Bertemu dengannya lagi

1248 Kata
Salah seorang lelaki paruh baya berjalan menghampiri Ina yang masih gemetar ketakutan dia hampir saja kehilangan nyawanya. Laki-laki paruh baya itu bertanya padanya. Dia menepuk pundak Ina. Ina yang semula hanya bisa diam kamu, tubuhnya perlahan semakin gemetar. Melihat apa yang ada di depannya. Rasanya ingin sekali dirinya menangis. Napasnya masih terasa sangat berat. Ina melebarkan matanya. Dia berusaha sekuat tenaga untuk tidak panik. Jemari tangannya mencengkeram celananya "Nak, kamu terluka?" tanya seorang wanita paruh baya yang datang menatap dirinya. Sepertinya wanita itu tabu dirinya sangat ketakutan. Ina perlahan menggerakkan bola mata hitamnya. Melirik ke arah laki-laki yang berjalan pergi. Sembari terus memegang kepalanya yang sepertinya masih mengeluarkan darah segar. Ina berusaha menelan ludahnya. Entah kenapa tenggorokannya terasa sangat sempit. "Nak, minumlah dulu. Kamu pasti ketakutan." kata wanita paruh baya itu. "Iya, minumlah dulu. Biar kamu lebih tenang lagi." saut lelaki paruh baya yang berada di samping Wanita itu. Sepertinya mereka pasangan suami istri. Wanita itu memberikan satu botol minuman padanya. Tak lupa wanita itu membuka botol minuman, dia memeluk Ina, membantu Ina untuk minum. "Tenangkan diri kamu!" ucap Ina. "Iya, makasih!" ucap Ina. Dia melayangkan senyuman pada mereka. Ina mencoba untuk menenangKan dirinya. Perlahan cengkeraman tangan di celananya mulai melemah. Ina menoleh cepat. Dia memastikan laki-laki itu masih belum jauh dari pandangan matanya. Entah apa yang ada dalam pikirannya. Ina seketika mulai bangkit lagi. Menghilangkan rasa takutnya. "Makasih atas minumannya, sekarang saya sudah sedikit lega. Saya harus pergi dulu. Memastikan laki-laki itu baik-baik saja." kata Ina dengan nada terburu-buru. Wanita dan lelaki paruh baya itu menoleh ke kanan. Melihat laki-laki berjalan sempoyongan. Namun, dia sudah berjalan sangat jauh dari pandangan matanya. "Baiklah!" ucap wanita itu. "Maaf, saya pergi dulu." ucap Ina, dia menundukkan kepalanya. Dan, segera membalikkan badannya. Lalu pergi meninggalkan dua orang tua itu. Ina berlari sekencangnya. Bahkan, dia menyeberang jalan tanpa menunggu lampu merah menyala. Beberapa mobil hampir saja menabraknya. Ada salah satu mobil bahkan mencarinya. Karena menyebrang tanpa melihat kanan dan kiri. Ina fokus pada laki-laki itu. Laki-laki itu jalan berbelok ke kanan. Sementara Ina masih berusaha menyeberang jalan yang begitu ramai. Seakan wanita cantik dengan rambut yang terikat satu di atas kepala, itu tidak punya rasa takut lagi. "Tunggu!" teriak Ina. "Tolong berhentilah!" "Eh.. Kamu, tolong berhenti!" Alice terus berteriak. Dia tidak berhenti berlari. Sembari mencoba menghentikan langkah laki-laki itu. Ina merasa sangat bersalah dengannya. Bahkan dia tidak berpikir panjang saat mengejarnya. Ina juga entah nanti tahu jalan pulang atau tidak. Dia sudah keluar dari kontrakannya terlalu jauh. Bahkan dirinya juga belum hafal semua jalan di sana. "Tunggu!" ucap Ina, suaranya semakin melemah. Dia menghentikan larinya. Menundukkan badannya. Dengan kedua telapak tangan menempel di lututnya. Ina mencoba mengatur napasnya lebih dulu. "Berhenti!" teriak Ina sangat keras. Langkah laki-laki itu seketika terhenti. Dia berhenti tak jauh dari Ina berdiri sekarang. Ina tersenyum tipis, tak mau ketinggalan laki-laki itu lagi. Ina segera menarik napasnya lagi. Dia mulai melanjutkan larinya. Hingga dia berhasil berdiri tepat di depan laki-laki itu. Dengan napas yang masih berantakan. Ina melayangkan senyuman padanya. "Kamu siapa?" tanya Ina. Ina belum sempat melihatnya. Laki-laki itu hanya diam, dia melanjutkan langkah kakinya lagi. "Tunggu! Kenapa kamu pergi?" tanya Ina. Laki-aku itu menghentikan langkahnya untuk kedua kalinya. "Memangnya kenapa?" tanya laki-laki itu. Ina mengerutkan keningnya. Dia merasa ada yang aneh dengan laki-laki itu. Suara yang begitu familiar di telinganya. Sepertinya dia pernah mendengar suara itu. Tapi dimana? Dan, siapa dia? Apa sebelumnya aku pernah saling berbicara dengannya? Pertanyaan itu mulai muncul di pikirannya. "Gimana dengan mobil kamu?" tanya Ina, dia mengangkat kepalanya kembali. Dia pikir laki-laki itu masih berdiri membelakangi dirinya. Ternyata dia sudah berjalan lagi. "Eh.. Kenapa kamu pergi lagi. Mobil kamu gimana?" teriak Ina. Dia berjalan lagi lebih cepat, kali ini dirinya tak mau berlari. Tubuhnya sudah terasa capek, bahkan kakinya tak sanggup untuk berlari. Ina berusaha mengejar laki-laki itu. "Kenapa dengan mobilnya?" tanya laki-laki itu tanpa menghentikan langkahnya. "Apa kamu membiarkan begitu saja mobil itu di pinggir jalan. Gimana nanti ada polisi datang. Dan, mereka mencari kamu. Kenapa kamu tidak pergi ke rumah sakit? Atau, setidaknya kamu harus segera mendapatkan perawatan lebih dulu." cerca Ina. Dia tidak berhentinya terus berbicara. Namun laki-laki itu tetap saja tidak peduli. Seakan mobil itu tidak penting baginya. Bahkan, dia juga mengabaikan lukanya sendiri. "Memangnya kamu pikir aku jalan mau kemana?" tanya laki-laki itu. Dia menghentikan langkahnya mendadak. Membuat Ina yang sedari tadi terus berjalan cepat. Dia menabrak punggung laki-laki itu. "Aduh!!" Ina mengusap keningnya. Dia mengerutkan wajahnya malu. Sembari tertunduk. Wanita itu memalingkan wajahnya. bersamaan dengan laki-laki di depannya membalikkan badannya. "Lihat dan bacalah apa yang ada di depan kamu sekarang." pinta laki-laki itu. Ina perlahan mengangkat kepalanya. Dia mulai membuka matanya perlahan. Melihat ada gedung besar di depannya. Kedua mata Ina mencoba membaca tulisan di sana. Rumah sakit Husada. Kedua mata Ina melebar seketika. Dia menoleh ke arah laki-laki yang kini berdiri di sampingnya. "Aku mau pergi sendiri ke rumah sakit." ucap laki-laki itu. Ina menghela napasnya. Dia merasa lega sekarang. Meski dirinya juga sedikit malu dengan apa yang sudah dilakukan olehnya tadi. Ina menoleh ke arah laki-laki di sampingnya. Kedua matanya menyipit seketika. Saat melihat wajah tampan laki-laki di sampingnya yang begitu familiar di matanya. "Bentar! Bentar! Sepertinya aku pernah bertemu denganmu. Tapi di mana. Tunggu! Kamu gak asing lagi." kata Ina, dia mencoba mengingat kembali siapa laki-laki di depannya. Laki-laki itu berdengus kesal. Dia melirik sekilas ke arah Ina. Kedua alisnya tertaut saat melihat Ina di sampingnya sedang sibuk mengingat siapa dirinya. Hanya satu tatapan saja laki-laki bahkan sudah ingat siapa wanita di sampingnya. Laki-laki itu tersenyum tipis. "Ternyata dunia sempit juga. Kenapa aku bisa bertemu kamu lagi disini." kata laki-laki itu. Membuat Ina mengangkat kepalanya. Menggerakkan kepalanya pelan. Melihat wajah laki-laki itu. Seketika Dia melebarkan matanya. Saat mengingat siapa laki-laki di depannya. Senyum tipis mulai terukir di bibirnya. "Iya, sekarang aku baru ingat. Bukanya kamu yang ada di lantai. Iya, aku pernah bertemu kamu di pantai. Dimana terjadi kecelakaan pesawat." kata Ina dengan nada penuh semangat. Entah kenapa sekarang pikirannya tiba-tiba terlupa tentang Eno. "Apa kamu mengikuti aku sampai sini? Atau, kamu sebenarnya tadi tahu siapa aku. Dan, kamu mengejarku," pungkas laki-laki di depannya. Dia mendekatkan wajahnya. Dia melihat wajah sosok wanita di depannya. Sangat dekat, hanya berjarak dua telunjuk tangannya. Ina melebarkan matanya. Napasnya mereka saling beradu satu sama lain. "Kamu tertarik denganku?" tanya laki-laki itu. Ina memicingkan matanya heran. Dia tersenyum kesal. Laki-laki itu kembali berdiri tegap. Sembari memegang keningnya yang sepertinya masih terasa sakit. "Apa yang kamu katakan? Aku suka kamu? haha.. Benar sungguh luar biasa. Aku bisa tertarik dengan kamu." Ina menunjuk pada laki-laki di depannya. "Aku tidak segampang itu tertarik dengan laki-laki. Dan, aku tidak akan pernah tertarik dengan laki-laki selain Eno." tegas Ina. Laki-laki itu tidak menanggapi ucapan Ina dengan serius. Dia hanya tersenyum. Pandangan matanya lurus kedepan. Dia menggelengkan kepalanya pelan. "Terserah! Tapi nanti juga kamu tertarik." kata laki-laki itu. "Perlu kamu ingat, namaku Alvaro Argi Aksalan. Panggil saja aku Al. Atau Mas Al, atau Varo terserah kamu saja. Dan, harus kamu ingat Jika kamu bertemu aku lagi nanti." kata laki-laki itu Tanpa menatap lagi ke arah Ina. Dia mulai menyeberang jalan. Dan, berjalan menuju ke rumah sakit. Sementara Ina masih saja diam. Dengan seribu bahasa. Dia menarik sudut bibirnya, dengan tatapan aneh melihat laki-laki yang begitu percaya diri. Beda saat pertama kali bertemu. Dia terlihat terus bersedih. Dari raut wajahnya menunjukan kehilangan. Tapi sekarang Ina bertemu dengan versi yang berbeda. Dia terlihat lebih bisa tenang, dan seolah tidak pernah terjadi kapan sebelumnya dengan keluarganya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN