Bab 4

2019 Kata
Kemarahan Arsen bahkan tidak hilang sejak semalam, dia ingin segera menyelesaikan permasalahan tentang Sabrina, tapi dia resah. Apa yang harus dia lakukan? dia tidak mau membuat Lily sedih karena penyamarannya yang terbongkar. "Kamu kenapa sih Mas?." Lily resah dengan perilaku Arsen yang berubah sejak pagi tadi. "Aku baik-baik saja," ucap Arsen yang mencoba tersenyum pada kekasihnya. Lily tau, Arsen berbohong kepada dirinya mungkin ada suatu hal yang Arsen sembunyikan hingga dia menahan amarahnya seperti ini. "Hari ini mau santai di rumah dulu?," tanya Lily memastikan. Arsen mengangguk, dia lalu mendekati Lily dan memeluknya. Arsen yang kadang dingin dan kadang hangat seperti dispenser membuat Lily semakin jatuh hati dengan sikapnya, dia tau kadang Arsen membuatnya kesal tapi di waktu yang bersamaan sikap Arsen membuat dirinya semakin jatuh cinta. "Jangan pulang ya? temani aku." Arsen tidur dipangkuan Lily, setelah puas memeluknya. "Random banget kamu, Mas." Lily mencubit pipi Arsen karena gemas. "Rasanya aku ingin malas-malasan," ujar Arsen yang semakin lupa diri. "Tumben ya, biasanya kamu paling anti libur," ucap Lily memainkan rambut Arsen yang mulai semakin panjang. "Sayang, rambut aku udah kepanjangan?," tanya Arsen. "Lumayan, emang mau potong?," tanya Lily. "Temenin ya sayang?," pinta Arsen pada kekasihnya. Lily mengangguk, dia juga sudah lama tidak berjalan dengan bebas bersama dengan Arsen. Lily tidak akan menyamar sebagai sekretaris Arsen tapi dia akan menjadi diri sendiri walaupun harus memakai kacamata hitam untuk menutupi wajahnya. "Aku mau beli sepatu sekalian ya? sepatu aku rusak." Lily mengeluh. Semuanya karena nenek lampir yang membuatnya kesal, bagaimana tidak? mereka yang membuat sepatu Lily rusak mereka dengan teganya merusak dengan curter memang tega mereka kepada Lily. "Sayang, aku ga suka mereka berbuat buruk sama kamu," ucap Arsen. Apalagi kelakuan Sabrina, jujur saja Arsen sangat marah tapi untuk saat ini dia bingung harus memberikan pelajaran apa untuk Sabrina itu. Rasanya kemarahannya tidak semakin surut tapi semakin memuncak ketika melihat luka di tubuh kekasihnya. "Aku masih tahan, nanti kalau udah nggak tahan aku yang akan mengungkap semuanya Mas, mereka pikir bisa memperlakukan orang dengan buruk hanya karena fisik? mereka tidak pernah tahu apa yang sebenarnya." curhat Lily. "Aku yang nggak tahan sayang, melihat tubuhmu luka-luka dan aku bahkan tidak melakukan apapun," Batin Arsen terluka karena fakta yang dia ketahui. "Mas, nggak papa ya? aku tahan kok yang penting aku bisa sama kamu terus." Lily bahagia walaupun dia merana karena perlakuan orang yang tidak suka kepada dirinya. "Ah kamu ngeyel mulu kalau di kasih tahu, Ayo siap-siap kita jalan sekarang sayang. Mas pengen makan di luar," ujar Arsen bersemangat. Arsen langsung berdiri dan menarik tangan Lily, memang sudah Lily bilang kalau Arsen sangat random sekali karena itulah dia tidak pernah bosan walaupun sudah menjalin hubungan sekian lama bersama dengan dirinya. "Mas lupa kasih tau," ucap Arsen ketika mereka menuju kamar Arsen untuk berganti baju. "Apalagi Mas?," tanya Lily penasaran. "Mas belikan sesuatu buat kamu," ujar Arsen lalu menarik Lily agar segera Sampai di kamarnya. Arsen sengaja memesan kalung spesial untuk Lily tapi dia lupa memberikannya karena di sibukkan oleh pekerjaan di Minggu ini. Dia berniat mengajak Lily makan malam romantis tapi semua sirna karena mood nya memburuk akibat pengkhianatan yang dia ketahui. "Mas ih, kapan kamu belinya?." Binar mata Lily seakan menunjukkan segalanya, dia bahagia dengan kejutan kecil yang disiapkan oleh kekasihnya itu. "Mas pesen dah lama, jadi Minggu lalu tapi Mas lupa mau kasih kamu sayang," ucap Arsen yang kini memakaikan kalung itu di leher Lily. kalung yang sangat cantik untuk wanita cantik, Arsen tidak pernah menyangka dia bisa bersama dengan Lily. Dia adalah wanita yang selalu Arsen dambakan bahkan sampai saat ini perasaan Arsen tetap sama kepadanya, tidak berubah sedikitpun walau waktu berganti. "Cantik sekali sayang," bisik Arsen di telinga Lily. "Mas ih, geli!."Lily memukul pelan tubuh Arsen karena ulah jahilnya membuat bulu kuduk Lily meremang. "Ya udah ganti baju dulu sayang, Mas mau ganti kaos. Tetep pakai celana pendek ini ya? Mas mau santai aja outfitnya," ucap Arsen pada Lily. "Hem, Lily nanti juga mau santai. Boleh pakai celana pendek?," tanya Lily memancing kemarahan Arsen. "No! kamu nggak boleh pakai pendek di luar kalau di rumah sama aku mah aku senang sekali malahan." Arsen protes. "Ih kebiasaannya nggak berubah padahal cuma mancing." ujar Lily. "Kamu suka mancing-mancing kalau Mas terpancing kamu bisa apa?," tanya Arsen yang kini memeluk Lily dari belakang. "Mas ih, udah macam Om-Om ya suka menggoda adik manis macam aku ," ujar Lily yang berusaha melepas pelukan Arsen. "Adik apaan, kamu aja loh udah bisa buat adik, nggak percaya? mau coba nggak sayang?." seringai Arsen membuat Lily meremang. Astaga kekasihnya memang kebangetan, kalau masalah seperti ini saja cepat banget ga tau kali ya yang di godain udah panas dingin macem dispenser seperti ini. "Ih, nggak jadi jalan-jalan kalau begini ceritanya!." kesal Lily. "Ayolah sayang, kamu ih! Mas pengen tau," bujuk Arsen. "Lily kesal sama Mas, padahal janji mau potong rambut tapi malah gini," ucap Lily yang sudah cemberut. "Oke deh, kamu ganti baju. Sekarang kamu bisa lolos sayang, tapi nanti nggak akan," ucap Arsen. "Ngeselin!!!," teriak Lily lalu masuk ke dalam walk in closet milik Arsen. Arsen tertawa puas melihat kekasihnya kesal, dia memang sangat suka menggoda kekasihnya tapi hal jtu junur saja membuat dirinya nelangsa, bagaimana tidak? miliknya kini tegang hanya karena godaan yang dia layangkan untuk kekasihnya itu. *** Arsen dan Lily sudah sampai di Mall, seperti biasanya Lily tampil menawan ketika bersama Arsen di luar kantor, banyak orang yang penasaran tapi mereka sama sekali tidak mendapatkan informasi mengenai wanita yang terkadang bersama dengan Arsen. "Sayang, kamu mah jangan cantik-cantik dandannya nanti banyak yang lirik kamu," ungkap Arsen yang tidak suka ada lelaki lain melirik Lily. "Kalau aku tampil seperti di kantor ya mereka pada curiga Mas, apalagi ini Mas kan cuti. " Lily menjelaskan. "Iya tapi kamu cantik keterlaluan, Mas jadi khawatir sendiri." keluh Arsen. Lily tersenyum dia menenangkan Arsen yang sejak tadi menggerutu karena penampilannya ini, sepertinya Arsen lebih tenang jika Lily berpenampilan culun karena tidak menarik perhatian banyak orang di luar sana. "Jangan senyum sayang, awas ya! nggak boleh keluar tanpa aku kalau lagi kayak gini!," larang Arsen pada Lily. "Posesif banget ya, pacarku ini," goda Lily pada Arsen. "Sayang, aku nggak bercanda." Arsen takut jika Lily diambil orang apalagi sampai pindah ke lain hati. "Apa sayang? nggak ada orang lain selain dirimu, Kyahhh." Lily semakin suka menggoda Arsen. Mereka sudah sampai di Mall dan kini Arsen terus menggenggam tangan Lily, pertama-tama mereka akan potong rambut terlebih dahulu di tempat biasa Arsen potong. "Maunya aku potong gimana sayang?," tanya Arsen pada Lily. "Pokoknya jangan terlalu pendek Mas," ujar Lily. Orang yang biasa menangani Arsen sudah paham apa yang di minta olehnya, dia sudah biasa potong di sini jadi Arsen selalu minta orang itu untuk melayaninya tiap kali dia datang memotong rambutnya. Lily sibuk membalas pesan dari kakaknya, memang sejak kemarin dia tidak pulang ke rumah karena itulah kakaknya khawatir padahal sejak awal Lily sudah ijin jika dia menginap di rumah Arsen. "Sayang, jangan banyak main handphone," tegur Arsen. "Lagi balas chat Bang Evans, tau sendiri Abang gimana Mas." Arsen sudah tau kebiasaan kakak Lily, jika tidak di balas maka dia akan uring-uringan. Lily menggerutu, Arsen memang sangat posesif dirinya bahkan tidak pernah menghubungi laki-laki dengan nomor pribadinya karena Arsen akan marah jika dia melakukan hal itu. Lily hanya berhubungan dengan laki-laki ketika dirinya bekerja dan di luar itu dia sangat patuh pada Arsen karena sejatinya dia tidak mau membuat sisi monster Arsen kembali tidak terkendali seperti dulu. *** Sabrina jalan di Mall, dia merasa suntuk dengan rutinitas yang selalu sama setiap harinya. Ketika Sabrina sedang asik berjalan dia tak sengaja melihat Arsen yanh berada di barbershop. Sabrina dengan santainya masuk dan mencoba memeluk Arsen tanpa tahu malu. "Astaga! Apa yang kau lakukan?," tanya Arsen yang terkejut dengan tingkah Sabrina yang tiba-tiba. "Kenapa? kamu makin cakep kalau potong rambut." Sabrina berusaha mencium pipi Arsen tapi laki-laki itu menolak dengan mentah-mentah apa yang Sabrina lakukan kepadanya. "Jaga sikapmu, seharusnya kamu malu! ada kekasihku di sini." Arsen berjalan lalu menghampiri Lily yang masih duduk tenang di tempat tunggu. Sabrina terkejut, dia tidak pernah tau jika Arsen memiliki kekasih dan ya sepertinya wanita itu bukan orang biasa di lihat dari penampilannya yang mengenakan baju santai tapi dengan harga yang fantastis. Sabrina mendekati Lily, dia ingin melakukan hal buruk tapi dia tidak mau jika Arsen mengecapnya sebagai wanita kasar. "Siapa namamu? kenapa aku baru tahu kalau kau kekasih Mas Arsen?," tanya Sabrina pada Lily. Lily diam saja, jika dia menjawab maka bisa saja Sabrina mengenali suaranya, walaupun Lily terlihat sangat berbeda tapi suaranya tetap sama, dia tidak bisa menyembunyikan apa yang memang menjadi miliknya. "Pergi, kenapa masih mengurus urusan orang lain!." Arsen semakin kesal mengingat apa yang Sabrina lakukan kepada Lily kemarin. "Sewot amat! pacar kamu Bisu? kenapa nggak jawab pertanyaan ku?." ujar Sabrina mulai nyolot. Arsen kesal, dia langsung menarik kekasihnya dan menuju kasir untuk membayar, dia sudah tidak tahan lagi untuk terlalu lama bersama dengan nenek sihir ini, Arsen bahkan sudah muak karena Sabrina tidak pernah berubah sedikitpun. "Mas..." Lily memanggil Arsen dengan pelan karena genggaman tangan Arsen terlalu kencang. "Maaf Sayang, Mas kesal apalagi mengingat apa yang dia lakukan kepadamu," ujar Arsen. Arsen menyelesaikan urusan di kasir dan sekarang dia mengajak Lily pergi dari sana, setidaknya mereka lebih baik menuju tempat makan di bandingkan harus berada di tempat yang sama dengan Sabrina. "Mas, tapi memang wajahku berubah sekali? dia sampai tidak mengenaliku." Lily heran. "Berubah sekali, tapi aku lebih suka kamu tidak menjadi perhatian orang banyak, aku nggak mau kamu di rebut laki-laki lain," bisik Arsen di telinga Lily. Lily tersenyum lalu mencubit pinggang Arsen, kebahagiaan mereka membuat Sabrina panas. Entah rencana apa yang akan Sabrina lakukan untuk membuat mereka berdua pisah tapi untuk sekarang dia akan diam sembari mencari cara untuk melancarkan impiannya. "Lapar Mas," bisik Lily pada Arsen. "Mas juga lapar sayang, tapi dengan konteks yang berbeda," goda Arsen dengan sensualnya. "Mass ih!." Lily kesal dengan Arsen karena otak laki-laki itu tidak jauh-jauh dari masalah s**********n nya. "Wajar sayang, dari pada Mas nggak normal, kamu milih mana?," tanya Arsen lalu menggandeng Lily menuju tempat makan yang biasa mereka kunjungi ketika berada di mall ini. "Mau ini kan?," tanya Arsen. "Tau aja aku pengen yang seger-seger, oh ya aku mau kuahnya yang tomyam sama kuah pedas ya Mas, Gapapa kan?." Melas Lily pada kekasihnya. "Gapapa sayang, Tapi kalau kamu sakit awas ya, Mas kasih pelajaran." Ancam Arsen. "Gitu terus!!!."kesal Lily pada kekasihnya. "Jangan pedas-pedas, Mas nggak mau kamu sakit." Arsen begitu posesif pada Lily. Bagaimana dia bisa membiarkan Lily di buli jika seperti ini saja sudah membuatnya khawatir, jika Lily mengijinkan sejak awal dia akan mengungkapkan apa yang ingin dia katakan tapi dia menghargai apa yang Lily mau karena itulah dia menahan diri untuk tidak membalas semua perlakuan yang dilakukan oleh orang lain pada kekasihnya. "Ini mau sayur apa sayang? Mas yang bawa nampan kamu yang ambil aja deh, banyakin daging Mas lagi pengen soalnya," pinta Arsen. "Hem, Mas aku nggak mau minum yang soda, di sini ada air mineral nggak sih?," rengek Lily pada kekasihnya. "Ada, nanti sekalian pas di kasir." Arsen menjelaskan. Mereka memang mengunjungi all you can eat karena itulah mereka mengambil makanan apa yang ingin mereka makan. Baik Arsen dan Lily senang makan di tempat yang biasa karena memang sejak awal Lily sangat sederhana dan tidak ingin menjadi perhatian orang lain. "Om nggak papa kan kamu nginep? Mas nggak sabar pengen nikahin kamu kalau begini caranya," bisik Arsen. "Emm, nikah dulu aja jangan resepsi dulu," cicit Lily. "Emang boleh?," tanya Arsen. Bagaimanapun Arsen adalah anak pertama dan satu-satunya keluarganya ingin yang terbaik untuk anaknya apalagi soal pernikahan mereka bahkan ingin menyelenggarakan pesta yang meriah tapi di sini Lily sebagai calon istrinya masih menutup diri dari dunia luar. "Coba tanya Papa, Lily belum siap jika harus mengungkapkan jati diri Lily yang sebenarnya," ujar Lily. Lily tau dia egois tapi trauma masa lalu terus membayanginya, dia tidak mau jika masa lalunya terulang kembali. Lily sangat takut, mungkin orang tuanya menganggap Lily sudah melupakan peristiwa itu tapi, sampai saat ini pun dia belum bisa melupakan semuanya, dia masih terus di hantui trauma yang mendalam dalam hidupnya. "Apa karena trauma itu,?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN