Aku Menginginkan Putrinya!

1175 Kata
Rose masih mengumpat Erich dalam hatinya lantaran merasa telah dilecehkan oleh pria angkuh yang kejam tersebut. Ia pulang kerumah dengan menggunakan taksi kemudian setelah sampai dirumah ia langsung masuk ke dalam kamarnya. Brruuukk! Rose menjatuhkan tubuhnya diatas ranjang yang empuk, lalu menghela nafas panjang. Ia memejamkan kedua matanya berusaha untuk tertidur agar rasa lelahnya berkurang namun tiba-tiba saja bayangan pria angkuh yang kejam itu muncul dalam pikirannya bahkan tak hanya itu saja ciuman kasar dan liar yang dilakukan pria tersebut turut melintas dalam ingatannya sehingga membuat kedua matanya kembali terbuka lebar. “Menjijikkan!” umpatnya begitu kesal tatkala ciuman kasar dan liar itu muncul dalam ingatannya. Rose bangkit dari ranjang itu kemudian cepat-cepat menghampiri meja riasnya. Disana ia mengambil selembar tissue basah untuk mengelap bibirnya seolah ingin menghapus bekas ciuman yang dilakukan Erich terhadapnya di restoran tadi. “Benar-benar menjijikkan!” umpatnya lagi tanpa sadar kembali mengingat masa lalunya yang hendak diperkosa oleh seorang pria sehingga dirinya berakhir di dalam penjara. Rose kembali memejamkan kedua matanya rapat-rapat bahkan tubuhnya gemetaran disaat ingatan masa lalunya yang kelam bermain di dalam pikirannya. “Lepaskan aku!” Rose berteriak sekencang mungkin sehingga ingatan itu pecah dalam pikirannya. Rose membuka kedua matanya dan menatap kesegala arah untuk menyadarkan dirinya bahwa semua itu hanyalah masa lalu yang menjadi sebuah trauma menakutkan kemudian ia cepat-cepat membuka lemari, lalu meraih sebuah kotak kecil yang disimpannya secara rahasia dari orang-orang. Dari dalam kotak kecil itu Rose meraih selembar gambar pria paruh baya yang ia gunting dari surat kabar. “Kau adalah mangsaku berikutnya setelah aku menuntaskan Ginger, peramal palsu juga sepasang suami istri yang sudah memperbudakku dulu!” serunya seraya menatap gambar pria paruh baya yang dulu akan memperkosanya bahkan menjebloskannya ke dalam penjara. Drrrtt… Drrrtt…. Tatapan mata Rose lantas beralih kepada ponselnya yang bergetar diatas ranjang. Ia menyimpan kembali kotak kecil itu kemudian meraih ponselnya yang mendapatkan satu panggilan telepon dari Digo yang tak lain adalah salah satu anak buah Darla yang sedang membantu pembalasan dendamnya. “Halo?” ucap Rose menerima panggilan telepon itu. “Nona, kami berhasil menemukan Ginger dan keluarganya … dia memiliki satu-satunya anak perempuan yang begitu dicintainya!” ucap Digo kepada Rose. Bibir Rose menyeringai lebar mendengar kabar tersebut. “Aku menginginkan putrinya!” seru Rose memberikan perintahnya kepada Digo yang selalu berhasil dalam menjalankan perintah. “Baik Nona,” sahut Digo kemudian mengakhiri panggilan telepon. Rose menggenggam ponselnya dengan erat seraya masih menyeringai lebar usai mendapatkan kabar dari Digo yang diperintahkan Darla untuk membantunya balas dendam. “Ginger, waktumu sudah dekat … aku akan membuatmu menyesal karena kau telah memberiku kehidupan yang begitu sengsara!” ucap Rose dengan rasa dendamnya yang terus bergejolak dalam hatinya. Malam harinya di kediaman keluarga Dawson sedang diadakan makan malam keluarga. Erich menyempatkan waktunya untuk menghadiri makan malam itu meskipun dirinya datang terlambat. “Selamat malam semuanya!” ucap Erich kepada keluarganya. Nyonya Lanny selaku seorang nenek yang telah membesarkan Erich semenjak kedua orang tuanya meninggal dunia tampak tersenyum senang tatkala dirinya melihat kedatangan cucunya tersebut. Tak hanya Nyonya Lanny saja yang merasa senang malam itu saat melihat kedatangan Erich begitu pula dengan Jimmy bahkan Sydney langsung beranjak dari tempat duduknya untuk menghampiri dan memeluk Erich. “Aku sangat merindukanmu!” ucap Sydney seraya merasakan pelukan yang hangat dari Erich. “Aku juga merindukanmu!” balas Erich dengan senyuman tipis yang terukir dibibirnya. Erich melangkah menghampiri sang nenek yang sudah menanti pelukan hangat darinya. Setelah itu Erich duduk disamping kakak sulungnya yakni Jimmy yang duduk di kursi roda. “Bagaimana keadaanmu, Jimmy?” tanya Erich kepada Jimmy. “Apa yang kau harapkan dari pria lumpuh sepertiku, Erich?” sahut Jimmy seraya tersenyum simpul kepada adiknya tersebut. “Kau jangan bicara seperti itu, aku-” “Makanlah … kau pasti sudah lapar!” sambung Jimmy lagi membuat Erich terdiam lantaran tak ingin membahas mengenai kondisinya. Erich baru saja menelan makanan di dalam mulutnya namun tak lama kemudian seorang kepala pelayan bernama Wilburn datang menghampiri Nyonya Lanny. “Nyonya, tamu yang anda undang sudah datang.” ucap Wilburn dengan sikapnya yang begitu sopan. “Persilahkan dia masuk, Wilburn!” perintah Nyonya Lanny kepada kepala pelayan yang cukup setia kepada keluarganya. “Baik Nyonya,” ucap Wilburn kemudian melangkah pergi melakukan apa yang diperintahkan oleh majikannya tersebut. Erich melirik neneknya yang tampak tersenyum lebar bahkan sikapnya terlihat cukup antusias hingga membuatnya penasaran akan tamu yang diundang oleh neneknya malam itu. “Nenek mengundang seseorang untuk makan malam bersama kita?” tanya Erich kepada Nyonya Lanny. “Ya,” sahut Nyonya Lanny semakin melebarkan senyumannya. “Siapa?” tanya Erich lagi. “Kau lihat saja sendiri!” sahut Nyonya Lanny sengaja membuat Erich penasaran. Erich melirik Sydney yang juga tersenyum lebar serta antusias seperti nenek mereka bahkan Jimmy juga ikut tersenyum lantaran melihat raut wajah Erich yang tampak bingung serta penasaran. “Selamat malam.” Semua mata lantas tertuju kepada seorang wanita yang baru saja memasuki ruangan itu setelah Wilburn mengantarnya. “Dia!” seru Erich dalam hatinya dengan kedua matanya yang membulat sempurna ketika menatap Rose yang tampak begitu cantik dalam balutan gaun indah dengan senyuman yang mengembang dibibirnya. Erich terperanjat ketika melihat neneknya beranjak dari kursi hanya untuk menyambut kedatangan wanita yang akan dinikahkan dengannya. “Rosie, aku senang kau mau memenuhi undanganku … tapi dimana ibumu? Apa kau datang sendiri?” ucap Nyonya Lanny seraya menggenggam kedua tangan Rose. “Maafkan aku, Nyo-” “Kau masih memanggilku Nyonya setelah kau setuju menjadi cucu menantuku!” seru Nyonya Lanny membuat Rose terdiam. “Nenek, jangan memaksanya … dia hanya belum terbiasa.” ucap Jimmy kepada Nyonya Lanny kemudian tersenyum ramah kepada Rose. “Maafkan aku, Nenek … ibuku tidak bisa datang karena dia sedang tidak enak badan.” ucap Rose kepada Nyonya Lanny. “Oh, sayang sekali padahal aku mengundang kalian untuk membicarakan mengenai gaun pengantin diacara penikahan nanti.” sahut Nyonya Lanny tampak sedikit kecewa. “Apa? Gaun pengantin?” ucap Erich terkejut mendengar pernyataan neneknya barusan. “Nenek, mau sampai kapan Nenek membiarkan calon iparku berdiri disana? Dia pasti sudah lapar, Nek!” sambung Sydney juga tersenyum ramah kepada Rose kemudian membawanya duduk tepat berhadapan dengan Erich. “Rosie, kau sangat cantik!” ucap Sydney memuji penampilan Rose malam itu. “Terima kasih, Sydney … kau juga cantik!” balas Rose berusaha tersenyum ramah dan hangat kepada gadis remaja tersebut. Tatapan mata yang terkesan tajam serta dingin antara Erich dan Rose kembali bertemu disaat makan malam itu. “Semua yang kudengar ternyata salah, dia bukan wanita yang ramah dan ceria tapi dia wanita yang begitu dingin … semua itu bisa kulihat dari tatapan mata juga sikapnya saat bertemu denganku di restoran tadi siang!” gumam Erich dalam hatinya seraya terus menatap Rose. “Dia sangat menjijikkan!” Rose tetap saja mengumpat dalam hatinya tatkala dirinya mengingat ciuman kasar dan liar yang dilakukan Erich sebelumnya. “Lihat saja aku akan membuatmu semakin membenciku dan kaulah yang akan menolak pernikahan ini di depan keluargamu!” gumam Rose dalam hatinya yang telah menyiapkan sebuah rencana untuk merusak rencana pernikahan antara dirinya dan Erich.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN