05. Tamu kakek Tsugiono

1092 Kata
Gara-gara ketiduran lagi tadi pagi, Maria sama Benz ampek bangun kesiangan. Alhasil mereka berdua panik banget. "Astaga! Benz! Bangun! Kita kesiangan!!" Maria dorong brutal tubuh suaminya. Sampai-sampai tubuh tuh cowok oleng ke sana ke mari. "Mae! Mae! Banguninnya udah kek dorong gerobak sampah." emosi Benz, berusaha mendudukkan tubuhnya. Kepala terasa keliyengan ditambah liat tingkah Maria yang udah kek gasing muter sana sini. "Benz! Cepetan mandi! Kamu mau sampai kapan jongkok di ranjang terus? Udah jam 8 ini loh!" "Lha elu juga belum mandi itu loh! Mau mandi bareng? Lha ayok!" Buru-buru Benz turun dari ranjangnya. Semangat empat lima pokoknya. "Elu jangan macem-macem! Gue sleding lama-lama!" Nunjukin bogeman ke arah sang suami. Yang mana membuat Benz terdiam mematung. Natap horor ke arah sang istri. Benz rada ngerasa aneh aja. Ngitung hari, kemaren aja hari Sabtu. Bukannya sekarang hari Minggu? Ini Benz yang ilang ingatan, apa Maria yang terlalu pintar?. Maria keluar dari kamar mandi nggak ada sepuluh menit. "Mae mandi apa cuma cebok?" seloroh Benz, menelisik tubuh Maria yang terbalut dengan handuk sebatas d**a. "Kenapa elu jadi banyak bacot sih Benz?! Cepet mandi! Elo udah telat!" Benz mendengus, menopang dagunya dengan kedua tangan. "Mae, bukanya sekarang hari Minggu?" Maria terdiam, masa iya sih? Cepat-cepat ia lari menuju ke arah kalender. Seketika wanita itu nepuk jidatnya sendiri. "Kok gue bisa lupa sih?" "Itulah pintarnya istriku." Benz kembali berbaring, sembunyi di bawah selimut lagi. Maria ikut mendudukkan tubuhnya, masa bodoh dengan tubuhnya yang masih terbalut handuk. Benz menatap lekat tubuh putih istrinya. "Mulus banget Mae." Maria mendelik tajam. "Apaan sih Benz?!" "Gede pula." Ini otak Benz makin ngaco aja, terfokus pada d**a Maria yang terlihat sedikit menyembul. Maria yang sadar dengan tatapan lapar Benz langsung aja berdiri. Namun jangan tanyakan keusilan Benz yang udah mendarah daging. Dengan sengaja ia malah megang sedikit ujung handuk Maria. Otomatis saat Maria berdiri itu handuk ketarik. "Aaaaaa!!!" Maria teriak syok, bagaimana tidak jika kini tubuh putihnya terekspos jelas di hadapan suaminya. Benz ternganga, tak ingin melepaskan pandangannya dari sang istri. GLEG!! Benz menelan ludahnya berat, mendadak tenggorokannya terasa kering. Maria lari ke arah toilet lagi. Dan bodohnya dia nggak bawa handuknya. "Benz! Bawain gue baju!" teriaknya. Benz langsung aja nyari baju tuh cewek. Mengetuk pintu kamar mandi buat ngasih baju Maria. "Mae, ini bajunya." Maria ngulurin tangannya ke arah luar buat ngambil bajunya. Kemudian nutup pintu kamar mandi lagi. Tak lama terdengar suara teriakan Maria lagi. "Benz! Dalemannya mana?!" Benz mikir keras sekeras batangnya pas lagi sange! Eh, enggak. Berjalan menuju ke arah lemari lagi, nyari tempat daleman sang istri. Benz pen ketawa gemas, liat kain lucu warna-warni di dalam kotak. Dia ambil satu, pakek penasaran lagi. Dia buka itu lipatan kain merah. Sontak dia ketawa, ini benda lucu banget. Cuma ada bentukan segitiga di tengah. Sedang di belakang cuma ada tali satu garis. "Ini cuma nutupin burgernya doang. Terus tali yang belakang apa nggak nyelip di tengah p****t yak? b*****t otak gue traveling!" nepuk kepalanya sendiri. Beralih dia ngambil penutup kerang, sengaja ambil yang senada warnanya. Nggak sengaja dia liat ukurannya. "Ukuran 36, pas banget ini di telapak tangan." "Benz! Lama amat sih!" teriak Maria nggak sabaran. "Iya Mae sabar. Orang sabar pantatnya gede!" Daripada denger teriakan Maria lagi, buru-buru Benz ngasih itu daleman. Setelah beberapa saat kemudian. "Mae," panggilnya. Serius, Benz penasaran banget loh sama bagian dalam cewek. "Apa?" "Mae, kenapa beli CD modelan kek gitu. Padahal itu CD nggak melindungi p****t sama sekali loh, Mae." Maria terkejut, ini anak ngomongnya kok suka nggak pakek filter. Pen sentil itu bibir. "Elo mau tau alasan gue beli yang modelan gitu?" Benz yang udah penasaran tingkat dewa langsung ngangguk tanpa syarat. "Biar udara leluasa masuk Benz," bisik Maria. Otak Benz makin traveling melanglang buana. "Mae, yang ada malah masuk angin loh!" "Masuk angin tinggal ditusuk aja udah kempes anginnya ilang." jawab Maria asal. Benz makin kepikiran ke mana-mana. "Aku rela bantuin tusuk Mae. Serius, dengan senang hati loh!" Maria makin puyeng, butuh kesabaran ekstra buat ngomong sama Benz yang selalu aja punya jawaban entah apa itu. "Benz, mending elo mandi sana! Biar otak elo jernih." Benz hanya mengangguk dan berlalu menuju ke kamar mandi. Sebelum menghentikan langkahnya sejenak, dan menoleh ke arah Maria. "Mae, tutub segitiga nya cuma ukuran tiga jari loh. Coba deh, itu hutannya di segitiga bermuda elu rada dipangkas dikit. Biar nggak keluar area penutup segitiga nya." Maria masih loading, ini si Benz ngomong apa sih?. "Nggak jelas lu Benz." Benz cuma nyengir, dan masuk ke kamar mandi. Selepas membersihkan diri. Benz keluar dari kamar mandi. "Mae, turun ke bawah yuk! Laper." Maria hanya ngangguk dan ikut turun ke lantai bawah. "Benz liat deh! Itu Kakek Tsugiono lagi pacaran sama si Miya, di dapur." tunjuknya ke arah pantry dapur. Benz langsung aja nyelonong menuju ke pantry dapur tersebut. "Cie, ... yang mainnya pindah di dapur." Sang kakek yang lagi meluk pinggang kekasihnya sontak terkejut. Lupa kalau lagi di rumah cucunya. "Nyari referensi Benz, bosan main di kamar mulu." Benz nyesel nyindir si kakek. Niat hati mau bikin tuh kakek marah, malah makin kesenangan aja itu kakek ujung-ujungnya. Malah sekarang makin mamerin kemesraan. Ngecup tengkuk putih kekasihnya. "Kek, mending pindah ke kamar aja sono! Gue laper, istri gue mau masak malu tau nggak!" emosi Benz. "Miya sayang, pindah ke kamar yuk! Buat dedek lagi." Benz membelalakkan matanya. "Kek! Sadar umur elah!!! Udah tua masih aja mau buat anak. Nanti kalau Kakek tiba-tiba mati, siapa yang miara anak Kakek? Aku mah ogah!" Si Kakek mendelik tajam. "Doa kamu jelek banget Benz." "Bodo amat! Bisa-bisanya gue punya Kakek sengklek." gumamnya kesal. Si Kakek yang masih denger suara Benz sontak ngambil teflon buat getok kepala cucunya. CTANGG!!! "Bangke! Otak gue kopyor Kek!" marah Benz, mau balas nggak tega. Nggak dibalas kok ngeselin. Maria terkejut antara ingin tertawa ama kasian liat suaminya. Dah pasti itu kepala benjol sebesar telor ayam. Maria menghampiri suaminya. "Gimana Benz? Pagi-pagi udah di cipok teflon." kekehnya. "Boro-boro rasanya nikmat. Andai aja elu yang kasih cipoklicious, dah jelas nikmatnya." "Benz, pen nambah di cipoklicious wajan nggak?" "Ampun Mae, bercanda." Benz nyengir kikuk. Maria lanjut memasak buat sarapan mereka. Sebenarnya dia nggak ahli masak, cuma kalau masak telor ceplok sama sosis aja bisa. "Mae, telurnya punya mata berapa?" Maria makin bingung ama pertanyaan-pertanyaan Benz yang menurutnya sangat aneh. "Emang telur ada yang punya mata? Kebayang nggak sih? Kalau telor punya mata, kesannya dah kek dajjal." "Telur aku punya mata dua." Maria noleh ke arah Benz, nih anak bener-bener otak minta di rukiyah. "Boleh gue ceplok nggak?" Benz milih melipir pergi, daripada telurnya di ceplok buat sarapan kan ngeri.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN