“Halo, Sayang. Ada apa?” “Papa kapan pulang?” “Belum bisa dipastikan, Sayang. Masih banyak urusan yang harus Papa selesaikan di sini.” “Nara rindu, Pah. Gak bisa ya kantor Papah dipindahin aja ke rumah kita? Di rumahkan, juga ada ruang kerja Papa.” Terdengar suara kekehan sembari desahan panjang papa di ujung sana. Rivan tersenyum kecut, meski Nara tidak akan bisa melihatnya. “Ramadhan nanti Papa bilang akan pulang, kok.” “Ramadhan ya?” lirih Nara bercampur nada sendu. Lirih sekali, sampai papa tak mendengarnya. Dari Ramadhan tahun kemarin pun, papanya selalu bicara begitu. Tapi, alih-alih kepulangan papa yang sangat ia harapkan. Justru berbagai macam bingkisan dan paketlah yang menyambanginya. “Tapi, yang sering Nara jumpai Mas mas kurir sama box cokelatnya, Pah.” Head shoot!