Bab 91

1391 Kata
Kabar burung itu mengubah pandangan orang- orang terhadap Novan. Semua menatap Novan sambil kasak kusuk, termasuk guru- guru yang mengajar. Mereka mengajar sambil mengawasi Novan. Novan jelas sangat risih dengan perlakuan guru- guru. “Oh, Novan udah masuk ya?” Tanya pak Gunawan saat sedang mengabsen. Novan mengangguk. “Kemana saja kamu, nggak ada kabar selama 2 hari?” “Anu … ada acara keluarga pak,” jawab Novan. Pak Gunawan menurunkan sedikit kacamatanya dan menatap Novan, lalu mengangguk. “Oh, oke. Kamu jangan lupa tanyain tugas- tugas sama teman, biar nggak tertinggal,” pinta pak Gunawan. “Baik pak.” “Baik. Kita lanjutkan pelajaran kita. Kita lanjut ke bab baru …” Pak Gunawan membuka buku cetak di meja. “Acara keluarga? Bukannya katanya dia diskors ya?” Terdengar bisikan dari sudut kelas. Novan menoleh. Sekumpulan anak perempuan yang duduk di belakang membuka pembicaraan. “Hah? Dia diskors? Anak baru itu?” Anak perempuan yang lain mengangguk. “Kemarin itu kan dia di panggil ke BK kan,” timpal yang lain. “Ya, kan dia ke BK itu nggak sendirian kali. Kan kemarin dia kena apesnya aja karena relai si Yudi dan Andi berantem.” “Iya, kan kemarin itu ada si Gilang dan Iwan juga kan? Mereka berenam ikutan di seret ke BK, tapi kamu sadar nggak sih, mereka nggak balik ke kelas barengan.” “Hah? Loh? Masa?” “Ih iya tau! Waktu itu kan aku lihat mereka masuk berlima doang, si Novan nggak ikutan. Katanya dia masih di tahan sama BK, nggak tahu deh kenapa ya.” “Oh iya! Itu yang habis itu dia nyusul balik ke kelas kan, terus di jemput sama orang ganteng gitu kan?” “Hah? Siapa orang gantengnya? Si Novan?” “Bukan! Ada tuh, yang jemput dia. Nggak tahu deh siapanya, mungkin ayahnya kali ya?” “Ngaco! Gilo kalo ayahnya sih, muda banget nampaknya. Palingan juga abangnya sih menurutku.” “Kalian nggak bilang- bilang ih kalau ada orang ganteng! Padahal kan lumayan aku bisa cuci mata.” Novan mendengus. Dasar perempuan, kalau ngerumpi tidak kenal waktu. Bisa- bisanya mereka ngerumpi di tengah pelajaran begini? “Heh!” Pak Gunawan menggebrak meja dan melemparkan spidol ke sudut kelas. Spidol itu meleset mengenai meja kumpulan anak perempuan yang ngerumpi dan terpantul ke lantai. Mereka tersentak kaget saat spidol itu memantul ke lantai. “Nayla! Kalila! Tasha! Kalian yang di belakang! Jangan ngerumpi di belakang kalau saya sedang menjelaskan!” Mereka bertiga mengangguk bersamaan. “Buka buku kalian! Perhatikan ke depan, kalau tidak nilai kalian akan saya kurangi!” Ancam pak Gunawan. “Jangan pak! Baik pak, maaf.” Mereka serentak membuka buku cetak dan memperhatikan papan tulis. Pak Gunawan menghela napas panjang dan kembali melanjutkan pelajaran. **** Jam pelajaran berakhir, berganti dengan jam istirahat. Saat yang paling di hindari oleh Novan. Ia merasa sedikit aman karena ada guru dan semua sibuk belajar. Tapi di saat seperti ini, jelas dia tidak bisa menghindari tatapan dan kasak kusuk yang terus terdengar. “Kantin yuk Van,” ajak Gilang menghampirinya. Sebenarnya Novan malas ke kantin sih, tapi … “Yuklah.” Novan mengeluarkan dompet dan mengikuti Gilang dan Andi. Perut lapar mengalahkan gengsinya untuk pergi ke kantin. Besok bawa bekal aja dah, atau beli di luar, janji Novan dalam hati. Novan menundukkan wajahnya di sepanjang jalan menuju kantin. Ia mengekori Gilang dan Andi yang asik mengobrol di depannya. Beberapa orang yang lewat meliriknya. Bisik- bisik halus terdengar di sekitarnya. “Eh, itu Novan yang anak baru itu bukan?” “Kemarin dia sempat di panggil bu Julia kan?” “Hah? Dia masuk BK? Wah, masih anak baru udah di panggil ke BK aja.” “Iya, katanya kan kemarin dia sempat berantem sama Yudi makanya masuk ke ruang BK, sama ada si Andi, tuh yang sebelah Andi juga ada katanya.” Bukan aku yang berantem dengan Yudi, g****k! Gerutu Novan dalam hati. Kabar burung ini malah semakin aneh saja. Gilang dan Andi merangkul Novan. “Ngapain jalannya di belakang gitu heh,” ujar Gilang. “Tau nih. Kayak sama yang baru kenal sehari aja,” timpal Andi. “Nggak usah di dengarin,” bisik Gilang. Andi mengangguk. “Biarin aja, anggap angin lalu. Mereka kan nggak tahu yang sebenarnya,” timpal Andi. “Kalian percaya samaku?” Tanya Novan setengah berbisik. “Ya jelaslah. Mana mungkin kamu nyuri soal ujian, sedangkan kamu aja masih sering salah masuk ruang guru,” jawab Gilang. “Di suruh ke ruang guru malah nyasar ke ruang Kepala Sekolah, siapa lagi kalau bukan kamu,” tukas Andi, yang di iringi dengan cekikian Gilang. Ya, Novan memang masih sangat buta dengan lingkungan sekolah barunya ini. Sekolahnya lumayan besar dan terdapat 4 ruang guru, dimana guru kelas setiap angkatan itu berbeda ruangan. Novan pernah tidak sengaja masuk ke ruang Kepala Sekolah saat di suruh menaruh buku di ruang guru. Itu pengalaman yang amat memalukan, karena ternyata saat itu sedang ada tamu di ruangan Kepala Sekolah. Untung saja kepala sekolah tidak memarahinya, hanya memberikan arah ke ruang guru. “Kalo ingat kejadian itu, rasanya pengen hilang aja,” gumam Novan. “Kepsek pasti kaget banget, ada muridnya nyelonong masuk bawa tumpukan buku. Mana lagi ada tamu pula kan,” tukas Andi. “Mana tamunya itu katanya bapak bupati pula. Beliau cekikian pula liatnya.” Ah, malu rasanya mengingat hal itu. Sejak itu dia tidak lagi pergi keluar kelas sendirian. “Iya ya, kita belum sempat tour keliling sekolah, yang benar- benar keliling. Nanti dah, kalau ada jam kosong ya kita ajak keliling,” ujar Gilang. Novan mengangguk. Mereka tiba di kantin. Seperti biasa, kantin tampak ramai dengan murid- murid yang kelaparan. Novan dan Andi memilih mencari tempat duduk, sedangkan Gilang yang memesan makanan. Setelah berkeliling, akhirnya mereka menemukan tempat kosong di sudut kantin. “Sebenarnya Van …” Andi berdehem. “Aku udah tau kok yang sebenarnya.” Novan terbelalak kaget. “Yang sebenarnya apa?” “Aku tahu kok kamu diskors, aku tahu kejadian yang sebenarnya,” jawab Andi. Novan tercekat. “Gimana kamu ta …” “Itu sempat bikin heboh banget di OSIS sih,” potong Andi. “Kan aku yah, bisa di bilang ada jabatan ya di OSIS. Gara- gara kejadian itu, Kirana di panggil kan sama bu Julia. Kami, maksudku, ketua, wakil, sekretaris dan bendahara OSIS ikutan di panggil. Kami di anggap nggak tanggung jawab soal dana itu, terlalu memberatkan anak Dana Usaha …” “Maaf …” Gumam Novan pelan. Andi menghela napas panjang. “Yah gimana ya, udah kejadian. Jadi kami buat rapat mendadak, buat ngebahas itu. Buat mempertahankan divisi Dana Usaha, karena ya gimana pun kami perlu kalian kan? Selama kamu diskors, kami adain rapat terus. Sampai akhirnya udah di putusin, kalau Dana Usaha tetap ada, dengan syarat dan ketentuan yang berlaku.” “Syarat dan ketentuan?” Novan mengernyitkan alis. “Ya, syarat dan ketentuannya …” “Pesanannya bos!” Gilang datang menghampiri sambil menaruh pesanan kami di meja. Ia meletakkan sepiring siomay di depan Novan dan semangkuk bakso di depan Andi. Setelah itu ia duduk di sebelah Novan. “Kalian bahas apaan?” Tanya Gilang sambil melirik Novan dan Andi bergantian. “Nggak, nggak apa,” jawab Andi. “Masalah panitia.” Gilang mangut- mangut dan tidak mempertanyakan lebih lanjut. Ia memilih menikmati sepiring batagor di depannya. Andi menikmati semangkuk bakso sambil mengetik sesuatu di ponselnya. Smartphone Novan bergetar. Ia mengeluarkannya dan mengecek notifikasi. Ada chat masuk dari … Andi? Ia melirik Andi sekilas. Andi memberi kode dengan melirik ke smartphonenya. Novan membaca chat itu. Andi Ada syarat dan ketentuan yang di buat Valdi. Syarat pertama, Karyo di keluarin dari jajaran kepanitiaan. Itu maunya Kirana juga. Kirana nggak mau terima uang apapun dari hasil ngejoki dari kalian. Syarat kedua, soal kamu. Itu di putusin oleh Kirana sendiri. Kami juga belum tahu nasibmu gimana di kepanitiaan ini, Kirana yang menentukan. Kirana minta kamu temui dia, secepatnya. Karena dia belum dengar kejelasan dari kamu. Elu juga, malah ngilang. Capek banget hubungi elu tau gak. Udah kayak hubungi presiden. Jangankan di balas, nge read aja kagak lu. Dah sana nanti temui si Kirana. Dia ada hubungi kamu kan? Novan Ada sih. Sori, sori. Aku malas cek HP, kalian pada kepo. Andi Dah nanti kalau mau ketemu Kirana samaku aja. Pulang sekolah, di perpustakaan. Kita temui dia. Novan Oke. *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN