6. Uang yang Banyak! Untuk Apa?

1300 Kata
“Berapa tahun usiamu?” Tanpa basa-basi, pertanyaan itu meluncur begitu saja dari mulut Aksa ketika mobil yang mereka naiki tersebut melaju. Tangan Arumi bahkan masih bergetar. Jejak sentuhan Aksa yang sempat menarik pergelangan seakan masih terasa dan berulang kali diusap oleh Arumi untuk menghilangkan jejaknya. “Ke ... kenapa Pak Aksa bertanya usia?” balas Arumi dengan pertanyaan lagi. “Usiamu berapa?” tanya Aksa sekali lagi tanpa memberi alasan. Namun kali ini suaranya lebih penuh penekanan, seakan ingin menegaskan pada Arumi agar menjawab pertanyaannya saja tanpa perlu tahu alasannya. Hal tersebut membuat Arumi yang memang sejak tadi masih gemetar menjadi semakin tak enak hati. Dengan keadaan gugup, ia pun menjawab, “se ... se ... sembilan belas tahun,” jawabnya. Pria yang sedang mengemudikan Lamborghini-nya itu pun menganggukkan kepala. Akan tetapi ... setelah satu pertanyaan itu, Aksa tak lagi mengajak Arumi bicara. Maka dari itu suasana mobil kini hanya sunyi dan Arumi tetap tak bisa mengendalikan perasaan gugup juga takutnya. Pikiran yang tidak fokus, membuat Arumi tak sadar jika mereka telah sampai di apartemen mewah milik Aksa. Trauma semalam itu masih belum bisa hilang, melihat bangunan ini membuat kaki Arumi rasanya ingin beranjak pergi. Masih tersisa jelas dalam ingatan di kepalanya, bagaimana ia berusaha kabur dari apartemen Aksa semalam. Dia mencoba berjalan kaki menyusuri trotoar dalam waktu menjelang tengah malam. Aksa menghentikan mobil dan kemudian turun. Hal tersebut membuat Arumi terburu-buru juga untuk menyusul Aksa. Akan tetapi .... “Aduh, mobil ... mahal, tapi seat belt nya sulit.” Arumi menggerutu karena ia kesulitan membuka sabuk pengaman, sementara Aksa sendiri sudah berada di luar mobil tanpa membantu Arumi untuk turun. Pria tampan yang baru saja turun dari mobil itu pun melihat ke arah pintu sebelah yang tak kunjung terbuka. Ada apa dengan Arumi, kenapa dia tidak mau turun? Begitu pikir Aksa sambil mengusap-usap pada dagunya. “Parkir, Pak?” Seorang petugas parkir valet menawarkan untuk diparkirkan mobil olehnya, akan tetapi Aksa menolak dengan mengarahkan telapak tangannya. “Nanti dulu,” tutur Aksa. Pegawai parkir valet itu pun mundur dan membungkukkan badan pada Aksa. Pria tampan itu kembali pada mobil mewah berwarna kuning miliknya dan menuju ke pintu bagian kursi penumpang. “Kenapa kau tidak mau turun?” tanya Aksa begitu pria tersebut membukakan pintu. Keduanya bertatapan dan pada saat itu, kebetulan Arumi masih belum berhasil membuka sabuk pengaman yang ia pakai. Tangannya pun segera ia lepaskan dari pengunci sabuk pengaman dan pura-pura jika dirinya tidak sedang kesulitan. “Apa yang sedang kaulakukan?” tanya Aksa sekali lagi yang merasa aneh pada Arumi. “Sa ... saya tidak mau ke apartemen Pak Aksa.” Arumi berdalih. Jantungnya berdegup dengan kencang karena ia masih takut dan ingin menghindar dari Aksa, di sisi lain dia juga merasa malu karena tak bisa membuka sabuk pengamannya. “Kalau kau tidak mau ke apartemenku, tinggal turun saja dari mobil lalu kabur!” tegas Aksa yang masih berdiri di samping Arumi dalam keadaan pintu mobil yang terbuka. Arumi menelan ludah karena tak memiliki alasan lain. Ia tak mau mengatakan jika ia terjebak dalam sabuk pengaman di mobil Aksa ini. “Bisa Pak Aksa abaikan saya saja?” pinta Arumi. “Saya akan kabur diam-diam,” lanjut wanita muda itu. "Kalau mau kabur kau harus cepat! Mobil ini akan diparkir!” tukas Aksa lagi. “Ya, ti ... tinggal diparkir saja, nanti saya akan kabur dari parkiran.” “Crk!” Aksa berdecak kesal. Kemudian pria tersebut membungkukkan dan memasukkan setengah badannya ke mobil hingga wajahnya sangat dekat dengan Arumi. Ini adalah momen yang paling Arumi tidak inginkan, kenapa Aksa harus mendekat padanya. Arumi tak mau kejadian kemarin harus terulang lagi. Tubuhnya masih tersangkut pada kursi mobil gara-gara sabuk pengaman yang tak bisa diajak kerja sama ini. Wajah yang kemarin dengan agresif mendekati wajah Arumi pun kini kembali beradu tatap. Arumi mengalihkan pandangan karena embus napas Aksa semakin terasa. Jantungnya berdegup dengan kencang, karena ia takut kejadian semalam harus terulang. “Tak mungkin Pak Aksa hendak melecehkan aku di tempat umum,” batin Arumi dengan darah yang berdesir dengan begitu kencang. Dia bahkan sampai menutup matanya, saking tak berani untuk menatap wajah Aksa. “Padahal kalau tidak bisa buka sabuk pengaman, bilang saja!” tegas Aksa sambil menarik tuas pengunci sabuk pengaman milik Arumi. Mendengar ucapan Aksa dan juga bunyi ‘klik’ membuat Arumi terperangah. Perempuan muda itu langsung membuka mata dan melihat Aksa kini sudah berdiri tegak lagi di sampingnya. Selain itu sabuk pengaman yang mengikat tubuhnya kini telah terlepas. Arumi hanya mengedip-ngedipkan mata. “Apes, mampus aku! Kenapa dia bisa tahu, sih?” kesal Arumi sambil mengomel dalam hati. “Turun!” titah Aksa dengan suara baritonnya sekali lagi. Kaki Arumi pun perlahan keluar dari mobil, dia juga mengikuti Aksa dengan langkah yang bergetar. Menginjakkan kaki di apartemen ini, rasanya membuat dia melayang tak karuan. Arumi merasa tak ingin momen semalam terulang lagi, tapi kenapa kini dirinya sudah berada dalam lift. Berjalan di belakang Aksa, seakan ia terhipnotis oleh punggung bidang itu agar berjalan mengikuti. Hingga kini ia tersadar, jika sedang berdua saja dalam ruang sempit bersama pria yang paling tak ingin ia temui di dunia. “Saya ... saya tak mau masuk ke apartemen, Pak Aksa. Rantangnya tolong bawa keluar saja, saya akan tunggu di sini,” tutur Arumi saat mereka telah sampai di lantai tempat unit apartemen milik Aksa berada. Aksa pun menoleh dan menatap pada perempuan tersebut. Ia merasa kesal dengan ucapan Arumi. “Ada yang harus kita bicarakan!” ucapnya dengan nada dingin. Perempuan itu menundukkan kepala lalu mengalihkan pandangannya. Ia benar-benar tak ingin bicara apa-apa pada Aksa. Apa pria tersebut ingin menanyakan kejadian semalam? Biasanya pria tak pernah mau bertanggungjawab jika telah memperkosa wanita, tapi kenapa pria ini malah sebaliknya? “Apa jangan-jangan, dia akan mewanti-wanti aku agar menggugurkan kandungan jika nanti aku hamil?” batin Arumi lagi yang kali ini sambil mengelus perutnya sendiri. Aksa pun ikut salah tingkah saat melihat arah tangan Arumi yang membelai perutnya sendiri. Pria itu memang benar-benar takut jika sampai dia menghamili perempuan muda ini tanpa sengaja. “Kita harus bicara!” Aksa menarik tangan Arumi dengan paksa. Akan tetapi Arumi masih merasa trauma jika melihat apartemen Aksa lagi. Dia pun menepis tangan Aksa dan masih berusaha untuk berdiri di tempatnya. Aksa yang benar-benar tak mengerti, kenapa Arumi menolak untuk bicara pun menunjukkan ekspresi kesalnya. Arumi pun berkata pada Aksa dengan nada yang lebih tinggi karena ia tak mau jika pria itu memaksanya lagi seperti semalam. “Tak perlu ada yang kita bicarakan!” tegasnya. “Kamu serius?” Aksa merasa tak percaya. Arumi mengangguk. “Jika Pak Aksa ingin bertanggungjawab atas kejadian kemarin, cukup beri aku uang yang banyak saja!” “Berapa kauminta?” Aksa mengembuskan napas lega, ia tak menyangka Arumi akan semudah ini dan bisa diselesaikan dengan uang. Akan tetapi, saat ditanya jumlah, Arumi yang malah bingung sendiri. “Ak ... aku ... tidak tahu.” Aksa berkacak pinggang lagi, sambil menatap Arumi dengan bola mata yang berputar. “Seratus juta cukup?” Arumi menggelengkan kepala. “Kurang?” Aksa mengerutkan dahi. “Bukan, tapi ... aku tidak tahu,” jawab Arumi yang kali ini dengan nada lirih dan ekspresi yang polos. “Kalau begitu, aku anggap seratus juta cukup! Akan segera kutransfer ke rekeningmu!” ujar Aksa. Mereka mendiskusikan hal ini di lorong apartemen, bahkan tanpa posisi duduk sekalipun. “Kalau tidak cukup bagaimana?” timpal Arumi dengan mata bening yang berkaca-kaca. Aksa menatap Arumi dari atas ke bawah, ia tak menyangka anak gadis dari seorang pembantu dengan penampilan polos seperti ini bisa memerasnya. “Tidak cukup? Memang akan kaugunakan untuk membeli apa? Mobil? Rumah mewah?” tebak Aksa lagi. Arumi masih saja menggeleng. “Aku dengar ... kita ... kita bisa ... mengembalikan keperawanan dengan operasi selaput dara. Aku ... aku mau operasi selaput dara saja!”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN