49. Maaf, Jangan Marah Dulu!

1410 Kata

Sebuah kafe dengan nuansa tropis. Penuh dengan tanaman-tanaman bahkan dekorasi nuansa alam di setiap sudutnya. Suara rincik dari air terjun buatan yang ada di salah satu sisi kafe memberi dampak terapi bagi para pendengarnya. “Ini ... kenapa kita malah ke sini, Arsya?” Arumi melihat sekeliling dan ia tak mengerti kenapa adik iparnya malah mengajaknya ke kafe ini padahal tadi Arsya sendiri yang bilang untuk pulang. “Mbak Rumi, cinta sama Mas Aksa?” Pertanyaan Arsya benar-benar sangat langsung pada intinya. “Kenapa kamu bertanya seperti itu?” Arumi menjawab sambil menghalangi wajahnya dengan menggunakan buku menu. Wajah Arsya teralihkan. Dia menatap pada air yang mengalir di antara bebatuan. Sejenak ia merenung sambil mengamati aliran air di sana. Belum sempat Arsya membalas lagi u

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN