan dan di lorong sebelum menuju kantin, terlihat petinggi Jupiter yang sedang berjalan ke arah mereka. Sepertinya mereka baru saja dari kantin. Sebenarnya bukan itu yang membuat Senjana terkejut sekarang. Namun salah satu dari mereka yang berwajah lebam samar dengan perban kecil di dahinya tengah berjalan ditengah temannya yang merangkul bahu lebarnya. Setelah cukup dekat, lelaki itu menangkap sosok Senjana yang masij terdiam di lorong bersama dengan Cantika. "Eh ada neng Antik... Selamat pagi menjelang siang enengnya mamas ncup." Ucup yang pertama kali menyapa mereka, lebih tepatnya Cantika. "Apaan deh! Jijik gue dengernya. Nama gue Cantik bukan Antik!" geram Cantika. "Galak amat neng. Jangan gitu sama mamas dong. Sedih nih jadinya..." jawab Ucup menampilkan wajah sedih yang konyolnya naudzubillah. "a***y! Ada kantong kresek gak? Mual gue anjir! Itu muka kok kaya taik yah? Najis gue liatnya..." ujar Revan bergidik ngeri. "Muka kaya brad pitt gini lo bilang kaya taik?! Parah lo Van! Besok gue beliin kacamata plus deh buat lo." "Bagian apanya anjir?! Bulu hidung lo aja gak ada sepersennya mirip sama brad pitt. Gak tau kalo taiknya lo sih..." "Monyet lo Van!" umpat Ucup. "Mau kemana?" Antariksa yang sedari tadi diam mulai bertanya pada Senjana. Senjana kembali memfokuskan pada sosok yang tadi sempat membuatnya terkejut. Percekcokan konyol antara Revan dan Ucup membuatnya sedikit hilang fokus pada lelaki ini. "Mau ke kantin. Lo habis dari sana kan? Liat temen gue Lily gak disana?" tanya Senjana. "Bimo lagi sama dia disana. Kenapa?" "Gakpapa. Kok lo udah masuk? Muka lo aja belum sembuh." "Males di Rumah Sakit. Bosen." Senjana mengerutkan keningnya mendengar perkataan lelaki ini. Jangan bilang kalau.... "Lo kabur dari Rumah Sakit?!" "Kabur?" tanya Cantika terkejut dengan perkataan Senjana. "Hm bisa jadi..." "Lo gila! Gimana bisa lo kabur astaga..." "Bisalah! Gue masih bisa jalan dan gak lumpuh." "Tapi luka lo aja masih belum sembuh Tar!" "Khawatir yah?" goda Antariksa mengedipkan matanya. "Widih si Kapten ganjen juga pake kedip-kedip gitu. Kelilipan belek yah Kap?" ujar Ucup yang membuatnya mendapat tatapan tajam dari Antariksa. "Diem lo!" bentak Antariksa. "Kap kita harus ke tempat mamake, udah ditunggu yang lain." ujar Revan yang masih tidak terlalu suka melihat Senjana. "Jangan lupakan Yudhis yang bakal ngamuk disana ngeliat lo kabur dari Rumah Sakit Kap. Penasaran gue anjir!" ujar Ucup tertawa kecil memikirkannya. Antariksa menghela nafasnya pelan, dia melupakan tentang sahabat karibnya yang setia menunggu bahkan sampai tidak masuk sekolah sekarang hanya untuk menjaga dirinya. Namun lihat sekarang, yang mau dijaga saja ada di sekolah sekarang, sedangkan yang rela ijin sekolah malah ada di sekolah. Sepertinya jiwa Yudhis dan Antariksa tertukar. Yudhis yang rajin untuk mengikuti pelajaran justru membolos sedangkan Atar yang hampir tiap ada kesempatan membolos dia bolos sekarang justru terniat masuk sekolah dengan wajah babak belur. "Lo duluan Van, Cup! Gue sebentar lagi nyusul." Revan dan Ucup mengangguk kecil lalu pergi dari sana, jangan lupakan salam perpisahan menjijikan ala Ucup kepada Cantika. "Gue ke kantin duluan kalo gitu Sen." ujar Cantika mengerti situasi antara Atar dan Senjana. "Gue boleh nitip pesan ke Bimo? Bilang kalo dia ditunggu di tempat mamake." ujar Antariksa pada Cantika. "Oke gue sampein." Setelah kepergian Cantika, Senjana menatap Atar dengan suasana canggung. Dia tidak tau kenapa tapi jantungnya saat ini benar-benar seperti sedang mau perang. Debarannya kencang bahkan dia sendiri takut jantungnya bisa lepas nanti. "Pulang sama gue." "Apa?" tanya Senjana bingung menjawan apa karena dari nadanya itu bukanlah perta yaan tapi seperti perintah. "Nanti pulang sekolah sama gue Senjana Ratulangi." Antariksa kembali berujar dengan tekanan disetiap kata. "Gak usah. Gue kan naik motor Tar." tolak Senjana halus. "Gue gak tanya tadi jadi gak perlu ada jawaban iya atau gak dari lo." "Pria menyebalkan kembali!" batin Senjana. "Tapi gue...." "Antariksa?!" Senjana dan Antariksa melihat ke arah belakang Senjana. Disana berlari seorang gadis dengan rambut hitam panjangnya yang tergerai mengayun ke kanan kiri menuju mereka berdua. Maybe menuju Antariksa, karena gadis itu langsung menggelendot di lengan Atar sesampainya disana. Senjana tidak perlu bertanya lagi siapa gadis di hadapannya ini. Siapa lagi gadis dengan mata bulat, hidung mancung dan wajah yang terlihat kebule-bulean gitu kalau bukan sang ratu sekolah, Aurora. "Aku kangen banget sama kamu deh. Seminggu berasa setahun buat aku. Eh tunggu... Muka kamu kenapa kok lebam gitu?" tanya Aurora menyentuh wajah Atar namun langsung ditepis lelaki itu. "Siapa lo berani meluk-meluk gue?!" "Sayang kok kamu gitu? Aku Aurora, pacar kamu." "Sejak kapan gue nembak lo hah?!" "Sejak kamu menangin hati aku sayang." "Sorry kayanya gue pergi dulu."  Senjana yang sudah tidak tahan hendak pergi dari sana. Dadanya terasa nyeri sekarang. "Gue tunggu diparkiran nanti dan gak ada penolakan." ucap Antariksa sebelum Senjana melangkah. Setelah mengatakan itu, Antariksa menyentak tangan Aurora lalu pergi melewati Senjana dan menghilang di ujung lorong. "Eh lo siapa hah? Mau ngedeketin pacar gue lo?!" sentak Aurora pada Senjana. "Gue gak ada kepikiran buat ngelakuin hal itu." jawan Senjana. "Awas kalo lo berani deketin dia! Gue buat lo menyesal udah berurusan sama gue." Aurora pergi dengan menubruk bahu Senjana membuat gadis itu mundur beberapa langkah ke belakang. Sekarang hidupnya di sekolah tidak akan tenang. Sang Ratu telah kembali dan dia bahkan sudah memberikan ancaman pada dirinya. Hell!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN