Mungkin seharusnya aku tidak mengikuti kemauan Han Junjie. Ini sangat mencurigakan. Kaili sudah berprasangka demikian sejak awal. Hatinya gelisah, tetapi godaan untuk menjadi idol sangat besar. Kesempatan kedua seperti ini tidak akan datang lagi dalam hidupnya. Ini akan jadi kesempatan terakhir untuk mencoba menjadi idol. Mendulang ketenaran dan kekayaan.
Atau apakah itu yang benar-benar kuinginkan? Terbayang wajah sinis dan dengki Xujia beserta teman-temannya. Kaili jadi bertanya pada hatinya, apakah ia sanggup menghadapi mereka lagi ditambah kekejian Han Junjie?
Perasaan seperti itu membayangi Kaili sepanjang hari saat bekerja di kafe. Kafe bertambah ramai setelah kedatangan Han Junjie, satu hal yang membuat Kaili merasa ia memang harus menemui Han Junjie sebagai ucapan terima kasih. Saat sore, Zhuo menyuruhnya off agar bisa bersiap-siap menemui Han Junjie. Entah kenapa, Kaili perlu waktu menata penampilannya. Ia gugup akan berhadapan langsung dengan pria itu. Ia tidak berdandan berlebihan, tetapi ingin tetap terlihat manis dan cantik meskipun dengan pakaian kasual hoodie warna terang bergambar kucing dan celana pendek jins.
"Kau setel nomorku sebagai nomor darurat supaya kalau ada apa-apa, kau bisa segera menghubungiku," pesan Zhuo.
"Baik, Kakak Zhuo!" Kaili menyiapkan ponselnya seperti suruhan Zhuo, lalu pergi lewat pintu belakang, karena di situ sudah menunggu mobil jemputan untuknya.
Di dalam mobil, Manajer He mendampinginya. "Kau harus bermain sebagai partner Han Junjie dalam game nanti. Jadi, kapan saja ia meminta kau online, kau harus online," kata Manajer He.
Kaili memahami tugas itu. Yang membuatnya bimbang adalah upah untuk itu. Manajer He melanjutkan. "Sekarang, kau hanya perlu menandatangani perjanjian ini, maka Han Junjie akan meminta CEO Koh merekrutmu lagi sebagai trainee dan debut sebagai idol girl group seperti yang direncanakan sebelumnya."
Kaili memegang pulpen siap membubuhkan tanda tangan, tetapi kemudian ia punya pikiran lain. "Pak He, daripada menjanjikanku debut dan aku harus memenuhi ekspektasi agensi sebagai idol bisakah aku meminta yang lain saja sebagai balasan?"
"Oh, ya? Apa itu?"
"Aku minta uang kontan saja."
Muka Manajer He membatu untuk sesaat, tetapi segera mangut-mangut. "Baiklah. Berapa banyak uang yang kau inginkan? Aku akan menegosiasikannya dengan Han Junjie."
Kaili tidak berlama-lama memperhitungkan. Ia menyebut tegas, "10 juta $HK." (Setara 20 miliar rupiah lebih)
Manajer He menelepon Han Junjie dan menyebutkan kemauan Kaili. Junjie membalasnya dengan pesan singkat. [Sebutkan nomor rekeningnya.]
Kaili mengirimkan pesan berisi nomor rekeningnya tanpa berani berucap sepatah kata pun. Ia terdiam tegang untuk beberapa saat, sampai masuk notifikasi bahwa dana sebesar 10 juta $HK sedang diverifikasi untuk dikirim ke rekeningnya. Bola mata Kaili terbelalak. Benarkah Han Junjie sekaya ini? Demi main game dia rela menggelontorkan uang sebanyak itu untuk pemain level rendah milikku?
Matanya baru bisa berkejap-kejap setelah sadar akan satu hal. Han Junjie memang benar-benar gila! Ia pun tanda tangan di bagian namanya pada surat perjanjian.
Manajer He membawanya naik ke apartemen Han Junjie yang merupakan apartemen termewah di negara itu. Kaili bungkam sembari mencengkeram kaos hoodienya karena gugup luar biasa saat dalam elevator. Manajer He menepuk-nepuk pundaknya. "Sudahlah, jangan terlalu tegang. Kalian hanya akan main game seperti biasa," bujuk pria itu.
Kaili tersenyum kikuk. Ia takut membayangkan akibatnya jika permainannya buruk, sudah pasti Han Junjie akan memarahinya semena-mena. Terlihat dari temperamennya. Namun, batin Kaili berusaha menghibur diri. Pikirkan uang yang kau dapatkan Kaili. Kau bisa mengirim uang pada orang tuamu dan meminta mereka merenovasi rumah. Kalau kau pulang saat tahun baru nanti, kalian akan berkumpul di rumah paling keren di kampung. Tidak ada warga yang akan menghujat rumahmu sebagai kandang ternak lagi. Oh iya. Uang ... Uang .... 10 juta! Setelah jadi idol pun belum tentu mendapatkan uang sebanyak itu.
Di ruang tamu, Han Junjie duduk bersilang kaki menunggu kedatangan Wang Kaili. Bibirnya menyunggingkan senyum tipis. Dalam hati memuji pilihan Kaili yang cukup mengejutkan. Agaknya gadis itu bisa mengambil hikmah dari keadaan ini.
Ketika pintu rumahnya terbuka, Han Junjie tidak bersuara apa pun menyambut kedatangan gadis itu. Yang jelas, matanya sudah menggelap memikirkan apa yang akan mereka lakukan selanjutnya. Manajer He mengantar Kaili sampai pintu depan saja dan membiarkan gadis itu melangkah sendirian mendatangi Han Junjie.
Tanpa basa-basi, Junjie mengarahkan Kaili ke kamar game, memperlihatkan mesinnya yang sudah dipersiapkan berdampingan.
Kaili sedikit terpana. "Kau sudah mempersiapkan segalanya?" tanyanya takjub. Pria itu mengangguk kecil. Tangan mempersilakan mengenakan peralatan VR-nya.
Kaili menelan ludah memantapkan hatinya. Secepatnya menjalankan permainan ini, maka ia bisa cepat pulang ke kafe dan beristirahat. Kaili mengambil posisi di kursi gamer, mengenakan helm dan sarung tangan, lalu berbaring tenang memasuki dunia game.
Tanpa pernah diduganya, ketika kesadaran personanya dalam game pulih, Grizz atau persona yang dikendalikan Han Junjie, menggagahinya tanpa ampun.
***
Menurut Yuan Mo, saat malam pernikahan mereka, terkumpul kekuatan 5 elemen dalam satu tempat, yaitu elemen air, api, tanah, angin, dan petir. Singkat cerita, hal itu yang membuat mereka berdua mengalami metamorfosis dan pasangan harus kawin agar metamorfosis mereka sempurna. Masa kawin itu hampir berakhir, sehingga saat Kaili log in, Han Junjie sudah sangat tidak sabar.
Bunga raksasa itu bergerak-gerak tanda makhluk di dalamnya terbangun. Ketika perlahan-lahan kelopaknya terbuka, tampak tubuh polos Kaili basah mengilap berlepotan nektar bunga. Dia mulai menggeliat lemah, belum sadar sepenuhnya. Sebagaimana suruhan Yuan Mo, bahwa sebagai jantan, ia harus memakan seluruh cairan yang meliputi tubuh betinanya, Han Junjie masuk ke bunga mekar tersebut dan merangkak mencumbui Kaili. Ia menjilati lekukan leher gadis itu dan seluruh wajahnya.
"Engghh...." Gadis itu mengerang lemah, tidak menyadari apa yang dialaminya, kecuali merasa geli yang nyaman.
Nektar bunga sangat manis dan kental. Han Junjie yang kelaparan karena 3 hari terkurung di kuil itu tanpa makan, melahap setiap jengkal tubuh Kaili dengan rakus. Rasanya sangat lezat dan kaya sensasi, membuat Han Junjie lupa diri. Tidak ada lekukan kulit Kaili yang dilewatkannya. Ia mengangkat kedua tangan gadis itu dan menjilati jari, siku hingga ketiaknya sampai bersih dari nektar. Begitupun kedua gundukan mungilnya, beserta bulir merah muda yang sangat imut. Kedua tungkai kaki gadis itu tak luput dari penjajahannya. Lidah pria itu menyapu sepanjang paha dan kaki Kaili, mengecup tetesan di tumit dan setiap ujung jari-jari mungilnya.
Gadis itu terpejam mendesah terbuai nikmat dan panas gai.rah yang disalurkan Han Junjie. Sistem Kaili updating sehingga mengunduh banyak data baru yang membuat kepalanya pusing tujuh keliling.
Ketidaksadaran Kaili justru hal yang membuat Han Junjie senang bukan main. Ia bebas melakukan apa pun tanpa harus mendengar protes gadis itu. Ia rentangkan kedua tungkai kaki Kaili dan membuka celah di sana dengan telunjuknya. Bibir bawah yang halus mulus, merona merah muda, malu-malu siap dijamahnya. Sekitaran bibir itu masih belepotan nektar, tanpa segan dijilatinya lagi dengan lebih lahap karena lebih kental dari bagian lain. Han Junjie sampai menggerutu, "Hummh, inikah madu Dewi Labu? Sangat mengenyangkan dan gurih!"
Ia kecup terus menerus menyesap sari yang meleleh dari dalam dan lidah hangat menjilat sepanjang garis bibir merah muda itu penuh penghayatan. Ia celupkan jarinya ke dalam sana sembari berbisik parau, "Kaili ... kau mungil seperti kuncup bunga lili. Mulai sekarang, aku akan memanggilmu Lili Kecil. Ayo, Lili Kecil, sedalam apa kau sanggup menampungku?" Ia celupkan jarinya sedalam mungkin. Tubuh gadis itu meliuk-liuk bergejolak. Ia merasakan pekat mukosa hangat gadis itu, membuat Han Junjie mengembuskan napas panas. Suaranya mengerang tersiksa. "Ahhh... Lili Kecil .... Mau kumasuki lebih dalam lagi, manis?"
Sementara Kaili merasa sedang meluncur dari perosotan panjang, mulai merasakan gelenyar tak karuan dalam tubuhnya. Seperti ada kepakan sayap ratusan kupu-kupu di bawah perutnya. Awalnya sangat nyaman, kemudian sesuatu yang tajam dan keras terasa menusuk lalu menancap kuat di inti rahimnya. Mata Kaili terbuka lebar walaupun nyaris tak melihat apa pun karena sangat kabur. Tubuhnya berat ditindih sesuatu dan engahan napas kasar bergema di telinganya.
Nyeri berulang-ulang mencabik lapisan tipis yang tadi terasa sangat nyaman disentuh, membuat Kaili tersadar sepenuhnya. Celah sakral yang terjaga keperawanannya sekarang sedang dimasuki tanpa izin. Kegadisannya tengah direnggut seseorang. Kerongkongannya yang kering kerontang terpaksa berteriak seraya berlinang air mata. "Tidaaaak! Lepaskan aku! Han Junjie ... baji.ngan! Kenapa kau melakukan ini? Ini tidak termasuk dalam perjanjian kita!"
Kaili memukul dan mencakar-cakarnya sehingga Junjie menahan tangan gadis itu di atas kepala dan membentaknya. "Sadarlah, perempuan berengsek! Ini hanya bagian dari game, bukan kenyataan! Kau tidak akan rugi apa pun."
Perkataan itu membuat Kaili terhenyak. Matanya berkaca-kaca dan bibir termangap tak bisa berkata-kata. Kalau tidak rugi apa pun, kenapa rasanya sangat nyata? Tubuhnya dihunjam konstan berulang-ulang. Darah segar mengalir di muara penyatuan, tetapi justru menambah kepuasan Han Junjie.
Siapa pria ini? Kenapa dia tidak romantis dan sopan seperti dambaan para gadis-gadis pengagumnya?
"Tidak ... Hentikan ...," pinta Kaili lirih dan menggeleng menahan nyeri. Pompaan kasar Han Junjie menggesek rongganya menjadi sangat panas dan sakit.
"Kenapa aku harus berhenti? Kita sudah menikah. Dalam game! Aku kaisarmu dan kau harus turuti apa pun kemauanku!" kata pria itu.
Kaili terisak tanpa bisa menyanggah lagi. Pengalaman seksual pertamanya terasa sangat hampa. Sementara Han Junjie terus memacu sesuka hatinya. Yang tadinya nyeri, menjadi mati rasa karena terlalu lama. Kaili tidak merasakan kakinya lagi yang ditekuk Han Junjie ke bahu. Penglihatan mulai nanar karena peluh Han Junjie berjatuhan ke wajahnya. Meskipun pria itu sangat tampan, tetapi karena tak ada rasa apa pun di antara mereka, tidak ada penghayatan dari persanggamaan itu. Hanya Han Junjie seorang yang jatuh nikmat.
Di tengah kehampaan itu, dedaunan dan bunga-bunga labu luruh perlahan-lahan menjadi taburan berkilauan. Sinar matahari masuk melalui celah-celah kecil, memberi penerangan di dalam kuil rahasia itu. Sinar itu bergerak hingga jatuh di kelopak bunga wadah Kaili dan Han Junjie menyempurnakan perkawinan mereka. Ketika tubuh mereka mandi sinar matahari, energi baru mengalir mengisi tubuh mereka. Semua luka disembuhkan dan energi yang terkuras habis pun terisi kembali.
Sistem membuat pengumuman yang bisa dilihat pemain di seluruh server.
[XLili telah meraih kekuatan Dewi Labu. Dia dianugerahi kenaikan peringkat level 20 tingkat. Selamat mengembangkan kekuatan baru Anda, XLili!]
[Kaisar Han telah meraih kekuatan Dewi Labu. Dia dianugerahi kenaikan peringkat 1000 tingkat. Selamat bergabung di list 100 top player, Kaisar Han. Anda bisa menambah 1000 pengikut. Selamat mengembangkan kekaisaran Anda, Kaisar Han!]
Pemberitahuan itu membuat semua orang tercengang. Bahkan Wei Xiaoli yang notabene pemain peringkat 1 di 100 top player, terjungkal dari singgasananya. Di saat ia menikmati kepopulerannya, seseorang tiba-tiba mengacaukan tangga persilatan. Beragam komentar senada muncul di server.
[Dewi Labu? Maksudnya itu benar-benar ada? Aku kira cuma mitos, dongeng hiburan dalam game ini.]
[Waah? Kalau begitu, aku harus segera mencari Kuil Labu itu! Ada yang tahu di mana kira-kira letaknya?]
[Kaisar Han penguasa Negeri Beruang. Jangan-jangan kuil itu ada di sana? Mungkinkah, wilayah paling tidak subur justru menjadi tempat kuil dewi pangan?]
[Apa kesaktiannya? Aku tidak percaya sedikit pun. Selama ini top player tidak punya kekuatan itu, tetapi mereka sukar dikalahkan dan tetap menjadi pemain terbaik.]
[Kekuatan Dewi Labu sepertinya menarik. Bolehkah aku bergabung klan kalian? Aku butuh pimpinan yang punya kekuatan unik.]
[Kaisar Han selama ini luput dari sorotan karena selalu di bawah, sekarang tiba-tiba naik peringkat. Ada apa ini? Apa Kaisar Han sengaja punya senjata rahasia untuk mengalahkan Kaisar Wei? Ayo, Kaisar Wei, ancaman besar untukmu sepertinya sudah muncul!]
[Untuk kaisar lainnya juga. Negeri Salju, Negeri Api, Negeri Air, Negeri Petir, Negeri Arwah, Ayo, penantang baru kalian sudah muncul! Aku jadi sangat menantikan perang akbar nanti. Siapa yang akan menang di antara 7 Kaisar ini?]
Di antara komentar bernada spekulasi dan konspirasi itu, juga tak kalah banyak muncul yang memberi selamat pada Kaisar Han.
[Kaisar Han, izinkan aku bergabung dalam klanmu, Yang Mulia! Kebetulan aku belum pernah ikut klan mana pun.]
[Ya, aku juga mau ikut. Panjang umur, Kaisar Han!]
Sebagian kecil pemain tidak berkomentar apa pun di ruang publik, tetapi jadi saling bertanya-tanya karena mereka satu grup kecil. Ya, mereka adalah grup Xujia.
[XLili ini XLili kita? Yang mesinnya baru diambil Manajer He? Bukankah katanya mesinnya mau di-reboot?]
[OMG?! Kalau begitu, Kaili online sungguhan? Apa ini artinya ia sekarang di bawah manajer yang sama dengan Kakak Junjie? Dia dikeluarkan dari agensi hanya untuk bergabung dengan manajemen Kakak Junjie? Bagaimana bisa? Apa agensi mempermainkan kita?]
Hanya Xujia yang tidak berkomentar. Ia pun juga bingung. Ketika opini anggotanya mulai semakin panas, ia berujar menenangkan mereka. [Sudahlah, jangan berspekulasi sendiri. Jika ini ada hubungannya dengan Kak Junjie, agensi pasti membuat pengumuman.]
Salah satu berceletuk lagi. [Mungkinkah Grizz si Kaisar Han itu adalah Kak Junjie? Maksudku, mungkin saja 'kan? Dari sekian banyak idol top, hanya Kak Junjie yang tidak pernah diketahui ikut dalam game The 7 atau tidak. Sekarang, tiba-tiba Wang Kaili online dan naik peringkat drastis. Aku pikir ini pasti ada hubungannya dengan Kakak Junjie yang kedapatan datang ke kafe tempat Kaili bekerja.]
Dugaan itu membuat yang lain bungkam. Mereka tak ingin mengiyakan karena tidak rela jika yang bekerja sama dalam game dengan Han Junjie justru trainee yang sudah drop out. Lalu mereka semua ini dianggap apa?
Sekarang, mereka semua merasa Kaili telah menikam mereka dari belakang.
Sementara Han Junjie sedang selebrasi kekuatan barunya.
Permintaan bergabung klan Negeri Beruang berdatangan memenuhi inbox Grizz. Peringkatnya naik drastis, dan semakin banyak namanya disebut, tingkat kepopulerannya juga naik. Berita penemuan Kuil Dewi Labu dan kekuatannya itu pun menjadi viral mengalahkan berita konferensi pers Kaisar Wei. Grizz mendapat undangan wawancara eksklusif untuk mengungkap jati dirinya serta kisahnya hingga bisa menemukan kuil rahasia itu.
Han Junjie tertawa terbahak-bahak menikmati kepopuleran mendadaknya. Ia berdiri tegap dengan tubuh telanjang, mendongak menantang menatap sinar matahari yang menyinarinya. "Wei Xiaoli pasti gigit jari melihat ini," gumamnya penuh percaya diri. Ia melupakan gadis yang baru saja membantunya naik peringkat.
Kaili sedang duduk menutupi tubuhnya menggunakan kelopak bunga dan air matanya berlinang tanpa suara. Jijik sekali melihat keperkasaan Han Junjie tampak seperti boneka beruang berbulu kasar. Oh, Dewa, tolong... Akankah penampakan ini menghantuiku seumur hidup?
Ketika berhenti mendongak, tak sengaja tatapan Han Junjie tertuju pada Kaili. "Ya ampun, kenapa menangis segala? Ini cuma game! Tidak benar-benar aku mengambil keperawananmu. Itu 'kan yang kau tangisi?"
"Iya, tapi tetap saja aku tidak suka semuanya terjadi tiba-tiba dan di luar kehendakku!" gertak Kaili.
Han Junjie menunjuknya. "Heh, kau berani protes? Seharusnya aku yang protes. Aku membayarmu 10 juta $HK, tapi apa yang kudapatkan? Perawan tingting yang tidak tahu cara menggoyang pinggulnya. Dadamu pun rata bak papan cuci. Jika aku membayar wanita penghibur, aku akan mendapatkan puluhan gadis 'perawan' yang pandai menggojlok milikku dan mereka punya pan.tat dan buah dara lebih besar."
"Kurang ajar!" pekik Kaili yang tak rela disandingkan dengan PSK. Refleks ia melempar sesuatu ke arah Han Junjie yang ternyata berupa buah labu seukuran kepala orang dewasa.
Bukk! Labu itu pecah menghantam kepala Han Junjie. Pria itu berdiri sempoyongan dengan bintang-bintang mengelilingi kepalanya, lalu jatuh terkapar.
Kaili terjengkit, membekap mulutnya, lupa menahan kelopak bunga sehingga tubuhnya terbuka lagi. "Oh T'ien! Han Junjie?" ucapnya panik.
Han Junjie bangun sambil memijat-mijat kepalanya. Ia menggerundel, "Apa itu barusan? Kau melempariku dengan labu? Kau melakukan itu? Pada kaisarmu? Pada suamimu?" Ucapan itu ia beri tekanan agar Kaili ingat posisinya dan berhenti melawan. Ia bangkit perlahan tapi pasti, melangkah mendatangi Kaili dengan tatapan nyalang.
Kaili beringsut tak tahu harus ke mana. "I-ini karena ... salahmu juga. Kau ... kau bandingkan aku ... dengan PSK. Tidak ada perempuan yang sudi dibanding-bandingkan, apalagi ... setelah malam pertamanya!"
"Tapi itu fakta," sahut Han Junjie tanpa timbang rasa.
"Kau ... Laki-laki be.jat!" Kaili memaki sembari membatin, berarti selama ini diam-diam Han Junjie membayar wanita peng.hibur. Apakah...apakah ... secara virtual ia bisa ketularan penyakit kelamin? Ahh, tidaaaak! Ini semakin mengerikan saja!
Han Junjie sangat dekat dengannya, sangat dekat hingga si boneka beruang itu sepantaran wajahnya. Kaili lekas merangkak menjauh. "Aku tidak sudi kau sentuh lagi!" katanya cemas. Namun, kedua belah tangan kokoh pria itu menangkap pinggangnya dan sekonyong-konyong berat menindihnya. Kaili tertelungkup di lantai tanah, kedua tangannya dilekapkan, kakinya ditaut sepasang kaki berotot kencang, dan batang keras dijejalkan lagi ke dalam kegadisannya.
"Aaaakhh! Hentikan! Kau menyakitiku!" protes Kaili.
Han Junjie menakut-nakutinya. "Humm, seingatku tidak pernah ada yang mengeluh kesakitan. Jangan coba-coba kabur dariku, Lili Kecil. Kau sudah menandatangani kontrak denganku dan aku sudah membayarmu tunai. Jadi, jalankan kewajibanmu, entah kau suka atau tidak, sakit atau tidak, kalau aku butuh, kau harus menahannya!" Han Junjie mendorong keras sehingga pipi Kaili bergesekan dengan tanah.
"Aaahh! Berengsek!" makinya terisak, tetapi tidak kuasa melawan karena posisinya dilekap dari belakang. Hunjaman keras Han Junjie berulang-ulang tak terhitung lagi dan semakin cepat setiap menitnya. Kaili terisak memelas-melas tidak jelas. "Hu hu hu .. hmmphh. Engghh ... tidaaak ...."
Han Junjie bergumam nanar, "Tapi tidak sakit lagi 'kan, Lili Kecil? Kamu akan segera tiba di bagian terbaiknya."
Bagian terbaik apa? Kaili tidak mengerti, tetapi tanpa bisa dikendalikannya desahannya berubah. "Hmmmh ... Han Junjie ... Nghh ....!"
"Ha! Kau mulai suka 'kan, Lili Kecil?" bisik Han Junjie dengan napas terengah-engah mengikuti gerakan tubuhnya yang berayun menghantam Kaili.
"Tidak akan pernah, baji.ngan! Nghhhh!" Gadis itu menjawab seraya mengigit bibir.
"Ah, perempuan berengsek! Begini tata krama pada kaisarmu? Tidak sopan sama sekali!" Lalu ia membentak sambil meremas gundukan d**a mungil Kaili. "Ucapkan Yang Mulia! Cepat!"
"Tidak! Aaakh!" Bantahan itu dibalas Junjie dengan mencubit bulir pinky gadis itu.
"Haiisshh, kau pandai sekali membuatku tambah bergai.rah, Lili Kecil," desis pria itu. Tidak mempedulikan air mata Kaili. Ia remas kasar bagian-bagian berlekuk tubuh gadis itu sehingga merah bekas telapak tangannya di mana-mana.
Kaili menangis keras tidak mengerti apa yang terjadi pada tubuhnya selama dipacu yang kedua kali oleh Han Junjie. Ia merasa diperlakukan bak binatang, tetapi dorongan alami membuatnya meratap putus asa. "Hentikan, Junjie ... Aku sudah tidak tahan lagi ... Aku mau pipis ... "
Pria itu malah terkekeh. "Pipis? Kau yakin?"
Kaili mengangguk cepat. Namun, Han Junjie tidak menghentikan apa pun yang memberinya kenikmatan itu. Ia malah menantang Kaili. "Ya sudah. Keluarkan saja. Aku mau melihatnya, apa yang kau keluarkan dari sela pasakku ini."
Kaili tidak bisa menalar akal sehatnya lagi dan desakan dalam inti tubuhnya sudah tak dapat dibendung. Ia berteriak merasa teramat malu, sekaligus lega dengan pelepasannya. "Aaaaa ... Junjie ... kau berengsek.... Aku jadinya pipis sembarangan.... Aaaah ahh." Hangat dan nyaman sekali rasanya. Sangat ajaib. Apakah semua ini?
Yang meleleh di sela pasaknya adalah cairan kental si bunga lili kecil, bukan pipis seperti yang disangkakan gadis itu. Han Junjie terkekeh menyaksikan kepolosan Kaili. Gadis itu lalu lemas kehabisan tenaga. Junjie cabut miliknya sehingga tubuh gadis itu terkulai. Ia balik tubuh Kaili yang tak kuasa melawan. Ia rentangkan kaki gadis itu agar leluasa memanen madunya. Kesekian kali, ia menjilati kelopak Lili kecilnya hingga madunya habis.
Kaili menangis karena sangat malu dan bingung. Ia tidak tahu bagaimana menggambarkan sesuatu yang sama sekali tidak pernah terlitas di pikirannya. Sesuatu yang berubah sangat drastis dari skala sangat mengerikan menjadi sangat unik, indah, menggelikan, mendebarkan, juga membuat kesal. Membuatnya sadar bahwa Han Junjie adalah pria dewasa, sedangkan dirinya tidak tahu apa-apa. Pria itu sangat piawai memainkan lidahnya. Menampar kesadaran Kaili bahwa di dunia ini, fantasi terliar seseorang bisa jadi nyata.
Game ini berbahaya. Aku mengetahui yang seharusnya tidak aku ketahui. Melakukan yang seharusnya tidak aku lakukan. Seharusnya aku berhenti saja, selagi ada kesempatan.
Han Junjie selesai menjilatinya, pria itu menegapkan badan lalu menatapnya lekat. Kaili terlalu malu untuk balas menatapnya. Ia tertunduk dalam, menyedekap buah daranya yang nyaris rata serta mengempit rapat pahanya. Sambil mengigit kuku, ia meminta pada Junjie. "Aku mau pulang."
Si gadis pemberontak sudah kalem dan malu-malu, sedangkan si beruang gila sudah jadi jinak dan tenang. Han Junjie menyahut lembut. "Baiklah. Kau boleh pulang. Sopirku akan mengantarmu."
Kaili log out dari game lebih dulu beberapa detik. Han Junjie masih dalam game, melihat sekelilingnya. Kuil sudah tidak ditutup tanaman rambat lagi sehingga jalan keluar mereka bisa dibuka, tetapi karena Kaili sudah terlanjur keluar, ia pun memutuskan tidak melanjutkan game. Han Junjie menyusul log out.
Ketika lepas dari helm dan sarung tangannya, ia terperanjat mendapati Kaili masih duduk di kursi game dan menangis sesenggukan. Junjie ingin menegurnya akan tetapi teringat ia tidak bisa bicara. Ia mengambil ponselnya dan bicara melalui alat itu.
"Kenapa lagi? Kau menangis terus. Apa uang 10 juta $HK ku masing kurang untuk menutupi 'ketidakperawananmu'?"
"Ini bukan soal itu, idi.ot!" gerutu Kaili. Han Junjie melotot geram dikata-katai kasar lagi oleh Kaili. Untungnya ia sedang tidak bisa bicara sehingga harus mengetik dulu. Kaili keburu melanjutkan. "Lihat ini, celanaku basah. Bagaimana bisa aku pergi keluar rumah dengan bekas ompol?"
Ha Junjie meralat ketikannya. "Itu bukan bekas ompol! Kau ini tidak bisa membedakan ompol atau bukan? Dan kau keluar sebanyak itu, wow, kau pasti puas sekali, Lili Kecil!"
Pria itu lalu terkekeh mengejek Kaili.
Kaili mengomel lagi. "Aku tidak peduli! Yang jelas bekasnya di bagian itu, kalau ada yang memperhatikan bagaimana? Apalagi di kafe nanti, bagaimana kalau Kak Zhuo menunggu aku dan melihat keadaanku begini? Apa tidak akan jadi pertanyaan baginya? Aku malu, Han Junjie! Bagaimana pun hal ini sangat sensitif bagi perempuan seperti aku. Mau nyata atau tidak, buktinya ada aku sudah terangsang. Pantas saja game ini harus dimainkan di kamar masing-masing. Kau menyebalkan, Han Junjie! Kau hanya memikirkan kesenanganmu sendiri!"
Wajah Han Junjie berubah datar. Ia terbiasa bersikap ramah dan baik hati demi menyenangkan fans, jadi, begitu di kehidupan privatnya, ia jadi mati rasa. "Ya sudahlah. Jika kau menyesal, kembalikan uangku. Aku akan sangat senang menerimanya kembali."
Kaili terperangah. Ucapan Han Junjie sangat tidak berempati, meskipun hal itu benar. Kaili bergegas turun dari kursinya dan memaksa berjalan sewajar mungkin walaupun basah di selangkangannya sangat menganggu. Daripada mengembalikan uang itu, lebih baik ia menelan malu sedikit. Lagi pula, ia bisa menutupi bercak basah dengan menarik bawah jaket hoodie-nya saat berjalan. Tudung kepala bertelinga kucing itu menyembunyikan wajah merona Kaili.
Ia pergi dari apartemen itu tanpa berpamitan. Mungkin yang dirasakannya saat itu sama seperti PSK yang meninggalkan kliennya setelah selesai bertransaksi. Sopir dan Manajer He yang menunggunya di luar apartemen segera mendampinginya pulang. Kaili diam saja selama di perjalanan. Pun tidak mengucap apa-apa saat turun di belakang kafe. Dalam hatinya sibuk mengingat-ingat, itu cuma game. Itu cuma game. Tidak ada yang serius terluka atau terlena.
Kaili memegang gagang pintu, bertepatan Zhuo membukanya dari dalam. "Oh, syukurlah kau baik-baik saja, Kaili!" ucapnya penuh kelegaan.
"Eh, iya, Kak," sahut Kaili kikuk. Zhuo merangkulnya masuk ke dalam melewati bagian dapur.
"Apa saja yang kalian lakukan? Apa Han Junjie melakukan sesuatu padamu?" cecar Zhuo.
"Hmm, kami main game seperti biasa. Pertarungannya sangat intens ... Mmm, itu sangat melelahkan."
"Oh? Kalian benar-benar cuma main game?"
"Iya, begitulah, sesuai perjanjian. Aku tidak melamar lagi sebagai trainee, Kak. Aku minta bayaran uang kontan saja. Jadi, aku tidak kembali ke agensi. Aku bisa bekerja pada Kakak seperti biasa," pungkas Kaili sambil tersenyum hangat.
Zhuo menatap menyelidik gadis itu. "Kau yakin? Itu kesempatan emas. Kau bisa jadi idol ...."
"Jika aku gagal, bukankah aku hanya akan kembali terlilit hutang pada agensi?" sela Kaili. "Aku yakin keputusanku tepat, Kak. Uanglah yang kubutuhkan. Bukan kepopuleran singkat sebagai idol."
Ucapan gadis itu membuat Zhuo terhenyak. Baginya, itu keputusan yang sangat berani. Ia tepuk-tepuk puncak kepala Kaili yang ditutupi hoodie bertelinga kucingnya. "Ya sudah. Naik dan beristirahatlah. Kita jumpa lagi besok pagi."
"Baik, Kak!"
Mereka melangkah ke arah yang berbeda, tetapi mendadak Kaili memanggil Zhuo dan mereka berhadapan lagi. "Kakak Zhuo, kenapa kau khawatir Han Junjie melakukan sesuatu padaku? Apa dia ... Apa dia ... berkelakuan aneh atau apa?"
"Bagiku, Han Junjie berbakat menjadi seorang playboy. Kau harus berhati-hati dengan bujuk rayunya. Jangan terlalu dekat dengannya kalau tidak ingin sakit hati. Apa yang terjadi dalam game, tetap dalam game. Jangan sampai kau bawa-bawa ke kehidupan nyata. Itu saja yang harus kau ingat, oke, Lili Kecil?"
Lili Kecil. Ah, nama panggilan itu tidak spesial lagi sekarang. Semenjak Han Junjie memproklamirkan memanggilnya demikian.
Kaili jadi membatin, kata Kak Zhuo, apa yang terjadi dalam game, tetap dalam game. Jadi, seharusnya ia tidak perlu menceritakan apa yang mereka lakukan dalam game. Itu hanya game, btw. Tidak ada yang serius terluka, apalagi sampai sakit hati.
"Baik, Kakak Zhuo. Akan selalu kuingat nasihat Kakak," jawab Kaili.
Zhuo tersenyum tipis. "Ya. Selamat malam, Kaili. Tidur nyenyak!"
"Terima kasih. Kakak juga. Sampai jumpa besok!" Kaili lalu berlari kecil menaiki tangga ke lantai dua.
Zhuo memandangi sampai gadis itu tak terlihat lagi lalu ia pun kembali ke apartemennya.
Muka Zhuo jadi dingin ketika tiba di rumahnya. Ia tatap mesin gamenya yang lama tidak diaktifkan. Ia berdecih, merasa sangat munafik sudah menasihati Kaili soal game, padahal ia sendiri pernah terobsesi pada sebuah game sampai ada kejadian buruk yang membuat mentalnya porak poranda. Ia bahkan mengalami PTSD hingga tak sanggup melihat layar log in game itu. Ia harap Kaili tidak mengalami trauma yang sama. Kejadian itu boleh jadi hanya terjadi dalam game, tetapi dampaknya akan terus terbawa hingga ke kehidupan nyata.
***
Bersambung....