Pagi ini, tiba-tiba aja si kakek nyuruh cucu-cucunya buat ngumpul di meja makan. Walaupun tiap hari kek gitu juga, namun hari ini berbeda. Kek ada yang penting tapi nggak tau apa.
"Ada apa Kek? Mau ngasih uang saku ke Benz? Sini!"
Ctakk!!
Alhasil kena timpuk punggung sendok kepala Benz.
"Sakit, elah!!"
"Duwit mulu isi otakmu itu. Kayak Maria gini dong, baik." pujinya pada sang menantu.
Maria hanya tersenyum seraya memakan sarapan yang ada di hadapannya.
"Jadi gini, besok sahabat Kakek yang ada di Jepang mau ke sini."
"Kerabat yang mana sih, Kek? Doraemon apa Ninja Hatori?"
"Kotaro!" jawab Kakek asal.
"Ih, siapa sih? Serius ini."
"Nanti kamu juga lihat sendiri. Pulang sekolah langsung pulang, Kakek harap besok kalian ijin tidak masuk sekolah."
Mereka hanya mengangguk. Beda dengan Maria yang sibuk dengan pemikirannya. Kek aneh aja, dia ngerasa jadi orang asing di sini.
Beberapa menit kemudian mereka berangkat ke kampus.
Benz langsung menemui sahabatnya seperbobrokannya. Jagad, nama pemuda itu.
"Ooyyy!!!"
"b*****t! Elo udah teriak-teriak kek orang gila."
"Gue manggil elo, Benz."
"Gue ngerti. Terus ada apa emangnya, hah?"
"Eh, gue mau ngasih tau sesuatu ama elo!"
"Cepet bacot, lama gue pergi."
"Iya, iya. Bentar, kita duduk dulu."
Mereka mencari tempat yang pas buat ngobrol bareng.
"Benz, gue jadi mau pindah negara, sama Lovelya."
"Jangan gila, elo seriusan?."
"Tapi Lovely udah hamil, dan dia nggak mau tinggal di sini lagi." bisiknya.
"Bangke! Elo gercep amat sih. Main suntik anak orang ampek kembung."
"Bodo amat, daripada elu, kapan buat kembung istri elo?"
Yah, Jagad udah tau perihal Benz udah nikah sama muridnya. Cuma si Jagad doang yang mengerti. Karena tuh cowok udah temenan ama si Benz dari jaman masih ada di dalam kandungan. Nggak heran mereka kek duren dibelah dua.
"Ck, belum saatnya." malas Benz.
"Eleh, bilang aja kalau peluru elo nggak akurat. Elo iri pasti sama peluru gue, sekali crot langsung kena sasaran."
"Elo nggak usah remehin kekauatan benih gue. Udah jelas benih gue paling unggul. Sekali main bisa crot ampek lima belas kali. Tinggal tunggu tanggal mainnya aja."
Jagad tertawa. "Kenapa ampek detik ini elo belum juga nyentuh bini elo sih?"
"Gue belum cinta sama Maria, dia juga kek gue. Masih sama-sama belum yakin aja. Gua nggak mau rusak anak orang."
"Gaya elu. Bilang aja nggak punya nyali!"
Berakhir mereka kepung-kepungan kek film India.
Keesokan harinya, sesuai dengan keinginan sang kakek. Benz dan Maria tidak masuk kampus. Maria langsung aja masak besar, ditemani suaminya juga.
"Mereka belum dateng?" tanya Maria.
"Belum, gue juga penasaran sama tamu kakek."
Setelah masakan selesai. Maria langsung menuju ke arah kamarnya. Sekedar membersihkan tubuhnya dan juga merias diri.
***
Keesokan harinya, kemarin sang tamu tak jadi datang. Membuat Maria dengan Benz kesal.
Di kantor universitas tempat Maria.
Terlihat gadis itu tengah tersenyum memandang foto seorang pemuda di layar phonesel nya, sosok pemuda tampan yang sudah sangat lama ia rindukan, Ray.
Sosok sahabat nya terdahulu saat dirinya masih bersama sang ibu. Dan kali ini sosok pemuda itu bilang jika ia akan datang berkunjung.
"Bagaimana dirimu yang sekarang?" Gumam Maria dalam hati. Sebelum kembali melanjutkan pekerjaan nya.
Waktu begitu cepat berganti petang.
Maria kembali pulang ke rumahnya, hah! Dia sangat kelelahan. Sampai-sampai ia lupa tidak menghubungi Benz seharian ini.
"Aku pulang," lesunya saat memasuki rumah.
Namun sontak rasa lesu itu tergantikan dengan senyuman lebar. Kala melihat sosok pemuda yang kini duduk di sofa ruang tamu nya bersama dengan sang kakek.
"Ray," serunya.
"Maria" sahut pemuda itu.
Maria berlari dan menubruk tubuh sahabatnya itu.
"Kenapa kau tak mengabari ku, jika kau sudah datang," rengek Maria.
"Aku sengaja ingin memberikan kejutan untuk sahabat ku ini," kekeh pemuda tersebut.
"Kau tinggal di mana?" Tanya Maria selanjutnya.
"Di dekat sini, kapan-kapan kita jalan berdua ya! Aku ingin melihat keindahan kota ini,"
"Baiklah," sahut Maria antusias.
Keesokan harinya.
Sesuai dengan janji Maria, gadis itu akhirnya mengajak sang sahabat jalan-jalan, menikmati pemandangan kota di pagi hari.
"Sangat indah, seindah gadis di samping ku," gumam Ray.
"Apa? Kau bicara sesuatu Ray?" Tanya Maria..
"Tidak...." Cengir pemuda tersebut.
***
Benz sedikit kesal, kenapa akhir-akhir ini istrinya sangat sulit untuk ia hubungi. Bahkan gadis itu juga sering menolak ajakan nya untuk sekedar makan bersama.
Benz memutuskan untuk pergi keluar sebentar, menuju kafe langganan nya. Sekedar ngopi, melepas penat.
Benz duduk seorang diri, memainkan jemari nya di layar phonesel nya. Tak lama datang sosok pemuda dan sosok gadis. Duduk tepat di sampingnya.
Benz abai terhadap kedua sosok itu. Karena memang ia tak mengenal mereka berdua. Tapi tiba-tiba, obrolan mereka sedikit memancing atensi nya.
"Bagaimana misimu Sayang?" Tanya sang gadis.
"Seperti nya akan sangat mudah mendekati gadis bodoh itu," sahutnya remeh.
"Apa Maria memang sebodoh itu? Kau harus hati-hati!" Timbal sang gadis.
"Ck, dia itu sangat mudah untuk ku kelabuhi. Kau tenang saja," ujarnya.
Benz terdiam, mendengar nama Maria di sebut pemuda itu, kenapa rasanya ia ingin marah?. Tidak, nama Maria banyak di dunia ini. Mungkin saja itu Maria yang lain bukan nama kekasihnya.
Keesokan harinya.
Benz semakin emosi, kenapa Maria semakin sulit ia ajak bertemu. Dan ada saja alasannya. Bahkan dia juga bilang jika tengah bersama sahabat nya? Siapa gerangan, sahabat dari sang kekasih yang mampu menyisihkan dirinya itu?.
Benz memutuskan untuk mencari tau siapa sosok tersebut.
Pemuda itu datang ke kelas Maria dan mengajak gadis itu pergi ke balkon universitas.
"Benz, kau kesini? Kenapa tidak mengabari ku dulu hm?" Tanya sang gadis begitu manja, menyambut sang pemuda.
"Aku bosan kau abaikan," tuturnya. Kemudian duduk dan menarik tubuh sang gadis untuk duduk di atas pangkuannya.
"Ck, kenapa kekasih ku yang tampan ini cemberut begini hm?" Maria mencubit sayang pipi sang kekasih.
"Karena kau mengabaikan ku?!" gerutunya.
Tak berapa lama tiba-tiba atensi mereka berdua di kejutkan dengan kedatangan sosok pemuda yang tiba-tiba masuk ke ruangan itu tanpa permisi. Bukan salah sosok itu karena Maria dan Benz saja yang tidak berhati-hati.
Benz memandang sengit ke arah pemuda itu.
"Ray" ucap Maria tak enak hati. Dengan cepat dia turun dari pangkuan Benz.
"Apa aku mengganggu?" Tanya nya, mengabaikan sosok pemuda yang duduk di atas kursi usang disana. Yang kini memandang benci ke arah nya.
"Benz kenalkan! Dia sahabat ku yang pernah ku ceritakan pada mu, Ray.” Maria memperkenalkan mereka berdua.
Dika mengulurkan tangannya ke arah Benz, Benz tak bergeming atau pun membalas uluran tangan pemuda di hadapannya. Namun Benz sama sekali tak menanggapi uluran tangan Ray.
Membuat Ray menyunggingkan senyumannya, menarik kembali uluran tangannya, menahan kesal.
Maria tak suka melihat sikap sang kekasih. Ia jadi tidak enak hati terhadap sahabatnya.
"Em, aku sebaiknya pulang saja ya, seperti nya kekasih mu tidak menyukai ku," tutur Ray, mencari simpati Maria.
Benz memilih diam, dari pada ikut terpancing emosi.
"Maafkan kekasihku ya," Maria berucap sembari mengantar sahabat nya keluar dari tempat tersebut.
Kemudian kembali lagi, menghampiri sang kekasih.
"Benz, tak seharusnya kau bersikap seperti itu pada Ray." marah Maria.
Benz menarik sudut bibir nya.
"Lalu, aku harus bersikap bagaimana hm? Membiarkan mu jatuh dalam jeratannya begitu?"
Maria semakin menajamkan pandangan nya.
"Apa maksudmu hah? Kau cemburu pada sahabat ku begitu? Cemburu mu itu sangat berlebihan Benz!" Teriak Maria..
"Kau hanya tidak tahu siapa sahabat mu yang sebenarnya," datar Benz.
"Aku sudah mengenalnya sedari kecil, jadi, kau jangan sembarangan menuduhnya," Maria tak terima.
"Aku tidak menuduhnya, aku bicara sesuai fakta," murka Benz dan kemudian pergi meninggalkan ruangan sang kekasih.
Maria meraup wajah nya. Ia tak tau apa yang terjadi pada kekasih nya itu.
Satu Minggu kemudian.
Hubungan Maria dan Benz semakin memanas karena adanya Ray di antara mereka berdua.
Maria bermaksud untuk memperbaiki hubungan nya dengan sang kekasih. Ia mengajak pemuda itu untuk pergi jalan-jalan di sebuah taman hiburan di malam hari.
Tanpa sengaja mereka bersitatap dengan para sahabatnya. Jackson, Yona, Jodi dan Grace.
"Hay!!! Kalian di sini juga?" Seru Maria.
"Iya, tidak ku sangka kita bisa bertemu," mereka tertawa bahagia.
Benz yang masih dalam mode bad mod nya enggan untuk ikut tertawa. Ia memilih pergi sebentar ke toilet terdekat.
Namun di tengah perjalanan ia bertemu dengan Ray bersama seorang gadis.
Ray tersenyum evil, berjalan menghampiri Benz.
"Tak ku sangka kita bertemu disini. Dimana kekasih bodoh mu itu?" Ejeknya.
Benz masih berusaha menahan diri agar tak melukai pemuda di hadapannya ini.
Namun pemuda itu semakin memancing emosi nya.
"Sudah berapa kali kau menikmati tubuhnya? Apa kau tidak bosan hah? Lebih baik kau beralih ke gadis lain yang lebih sexy," ujarnya.
BRENGSEK!!!
BUGH!!!! BUGH!!! BUGH!!!!
Benz menghantam wajah pemuda di hadapannya tanpa ampun. Dan sontak kejadian itu mengundang perhatian banyak pengunjung. Terutama para sahabatnya.
"Benz!! Hentikan!!" Teriak Maria., mendorong tubuh sang kekasih dan beralih menolong sahabat nya.
Maria benci dengan sikap Benz. yang menurutnya sangat kelewatan.
"Apa-apaan kau ini hah?" Murka Maria
"Ck, memuakkan," decak Benz, emosi.
"Minta maaf pada Ray!" Pinta Maria.
"Tidak akan," sahut Benz cepat.
"Jika tidak, lebih baik kita putus," entah terlalu emosi atau bagaimana. Tiba-tiba kata keramat itu keluar begitu saja dari bibir Maria.
Benz memandang tak percaya ke arah sang kekasih. Hanya demi pemuda b******n seperti Ray, kekasih nya berani berucap putus padanya.
Pemuda itu memilih pergi meninggalkan mereka. Ke empat sahabat Benz pun juga ikut pergi meninggalkan Maria bersama Ray.
Benz sangat marah, ia benci dengan situasi yang membuat hatinya lagi-lagi terasa panas. Dengan mengendarai mobilnya, melaju dalam kecepatan tinggi, pemuda itu menuju ke salah satu club malam. Ia ingin melampiaskan kemarahannya di sana.
Pemuda itu terlihat tengah terduduk di kursi hadapan bartender, memesan minuman memabukkan. Hingga habis satu sloki, kepalanya terasa berputar. Ia tak peduli ada banyak jalang yang bergelayut di samping tubuhnya, setelah puas, pemuda itu memilih pergi.
Mengendarai mobilnya tak tentu arah, yang ia inginkan hanya lah cepat sampai ke rumahnya. Kepala nya terasa mau pecah saat ini, bayangan sang kekasih berucap putus padanya masih saja terngiang di telinga nya.
BRENGSEK!!!!!
Teriaknya, memukul kasar kemudi mobil nya. Dan menambah kecepatan laju mobil yang ia kendarai.
Hingga tiba-tiba datang sebuah truk besar dari arah depan, Benz syok, membuka kedua matanya lebar-lebar.
Kenapa truk itu tiba-tiba menuju ke arah nya? Dengan gesit Benz melepas kemudinya, dan melompat dari dalam mobilnya yang tanpa atap itu, ke sisi jalanan. Hingga tubuh pemuda itu terasa terlempar dan terbanting beberapa kali, kepalanya terbentur pinggiran pembatas jalan. Hingga menyebabkan pemuda itu tak sadarkan diri, dengan banyaknya luka dan darah yang menghiasi kepala dan tubuhnya.
Samar-samar ia melihat dan dan mendengar bunyi ledakan dan teriakan banyak orang. Ia melihat mobil dan truk di kejauhan sana meledak hebat. Hingga selanjutnya ia tak bisa mengingat apapun lagi.
Malam ini semua orang di kejutkan dengan berita tentang ledakan mobil yang di kendarai Benz. Mereka syok, namun setelah mendengar jika Benz selamat, akhirnya mereka bisa bernafas lega. Setidaknya semua anggota keluarga Blade masih bisa berucap syukur, karena Benz tak berada di dalam mobil tersebut. Meski keadaan nya tidak bisa di bilang dalam keadaan baik-baik saja.
Di dalam Rumah Sakit XXX.
Di sinilah semua anggota keluarga Tsugiono berada. Sang kakek beserta pengawalnya terlihat tengah termenung, duduk diam, bertarung dengan fikiran kalut masing-masing.
Memikirkan keadaan Benz dan juga Maria, yang masih belum sadarkan diri.
Tak lama muncul ayah dan ibu Benz, sosok yang sudah sangat lama meninggalkan sang putra kini muncul tanpa di duga. Membuat sang Kakek syok, sekaligus marah pada mereka. Kenapa mereka baru datang ketika sang anak kesakitan?.
Gilbert kakak dari Benz begitu kalut, ia hanya bisa menumpahkan tangisannya di pelukan sang Mommy.
"Mom, aku kakak yang bodoh, bagaimana bisa aku tak mengetahui jika adikku tengah menderita?" isaknya.
Melisa sang ibu hanya bisa memejamkan kedua matanya, ia tak ingin menjawab ucapan sang putra, karena apa yang pemuda itu ucapkan memang benar adanya, putra nya itu memanglah bodoh. Lebih mementingkan pekerjaan di bandingkan dengan keadaan adiknya sendiri. Sudah lama kedua orang tua Benz mewanti-wanti, agar anak ini memperhatikan adiknya. Namun apa, hubungan keluarga mereka justru terpecah.
Beberapa saat kemudian, Sosok Dokter pria datang menghampiri mereka.
"Keluarga pasien yang bernama Benz?" Tanyanya, memastikan.
"Iya Dok, saya Ayahnya," tukas Rammon, sang ayah, beranjak berdiri dan mendekati sosok Dokter tersebut.
"Bagaimana keadaan putra saya Dok? Dan juga gadis itu?" Tanya nya, khawatir.
Dokter itu tersenyum, dan menepuk pundak sang pria, di hadapannya.
"Mereka baik-baik saja Tuan, untung saja mereka di bawa kesini tepat waktu," tuturnya.
Rammon meluruhkan kedua bahunya.
Hah!
Akhirnya ia bisa bernafas lega.
"Syukur lah," lirihnya.
Tak berapa lama terdengar bunyi derap sepatu dari arah lorong rumah sakit.
"Bagaimana dengan keadaan putriku Ram?" Tanya sosok itu yang tak lain dan tak bukan adalah Adiguna, ayah Maria.
Rammon tersenyum dan menjawab.
"Maria baik-baik saja, kau tak usah khawatir," sahutnya. Sosok yang bertanya itu tak lain adalah ayah Benz yang menganggap Maria sebagai anaknya sendiri. Da mendengar banyak cerita mengenai siapa Maria dari kakek, hanya saja ayah dan ibu Benz tak tahu ada hubungan apa antara Maria dan Benz, hanya kakek Tsugiono yang tahu.
Akhirnya Adiguna ikut merasa lega. Ia tak tau dengan apa yang terjadi pada putrinya jika saja, Jodi dan Jacson tak datang memberitahunya.
Mereka memasuki kamar rawat anak mereka masing-masing.
Adiguna yang kini duduk di sebelah putrinya, mengelus kening wajah gadis yang masih setia memejamkan kedua matanya tersebut.
"Sayang, cepat bangun Nak! Papa khawatir kepadamu," lirihnya. Ia ingin menangis rasanya, jika mengingat tentang masa-masa waktu yang di lalui gadis di hadapannya ini. Yang tak pernah merasakan kasih sayang dari sang ibu sedari kecil. Di tambah sekarang harus menghadapi berbagai masalah. Dan lagi ia merasa bodoh, karena hampir melalaikan keselamatan gadis tersebut, hingga nyaris membuat nya meregang nyawa.
Sedang di kamar Benz, Melisa hanya bisa menangis. Meski ia tau, jika keadaan putranya baik-baik saja, namun ia masih takut terjadi apa-apa pada sosok pemuda itu, karena sampai sekarang putra kesayangan nya tersebut belum juga membuka kedua matanya.
"Nak, cepat bangun Sayang! Mommy menyayangi mu,"
"Tenang lah, Benz akan baik-baik saja," ujar sang suami menenangkan.
.
.
.
Sedang di ruangan Benz, berlahan sosok pemuda itu membuka kedua matanya. Mengerjap pelan, menyesuaikan intensitas cahaya yang memaksa masuk menerobos retina mata nya.
"Sayang, kau sudah sadar Nak?" Antusias sang mommy, yang sedari tadi setia menunggu sang putra membuka kedua matanya.
"Mom," seraknya.
"Iya Sayang, ini Mommy," sahutnya, mengelus pucuk kepala sang putra.
Beberapa saat kemudian sang daddy datang.
"Kau sudah bangun jagoan?" Serunya, seraya mendudukkan tubuhnya di ranjang samping sang putra.
Benz hanya tersenyum tipis.
Hingga beberapa saat kemudian, senyuman itu terlihat luntur.
"Bagaimana keadaan Maria Mom?" Tanya nya.
"Dia baik-baik saja, ada di kamar sebelah," sahut sang daddy.
Benz memaksakan dirinya untuk terduduk.
"Aku ingin melihat keadaan nya Mom," ucapnya seraya berusaha menuruni ranjangnya, meski badannya masihlah sangat lemah.
"Sayang, kau masih sakit,"
"Tidak Mom, aku ingin melihat keadaan Maria," kukuhnya.
"Baiklah, tunggu di sini! Mommy akan memanggil perawat untuk membawakan mu kursi roda, ok," timbal sang mommy kemudian.
Benz memasuki ruang rawat Maria, dengan posisi duduk di kursi roda yang terlihat di dorong oleh sang mommy.
Pemuda itu tersenyum kala melihat sosok gadis yang kini terlihat tengah terduduk bersandar di bantalan tinggi ranjang pesakitan nya. Ternyata Maria juga sudah siuman sedari tadi. Dan gadis itu tengah terlihat sedang makan di suapi olah sang ayah.
"Maria," serunya. Membuat atensi gadis di sana menoleh ke arahnya.
Maria tersenyum.
"Benz," sahutnya, ia kembali teringat tentang kejadian dimana ia terjatuh bersama pemuda itu ke dalam danau. Pelukan manis, dan ciuman itu. Masih begitu ia ingat. Kejadian yang seharusnya menjadi momok bagi hidupnya kini berubah menjadi sebuah momen romantis yang selalu ingin ia ingat. Ia baru percaya sekarang, jika cinta mati itu benar-benar ada.
Benz tersenyum dan meminta sang mommy untuk mendekatkan dirinya dengan sang gadis.
"Kau baik-baik saja?" Tanya nya.
"Aku yang seharusnya bertanya itu padamu," sahut Maria sedikit ketus, memang sudah menjadi ciri khas tersendiri bagi gadis tersebut.
Benz berdiri dan mendudukkan tubuhnya di ranjang tempat tidur Maria.
Melisa mengkode pria di dekatnya, mengajaknya keluar. Memberikan privasi pada sepasang sejoli di hadapannya. Ayah Maria mengangguk dan kemudian keluar dari ruangan tersebut.
Sepeninggalan kedua orang tua mereka.
Benz tersenyum, membelai pipi putih sang kekasih.
"Orang tua kita pengertian ya, mereka tau kalau kita saling merindukan," kikiknya, meski bibir nya terasa masih sangat kering dan pucat.
"Hentikan, kebodohan mu itu," cerca Maria, sembari tersenyum malu.
"Kenapa kau melakukan itu?" Maria berucap serius. Memandang lekat wajah pemuda di hadapannya.
"Karena aku tidak bisa melihat mu bahagia dengan lelaki lain," lirihnya.
Benz meraih tumbuh gadis di hadapannya.
"Jangan lakukan lagi! Aku tidak bisa hidup tanpa mu," pelukan pemuda itu semakin erat, pertanda ia sangat takut kehilangan gadis di hadapannya.
Maria hanya diam, memejamkan kedua matanya.