Chapter 8 : Dinner Romantis Part 1

1590 Kata
“Malam, tante. Maaf menganggu. Aku mau menjemput Jessica, apa dia sudah siap?” tanya Jack seraya mengumbar senyum manisnya. “Oh silahkan masuk, Nak. Jessica gak kasih tahu tante kalau dia mau pergi keluar. Sebentar yah, tante panggilkan dia. Duduk dulu.” Mama Jessica lantas bergegas naik ke lantai dua dan mengetuk pintu kamar anak gadisnya. “Jess, temanmu Jack sudah datang. Kamu sudah siap belom sayang?” seru sang mama dari balik pintu kamar. “Ya, mom. Bentar lagi aku keluar, minta Jack menunggu sebentar,” jawab Jessica dari dalam kamarnya. Mama Jessica bergegas turun kembali ke lantai satu dan berjalan menuju ruang tamu. Sementara itu, Jack menunggu Jessica dengan sabar sambil menatap layar handphonenya dan membalas pesan masuk di dalam Whatsappnya. “Jack, sebentar lagi Jess turun, tunggu yah. Kamu mau minum sesuatu mungkin?” tanya sang mama penuh harap seraya memandangi wajah Jack dengan seksama. Hati sang mama telah merasa cocok dengan pembawaan Jack yang dewasa dan tenang. “Tidak, tante. Terima kasih, rencananya malam ini kami mau dinner di The Valley Bistro Cafe sambil menikmati suasana malam hari,” jawab Jack santai. “Oh oke. Tante cuma pesan satu hal, malam minggu seperti ini biasanya jalanan sangat ramai dan penuh, apalagi daerah Dago, Bandung Utara pasti padat merayap. Menyetirlah dengan hati-hati.” “Oke, tante. Terima kasih atas perhatiannya. Aku akan hati-hati kok, tenang aja.” “Oia, Jack, kenalan dengan Papa Jessica donk.” Mama Jessica memanggil sang papa agar menghampiri mereka berdua. Sang papa pun beranjak berjalan menuju ruang tamu dan mendekati mereka berdua. Jack lantas langsung berdiri dari tempat duduknya dan menyalami tangan sang papa, kemudian memperkenalkan dirinya. Akhirnya mereka bertiga mengobrol santai di ruang tamu sambil menunggu Jessica turun. Tidak berapa lama kemudian, Jessica telah turun ke lantai satu dan berjalan menghampiri  mereka bertiga yang sedang asyik mengobrol di ruang tamu. “Sorry Jack, menunggu lama yah?” Jessica menatap Jack yang tampak sangat tampan malam itu. “Gak kok, aku gak nunggu lama. Kamu sudah siap? Kita berangkat sekarang?” ajak Jack yang beranjak berdiri dari tempat duduknya. “Ayo kita berangkat sekarang, sebelum semakin malam.” Jessica lantas berpamitan kepada kedua orang tuanya dan memeluk mereka. Begitu pula dengan Jack yang berpamitan dan menyalami kedua orang tua Jessica. Sang mama ikut mengantar mereka berdua hingga ke pintu gerbang. Keduanya lantas masuk ke dalam mobil dan melambaikan tangan ke arah Mama Jessica dan mobil pun melaju pergi menjauh dari rumah Jessica. Suasana di dalam mobil begitu hening dan sunyi, Jessica benar-benar tidak berani menatap Jack, apalagi membuka pembicaraan saat dirinya berada dalam keadaan sangat gugup seperti sekarang ini. Jack yang telah mengetahui sedikit karakter Jessica tersenyum simpul dan saat sedang berada di lampu merah, Jack menatap Jessica dan berkata, “Jess, kamu sangat cantik malam ini. Maksudku, bukannya tadi siang kamu tidak cantik, hanya saja malam ini kamu terlihat begitu berbeda.” Jessica terperanjat dan cukup terkejut mendengar perkataan Jack, ‘Ya Lord, aku bisa pingsan jika dia memuji lagi. Selama lima tahun menjomblo, baru kurasakan lagi pujian dari seorang pria. Thank you Lord,’ batinnya. “Oh ... makasih, Jack. Kamu pun terlihat berbeda malam ini,” ucap Jessica yang tersipu malu. “Ha ... ha ... ha ... kurasa aku terlihat tua, menurutmu ada gak yah cewe yang mau sama aku?” tanyanya. Jessica bertanya-tanya dalam hatinya, mustahil bagi seorang pria tampan dan mapan seperti dirinya belum memiliki seorang kekasih. Pastinya banyak wanita yang mengantri untuk menjadi pacarnya. Dia memiliki kelebihan fisik dan materi. Apakah ini sebuah pertanyaan jebakan atau ... ? “Pasti ada, Jack. Mungkin kamu yang tidak menyadarinya,” jawab Jessica singkat sebab dirinya masih bertanya-tanya maksud dibalik pertanyaannya tersebut. “Semoga kamu benar, Jess.” Setelah itu, suasana kembali hening. Jack fokus mengendarai mobilnya, sementara Jessica mengambil handphone dari dalam handbagnya dan memeriksa pesan masuk di dalam Whatsappnya. Rupanya ada dua pesan masuk ke dalam Whatsappnya, satu pesan dari Gavin dan pesan lainnya dari Group Rempong. (Isi percakapan pribadi antara Gavin dan Jessica) Gavin : Jess, hello. (Pesan dari Gavin terkirim jam 17.00. Selama itu, Jessica belum membuka aplikasi Whatsappnya sama sekali) Jessica : Hi, Vin. Sorry baru balas chat kamu, aku baru pegang handphone. Ada apa yah, Vin? (Jessica membalas pesan Gavin sekitar jam 19.00, saat itu Gavin langsung membalas pesan masuk dari Jessica) Gavin : Gak apa-apa, Jess. Gak perlu minta maaf. Kamu sibuk banget yah? Jessica : Iya, sedari pagi sibuk banget. Tapi ini aku lagi santai, lagi di jalan mau dinner. Gavin : Dinner? Sama siapa? Pacar kamu yah? Jessica : Iya dinner. Oh, bukan. Aku belum punya pacar. Ini dinner bareng teman, dia dari luar kota minta ditemani makan malam sebelum besok dia balik ke Jakarta. Gavin : Oh, begitu. Hati-hati yah, Jess. Jaga diri dan jangan pulang terlalu malam. Kita lanjut chatnya setelah kamu sampai di rumah atau besok saja, enjoy your dinner. Jessica : Oke, Vin. Terima kasih. Bye. Gavin : Bye. (Dan percakapan pribadi antara Gavin dan Jessica pun berakhir) (Isi percakapan di dalam Group Rempong) Owen : Halo, sepi amat ini group. Ada penghuninya gak sech? Calista : Hadir, Ferguso wk ... wk ... wk ... Valerie : Napa loe kesepian, Ow? Ngetik naskah loe sana, novel gak kelar-kelar. Owen : Iya ini gue sambil ngetik, loe kira gue ngorok? Mana si Jess? Jessica : Hadirrrrr, kalian kangen gue yah? Tebak gue lagi apa? Calista : Lagi kencan sama komik onlen loe Ha ... ha ... ha ... Valerie : Hmm, kayaknya bukan. Cepet loe jawab Jess lagi apa? Jessica : Oke, oke aku jawab. Gue lagi mau dinner bareng rekan bisnis atasan gue. Sebenarnya kami berdua sudah pernah bertemu di pesta pernikahan anaknya teman mama gue. Ternyata, dia itu rekan bisnis atasan gue. Tadi siang waktu gue diminta tolong sama atasan nemenin dia makan siang, tiba-tiba dia ngajak dinner bareng malam ini. Sekarang kami lagi perjalanan menuju ke resto yang dia pilih. Gue belum tanya restonya di mana. Ucapkan selamat dulu donk buat gue. Owen : Hah?? Serius? Calista : Wow, kemajuan ini anak. Valerie : Whatt?? Dia ganteng gak, Jess? Akhirnya loe ada yang ngajak kencan juga setelah lima tahun jomblo coy .... wkwkwkwkwk. Jessica : Jangan kaget gitu napa? Seperti yang gue ini sudah berlumut gitu. Yang pasti dia ganteng banget. Gue selalu gugup kalau di dekat dia, dari samping aja dia cakep, apalagi dari depan uwuuuu. Owen : Ha ... ha ... ha ... seperti ini rupanya orang yang lagi bucin (b***k cinta), astaga. Jessica : No, gue belom bucin. Loe jangan sembarangan ngomong Ow. Gue plester ntar paruh loe eh mulut loe wkwkwkwk. Owen : Marimar! Tega kau! Kau pikir aku burung? Calista : Udah, udah. Loe berdua mirip Tom and Jerry tahu gak? Intinya sekarang sahabat kita yang satu ini lagi berbunga Gaes. Woohoo, kalau sampai jadian, jangan lupa traktir kita-kita di cafe mahal. Valerie : Oke, kita dukung loe, asal loe yakin itu yang terbaik buat loe, Oke? Jangan lupa kirim fotonya ke kita, biar kita-kita ada bayangan seperti apa wajah dia yang kata loe tampan wkwkwkwk. Jessica : Yaelah, mana berani gue minta foto dia. Ntar aja kalau momentnya tepat gue bakal minta foto dia atau kami foto bareng uwuuuu. Owen : Dah sana yang lagi bucin! Loe jangan bikin yang jomblo kek kita merana, sedih tak berujung, sepi sendiri di pojokan kamar. Calista, Valerie : Ya, dah sana loe kencan dulu. Apa daya kita-kita yang jomblo, cuma bisa gigit jari doank sambil ngarep pangeran berkuda putih datang meminang. Jessica : Oke, gue kencan dulu yah Gaes ha... ha ... ha ... Bye. Owen, Calista, Valerie : Bye. (Dan percakapan pun berakhir) Rupanya selama Jessica asyik membalas pesan masuk dalam Whatsappnya, Jack memperhatikan dirinya, kemudian karena penasaraan Jack bertanya, “Asyik banget senyum-senyum sendiri, izin sama pacar?” “Hah?! Oh, gak kok. Aku belum punya pacar. Tadi balas pesan masuk dari teman-teman,” jawab Jessica gugup. “Oh, ha ... ha ... ha ... sudah selesai chatnya?” tanyanya lagi. “Sudah, oh iya kita dinner dimana?” tanya Jessica penasaran, berusaha mengalihkan pembicaraan. “Di cafe yang romantis pastinya, kamu pasti suka. Nah kita sudah sampai.” Lalu, Jack memarkirkan mobilnya dan keduanya turun dari mobil. Pria tersebut berjalan menghampiri gadis berkulit putih tersebut dan memintanya untuk menggandeng tangannya. Jessica pun mengikuti permintaannya, lalu mereka berjalan masuk ke dalam cafe. Kemudian, salah satu pelayan pria mengantar mereka berdua menuju ke tempat duduk yang telah dipesan sebelumnya oleh Jack. Letak tempat duduk keduanya sangat strategis, mereka dapat melihat pemandangan kota Bandung di  malam hari secara jelas. Kerlap-kerlip lampu yang menghiasi kota di malam hari tampak sangat indah dan mempesona, ditambah dengan suasana resto yang minim penerangan, hanya diterangi oleh sedikit lampu dan lilin di atas meja, bunga-bunga mawar putih yang menghiasi area tengah resto semakin menambah suasana romantis. Setelah memesan makanan, keduanya kini terdiam kembali. Jessica menatap pemandangan Kota Bandung di malam hari dengan tatapan takjub, sementara Jack terus memandangi wajah Jessica dengan tatapan kagum. “Jess, kamu suka resto ini?” tanya Jack penuh harap. “Ya, suka banget. Aku pernah ke sini satu kali bareng teman-teman. Tapi, entah kenapa malam ini pemandangannya lebih indah.” Jessica merapikan rambutnya yang terkena hembusan angin malam. “Seindah kamu, pemandangan ini seindah kamu, Jess.” Jantung Jessica hampir melompat keluar mendengar perkataan Jack, wajahnya langsung merona merah dan tersipu malu. “Thank you, Jack. Kamu terlalu memuji. Kamu sukses membuatku malu.” “Kamu membuatku nyaman, Jess. Kamu berbeda dari wanita-wanita lainnya yang sering kutemui. Kepolosan, keluguan dan kejujuran kamu yang membuat kamu berbeda dari wanita lainnya.” “Ya, teman-temanku sering berkata seperti itu.” “Aku serius, Jess. Entahlah, di umurku yang sekarang, aku hanya mencari seseorang yang dapat membuatku nyaman, menyayangi dan mencintai aku apa adanya.” “Semoga kamu cepat menemukan wanita tersebut. Aku bakal doain kamu dech.” “Sebenarnya dia ada di hadapanku saat ini, hanya saja mungkin dia berpikir ini terlalu cepat. Ya, aku sadar proses ini terlalu cepat. Tetapi, aku gak bisa membohongi perasaanku. Aku merasa nyaman berada di dekatnya.” ‘Whattt!!! Oh my God ... apa ini sebuah pernyataan perasaan?’ batin Jessica. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN