19

1365 Kata
' Aku memasukkan bunga dan sebuah ranting sebagai tempat kupu - kupuku menghinggap. Aku akan membuatnya senyaman mungkin dan tak ingin keluar lagi dari toples kacaku' - Ares Pratama  . . . Massachusetts General Hospital, Boston, USA Tanpa terasa hari berlalu begitu saja. Kini langit sudah tak menampakkan cahayanya lagi. Ares sudah sangat puas memandangi wajah wanita cantik yang ada di hadapannya ini. Saat ini, dia merasa sudah menang dan mendapatkan wanita ini sebagai miliknya sendiri. Berbincang dengannya saja sudah membuat hati Ares bahagia. Walaupun, dia harus berpura-pura menjadi orang lain. Orang yang tidak bisa disamainya dalam berbagai hal. Sebenarnya, antara Willy dan Ares hanya sama wajahnya saja. Sifat dan sikap mereka berbanding terbalik. Singkatnya, Willy itu baik dan Ares tidak baik. Mereka berdua juga memiliki hobi dan kesenangan yang berbeda. Bahkan cita-cita mereka juga berbeda. Tapi yang lucunya, mereka menyukai wanita yang sama. “Tuan, ini semua dokumen perusahaan yang sudah saya periksa. Tinggal anda tanda tangani saya.” Helios datang ke rumah sakit sambil menyodorkan beberapa dokumen perusahaan seperti yang biasa dilakukannya selama Ares menjaga Mikaela di rumah sakit. “Terima kasih! Oh iya, ada sebuah hal penting yang harus kau lakukan!” Ares menerima dokumen itu sambil mengajak Helios keluar dari ruang rawat Mikaela. “Ada apa, Tuan?” tanya Ares sesampainya di luar. “Dia mengenalku sebagai adikku, William! Aku berencana membawanya ke mansionku. Aku ingin, kalian semua tidak memanggil namaku! Tetapi, panggil aku sebagai William Simon. Jangan sampai ada kesalahan, Helios! Sedikit saja salah, Mikaela bisa sadar kalau aku sudah menipunya selama ini!” Ares menjelaskan rencananya supaya semua bawahannya menyebutnya sebagai adiknya. “Baik, Tuan! Tapi, bagaimana dengan rekan bisnis dan semua pegawai anda? Terkadang, mereka juga datang ke mansion untuk mengurus bisnis dengan anda?” tanya Helios lagi. “Mereka harus menyebutku sebagai Mr. Simon! Karena sebenarnya, itu adalah nama besar keluargaku. Walau aku lebih suka dengan namaku. Itu dulu yang harus kamu lakukan! Aku percayakan semua padamu, ya!” jelas Ares dibalas anggukan siap sedia oleh Helios. Sejak awal, Ares sudah memperkirakan soal ini. Inilah alasannya mengapa dia tak ingin mengganti nama pemilik seluruh asset Simon Property Group dengan namanya. Setelah Ares membunuh pamannya, seluruh perusahaan jatuh ke tangannya dengan nama William Simon. Namun, adiknya itu sama sekali tak pernah berminat dengan perusahaan raksasa itu. Dan memang, Ares hanya menggunakan nama adiknya itu, karena hanya adiknya yang memiliki status resmi sebagai Warga Negara USA dan juga anak satu-satunya ayahnya. Hanya William Simon yang diakui sebagai anak George Simon atau Reihand Pratama. Sedangkan Ares, hanya diakui sebagai anak Reihand Pratama dengan status ayahnya sewaktu di Indonesia. Singkatnya, walaupun kembar, mereka memiliki identitas yang berbeda. Willy dengan identitasnya sebagai warga Amerika dan Ares dengan identitasnya sebagai Warga Indonesia. Ini semua memang direncanakan ayah mereka. Karena, jika suatu hari dia tertangkap, salah satu anaknya bisa tetap hidup untuk menjalankan perusahaan miliknya. Perusahaan itu takkan pernah dibiarkan menjadi milik Harold Simon. Hidupnya rumit sekali ya? Tapi, begitulah hidup yang dijalani oleh Ares selama ini. Jadi, setiap orang memang memiliki alasan masing-masing untuk menjadi jahat. Bisa dibilang, Ares hanya hidup sebagai bayang-bayang adiknya selama ini. Dan sekarang, adiknya sudah tak ada! Tapi, dia harus tetap mengambil peran adiknya lagi. Dan itu adalah demi Mikaela. Ares sadar, kalau Mikaela pernah sangat dekat dengan adiknya. Simon’s Mansion, Boston, USA Ares kini membawa Mikaela ke mansionnya setelah diizinkan keluar dari rumah sakit. Selama masuk ke sana, Mikaela agak terbelalak dengan luasnya tempat ini. Dia bukan wanita yang terlahir dari keluarga kelas bawah. Dia juga anak konglomerat di Indonesia. Tapi, saat melihat luas dan indahnya kawasan mansion ini, dia merasa bukan apa-apa. Bagaimana tidak? Halamannya saja sudah sangat luas dengan rumput hijau indah yang menutupi tanahnya. Pohon-pohon rindang dan juga taman dengan berbagai jenis bunga. Ada pula air mancur yang sanga indah dengan patung pahatan berlian di tengahnya. Sejujurnya, Mikaela sama sekali tak mengira bahkan tak pernah ingat kalau Willy memiliki semua ini. “Kenapa bingung? Ayo turun!” ajak Ares sambil membukakan pintu mobilnya. Mikaela hanya tersenyum dan mencoba berdiri. “Ukh! Kenapa seluruh tubuhku rasanya lemas dan sulit sekali di gerakkan?” keluh Mikaela masih kesusahan bergerak. Ares yang peka, langsung saja menyuruh pelayannya membawakan kursi roda supaya Mikaela naik di situ. Wanita itu menurut saja, karena seluruh tubuhnya kini memang masih sangat sulit dia gerakkan. Sepanjang jalan dari halaman ke dalam mansion, Mikaela tak berhenti dibuat kagum dengan keindahan mansion ini. Sudah sangat luas, desain arsitekturnya yang begitu klasik, dan jangan lupa dengan gagang pintu yang dibuat dari emas. Dia teringat lagi, tadi Willy (palsu) membawanya dengan mobil Ferrari. Dia tidak ingat kalau pria itu menyukai mobil seperti itu. Willy yang dia ingat adalah pria yang sangat sederhana dan tidak hidup mewah seperti ini. ‘Kenapa aku merasa ada yang aneh di sini ya?’ batin Mikaela merasa ada yang tidak beres. “Selamat datang, Mr. Simon!” sambut kepala pelayan dengan lusinan pelayan yang berbaris rapi menyambut mereka di pintu masuk. Mikalea yang melihat banyaknya pelayan di mansion raksasa ini agak terbelalak. Lucu juga kalau dipikir! Tuannya cuma satu, yaitu Ares. Tapi, pelayannya sampai sebanyak ini. Dia memang sudah kebingungan menghabiskan uang sampai memperkerjakan orang sebanyak ini di mansionnya. “Ayo kita ke kamar!” ajak Ares pada Mikaela. Semua pelayan langsung menunduk saat tuan mereka berjalan melewati mereka. Sebelumnya, Helios sudah mewanti-wanti mereka supaya tidak memanggilnya dengan sebutan Mr. Ares lagi. Syukurlah, mereka semua mengingat perintah Helios dengan sangat baik. “Willy, aku tidak ingat kalau kita pernah tinggal di sini,” ucap Mikaela sambil melihat ke kanan dan ke kiri. Dia memang masih memandangi mansion besar ini. Mendengar itu, Ares diam sejenak memikirkan jawaban paling tepat untuk Mikaela. Dia ingat, kalau adiknya begitu sederhana dan kurang tertarik dengan kemewahan. “Kita baru pindah ke sini. Selama ini, kita tinggal di apartemen. Tapi, sayang juga jika tak ada yang menempati mansion keluarga ini,” jawab Ares dengan sangat hati-hati. “Begitu ya! Mansion ini indah sekali! Bahkan, melebihi keindahan istana zaman dulu! Begitu mewah! Apa keluargamu sangat kaya? Herannya, aku tak ingat apa pun! Maafkan aku ya?” Mikaela meminta maaf karena dia tak ingat soal keluarga Ares. Seharusnya, dia memang tak perlu meminta maaf. Karena memang, dia tak tahu apa-apa soal keluarga Willy dan Ares. “Bukan masalah! Mungkin, kecelakaan itu membuatmu melupakan banyak hal. Dan sampailah kita! Ini kamar kita, Baby!” Ares membukakan dua daun pintu yang diukir dengan sangat indah. Sangat pintu itu terbuka, terlihatlah kamar yang begitu luas dengan kesan aristokrat yang begitu kentara. Mikaela saja ternganga dengan keindahan kamar itu. Lampunya yang sangat terkesan vintage, ukiran di dinding dan arsitektur atasnya yang terlihat seperti langit biru. Luar biasa! Ah, ranjangnya juga sangat indah dengan ukiran di kayu mahalnya itu. Sudah dibilang, walau berasal dari keluarga kaya, Mikaela merasa kecil. Karena teringat, harga dollar USA jauh beda dengan rupiah. “Willy! Itu… foto pernikahan kita?” tanya Mikaela saat perhatiannya teralihkan dengan sebuah figura raksasa yang menampilkan dua figure manusia, yakni Ares dan Mikaela. Oh, itu bukan foto asli! Itu adalah pekerjaan Helios yang sudah diperintahkan Ares sebelumnya. “Ya! Kamu sangat cantik, bukan?” jawab Ares sambil memuji Mikaela. “Apa aku hanya cantik di situ? Apa sekarang, aku sudah tidak cantik lagi? Iya juga sih, berhari-hari di rumah sakit, wajah dan kulitku menjadi sangat kusam. Aku malu dengan penampilanku, Wil!” Mikaela langsung menutupi wajahnya karena malu. Dia langsung merasa tak percaya diri karena tak tampil cantik di depan orang yang dia kira suaminya. “Hei! Jangan begitu, Baby! Mau bagaimanapun, kamu tetap paling cantik!” Ares berjongkok sambil meraih tangan Mikaela. Pria itu bersikap sedemikian manisnya sambil mengecup tangan ringkih dan lemah itu dengan penuh kasih sayang. “Willy? Sikap manismu ternyata tidak berubah ya?” Mikaela tersenyum saat diperlakukan demikian oleh Ares. Oh ayolah! Ares sedang tidak berakting! Dia memang menunjukkan sikap manis yang sebenarnya kepada wanita yang dia cintai ini. Dia sangat bahagia dan akan menunjukkan kepada dunia kalau Ares Pratama bisa merasakan kebahagiaan. “Baby! Kenapa aku harus berubah? Aku tetaplah Willy yang akan selalu kamu cintai! Ingatlah, kalau sepanjang hidupku, aku akan selalu menjadikanmu sebagai dewiku!” Ares meyakinkan Mikaela akan dalamnya perasaan yang dia miliki terhadap wanita itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN