Lahirnya Bayi Istimewa

1532 Kata
Sontak membuat wanita itu tersentak kaget. “Air ketubannya pecah, kita harus mengeluarkan bayi ini sekarang. Terlalu berbahaya jika harus kembali ke desa, bisa-bisa ibu dan bayi akan meninggal,” ujar Mbah Sri—dukun beranak di Desa Selaras. Ardian terkejut, sontak ia panik mendengar penuturan mbah dukun. "Mbah, saya harus bagaimana? Tolong anak dan istri saya, Mbah," pinta Ardian sembari memegang tangan Mbah Sri meminta bantuan dengan segenap hatinya. "Tenanglah, Nak. Mbah akan bantu Alia. Kita akan melakukan persalinan di sini," ucap Mbah Sri yang membuat beberapa orang terkejut mendengarnya. “Mbah, lakukan yang terbaik untuk istri dan anak saya,” pinta Ardian panik. Beberapa warga berusaha untuk menenangkannya. “Ayo bantu saya, siapkan air dan kain!” perintah Mbah Sri pada ibu-ibu. Mereka semua bekerja sama membantu persalinan Alia. Alia dibaringkan dengan posisi terlentang, di luar dugaan pembukaan jalan lahir begitu cepat, hingga Mbah Sri pun tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. “Alia, kamu harus mengejan dengan kuat, bayimu sudah tidak sabar untuk melihat indahnya dunia ini,” ujar Mbah Sri membangkitkan semangat Alia yang tengah kesakitan. “Tunggu aba-aba dariku,” pinta Mbah Sri seraya terus memperhatikan pembukaan jalan lahir si bayi. Hanya dalam hitungan menit, pembukaan telah sempurna, Mbah Sri meminta Alia untuk terus mengejan. “Aaarrgghh!” pekik Alia kesakitan.  “Terus, Alia! Terus mengejan!” perintah Mbah Sri. “Aaaaarrrggghhh!” Alia mengejan dengan kuat hingga bayi mungilnya berhasil keluar dari rahim. Napas Alia terengah-engah, tubuhnya sangat lemas dengan peluh yang mengucur deras. Tak berselang lama, tangisan bayi terdengar. Seluruh warga yang berada di sana tersenyum lega, seorang bayi lahir pada malam satu suro tepat di tengah ritual sakral, menjadi pertanda akan ada hal baik yang akan terjadi. Mbah Sri memberikan bayi perempuan itu ke Ardian, dirinya tersenyum bahagia. Penantian yang cukup lama untuk memperoleh seorang bayi. “Terima kasih, Mbah,” ucap Ardian dengan berlinang air mata dan dibalas dengan senyuman oleh Mbah Sri. Ardian segera mendekat ke arah Alia yang masih terbaring lemas. “Ma, lihatlah anak kita. Dia sangat cantik, sepertimu.” Ardian menyerahkan bayi itu ke arah d**a Alia.  Rasa sakit yang Alia rasakan seketika menghilang saat tubuhnya menyentuh kulit bayi mungil itu. Alia terkejut saat melihat tubuh bayinya mengeluarkan cahaya putih, semilir angin berembus cukup kencang di sekitar danau, sehingga membuat air danau yang tadinya tenang berubah menjadi berombak. Warga yang berada di sana terkejut karena semua keanehan yang terjadi secara tiba-tiba. Mbah Aryo yang sedari tadi melihat kejadian itu pun terkejut saat melihat cahaya di dahi bagi mungil itu. Rasa penasaran pun muncul, ia mendekati Alia untuk melihat bayi mungil yang baru saja dilahirkan ke dunia pada malam yang sakral ini. "Alia, boleh Mbah liat bayinya?" tanya Mbah Aryo sembari memperhatikan bayi yang masih berlumuran darah dan terbungkus sepotong kain. "Iya, Mbah." Alia menjawab sembari menyerahkan bayi mungilnya pada pria tua berusia senja itu. Dengan sangat hati-hati, Mbah Aryo menggendong bayi yang masih merah itu. Bibir pria renta itu membacakan sesuatu yang membuat tubuh sang bayi kembali mengeluarkan cahaya. “Alia, kamu beruntung. Bayi ini diberkahi oleh leluhur Danau Suro, dia akan memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh orang lain, jagalah dia sebaik mungkin,” ujar Mbah Aryo seraya menyerahkan kembali bayi itu pada Alia. Semua yang berada di sana tersenyum mendengar hal itu karena desa ini diberkati dengan hadirnya seorang bayi istimewa. Alia menerima bayinya sembari tersenyum. “Saya akan menjaganya dengan baik, Mbah. Bayi ini akan saya beri nama Cassie Alfiarsy Atmajaya.” Hari kian larut, mentari akan menampakkan diri dalam beberapa jam ke depan. Para warga pun memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing setelah melewati banyak proses ritual. Sementara itu, Alia harus dibantu oleh Ardian dengan cara di gendong hingga sampai ke rumah, sedangkan bayi kecil Cassie dibawa oleh Mbah Sri. Aneh. Perjalanan yang tadinya memakan waktu satu jam, kini terasa hanya setengah jam saja hingga sampai di rumah. Entahlah, mungkin ini bantuan dari para leluhur agar semua warga cepat pulang dan beristirahat. *** Semenjak kelahiran Cassie Alfiarsy Atmajaya, putri semata wayang dari Ardian dan Alia. Kehidupan di desa semakin membaik, desa menjadi makmur dan subur. Banyak orang beranggapan, bahwa Cassie adalah berkah Tuhan untuk Desa Selaras. Namun, Ardian merasakan keanehan pada diri bayi Cassie, semenjak kelahirannya di malam satu suro, ada banyak hal di luar nalar yang menghampiri kehidupan mereka. Suatu malam, tepat pada usia Cessie yang menginjak usia dua bulan, suasana rumah yang begitu damai tiba-tiba terusik akibat kehadirannya sesosok yang telah mengincar bayi istimewa itu semenjak ia masih dalam kandungan. Suara binatang malam memecah kesunyian malam, sedangkan bulan enggan menyinari gelapnya malam hingga menimbulkan kesan sunyi dan suram di desa tempat di mana keluarga Ardian tinggal.  Semilir angin memasuki celah-celah jendela kamar, hingga membuat tirai bergerak liar ke sana-sini. Udara dingin seketika menyelimuti seisi ruangan-ruangan kecil di dalam ruang yang berdiameter cukup luas untuk keluarga kecil itu. Alia menatap ke arah jendela yang terbuka karena terpaan angin. Namun, tatapannya kembali terkalihkan pada wajah manis sang bayi mungil yang kini mulai menangis. Oek! Oek! Bayi Cassie menangis semakin kencang karena perutnya terasa lapar. Ia menggeliatkan kedua tangan hingga membuat Alia gemas sendiri melihat bayi mungilnya. "Cup cup, Sayang. Anak mama ini lapar, ya?" tanya Alia sembari menjawil hidung mungil Cassie. Tak ingin membuat putrinya kelaparan, Alia segera memberikan ASI untuknya. Beberapa kali, Alia merasakan sakit, tetapi dirinya sangat menikmati hal itu ketika menjadi seorang ibu. "Sudah malam. Tidur, ya, Sayang," ujar Alia sembari menggendong bayi kecil yang baru saja ia lahirkan beberapa bulan yang lalu di pinggir danau suro. Tak lama, Alia menyanyikan lagu tidur yang pernah didengarnya dari ibunya dahulu untuk sang buah hati yang baru saja hadir di tengah-tengah keluarga dan melengkapi kebahagiaan keluarga kecilnya.  Tanpa Alia sadari, bahwa nyanyian yang ia nyanyikan ternyata mengundang salah satu makhluk yang mengincar nyawa putrinya. Lagu itu terkenal sebagai lagu pengantar tidur. Akan tetapi, dalam artian lain, lagu itu ternyata menyimpan misteri yang mengerikan. Semilir angin berembus kencang hingga membuat dedaunan berserakan di halaman. Deru angin kian kencang hingga membuat suara-suara yang terkesan menyeramkan. Tak lama berselang, terdengar suara burung gagak yang mengelilingi rumah. Gak! Gak! Sontak hal itu membuat Alia terheran-heran, semenjak ia melahirkan buah hatinya, tak jarang burung gagak bertengger di atap rumah milik keluarganya. Sudah beberapa kali, Ardian berusaha untuk mengusir burung gagak itu, tetapi tak lama kemudian burung itu akan datang lagi dan kembali bersuara di sana. "Kenapa, sih, selalu ada burung itu selepas magrib," gumam Alia yang merasa tak nyaman dengan adanya burung itu. "Papa, bisa tolong usir burung itu lagi?" pinta Alia pada sang suami yang kini tengah berada di ruang dapur, ia baru saja menyelesaikan makan malamnya dan bersiap untuk begadang lagi malam ini karena Cassie tak jarang menangis di tengah malam. Ardian pun mendekat ke arah istrinya. Ia terdiam sembari mendengarkan suara burung gagak yang terdengar nyaring tepat di atas atap rumahnya. "Papa akan usir burung itu," ucap Ardian sembari membawa sapu ijuk dan melangkah keluar rumah dan mencari keberadaan si burung hantu itu. Manik mata Ardian meneliti sumber dari suara yang terus mengganggu keluarganya. Tak lama, ia melihat seekor burung hitam yang tengah bertengger tepat di atas atap rumahnya. Pria itu pun mengambil batu dan bersiap untuk melempar batu agar si burung gagak itu pergi dari rumahnya. "Pergilah burung jelek!" teriak Ardian dan melemparkan batu tepat ke arah si burung. Gak! Gak! Lemparan Ardian meleset dan tak mengenai burung itu hingga membuat gagak yang tadinya diam kini berkicau semakin kencang. "s**l! Dasar burung jelek!" teriak Ardian kesal. Ia berusaha memukul burung itu dengan sapu ijuk yang ia bawa tadi.  "Awas kamu! Aku goreng baru tau rasa!" ancam Ardian semakin kesal. Pria itu mengambil sendal yang ia gunakan. "Rasakan ini!" teriak Ardian dan melemparkannya tepat ke arah sang burung. Bruk! Sendal Itu mendarat tepat di kepala sang burung gagak hingga burung itu pun segera terbang dan tak lupa untuk kembali bersuara di atas udara.  "Ah, dasar, ada-ada saja. Bikin orang pusing," gerutu Ardian sembari kembali masuk ke dalam rumah untuk menemani sang istri. Sementara itu, Alia yang masih menggendong bayinya pun mendekat ke arah suaminya itu. "Gimana, pa? Udah diusir?" tanya Alia penasaran. "Udah, Ma. Papa lempar sendal. Antar Cassie tidur, ini sudah malam," pinta Ardian seraya melihat ke arah jam yang terletak di dinding rumah. Waktu telah menunjukkan pukul delapan malam, sudah waktunya bagi seorang bayi untuk tidur lebih awal. "Iya, Papa. Mama bawa Cassie ke kamar dulu," jawab Alia sembari melangkah ke arah kamar bayi. "Eh, tunggu dulu. Papa belum kasih kecup manja buat putri kesayangan Papa," cegah Ardian dan mencium pipi gembul sang bayi. "Udah, Pa. Nanti cassie bangun lagi," ucap Alia. "Iya, deh," ucap Ardian cemberut. Alia hanya menggelengkan kepalanya saat melihat tingkah suaminya yang begitu kekanakan. "Jangan lupa, Ma. Taruh kaca sama gunting di atas bantal bayi, kata Mbah Aryo biar gak ada yang ganggu," ujar Ardian mengingatkan Alia karena Mbah Aryo sudah mewanti-wanti kepada sepasang suami istri itu. Mbah Aryo memberitahukan bahwa putri mereka memiliki keistimewaan yang sempurna. Maka dari itu, akan banyak makhluk yang akan mengincar dirinya. Cassie bisa menjadi pelita pembawa keberuntungan, tetapi juga bisa menjadi pembawa petaka jika sampai ia jatuh ke tangan para iblis jahat. Maka dari itu, Ardian dan Alia berusaha menjaga Cassie dengan sangat ketat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN