Ep.11. Ekspedisi

3259 Kata
Prak! Prak! Tulang belulang Kaili digeprak Han Junjie beberapa kali. Bagian punggung serta kedua kaki Kaili yang tidak sejajar ia kembalikan ke posisi yang seharusnya. Karena ia tidak bisa bicara, Han Junjie tidak bisa menjelaskan maksud tujuannya sehingga Kaili berteriak kesakitan serta memaki tanpa menahan diri. "Kyaaaaah, Han Junjie berengseeeek! Aku harap dewa-dewa mengutukmu dan kau terlahir kembali sebagai panda gemuk yang suka guling-guling di tanah!" Han Junjie hendak tertawa oleh makian itu, tetapi harus ditahannya sehingga mulutnya terkantup dan pipi menggelembung. Ia beranjak dari Kaili yang terkapar terengah-engah. Ia pandangi gadis itu dengan kedua tangan bersedekap dan wajah dingin sinis. Napasnya yang ngos-ngosan berangsur-angsur tenang. Penglihatan Kaili nanar karena sisa air mata di pelupuknya, tetapi sekilas ia bisa melihat Han Junjie tersenyum mengejeknya. "Kau ... berengsek! Kau ingin ... membunuhku!" Han Junjie mengetik di ponselnya. "Jika aku mau membunuhmu, sudah kulakukan sejak hari pertama. Kau benar-benar ribut dan biang masalah!" Kaili bersila dan mengomel sambil menunjuk-nunjuk. "Kau yang biang masalah! Aku tidak mau ikut kompetisi Dancing With The Star, kenapa sekarang aku harus berpartisipasi? Siapa yang punya ide gila itu? Jika aku harus ikut karena sesuatu yang berhubungan dengan masalah pribadimu, berarti sebenarnya aku menolongmu, tetapi kau malah memperlakukan aku seperti sampah!" Kaili sangat marah, tiba-tiba tercenung karena merasa punggungnya sangat ringan, bahkan ia bisa mengangkat tangan lebih luwes dari biasanya. "Eh, tunggu dulu!" gumamnya. Ia meraba belikat, pinggangnya lalu ia berdiri dan memijakkan kaki tanpa ada rasa pegal. Ia melihat sekeliling tubuhnya. "Apa yang kau lakukan padaku? Badanku terasa lebih nyaman. Bagaimana caramu melakukannya?" Tatapan Kaili berubah drastis dari benci menjadi terkagum-kagum. Han Junjie mendengkus. Semudah itu dia terkesima. Rupanya Kaili tidak ada bedanya dari perempuan lain. Han Junjie mengetik, "Kau seharusnya berterima kasih padaku." Kaili memicingkan mata sambil mangut-mangut curiga. "Jadi, aku harus berterima kasih? Aku rasa kau melakukan ini karena menyangkut kepentingan pribadimu. Aku tidak perlu berterima kasih." Muka Han Junjie berubah masam. Perempuan berengsek! Namun, tak dapat disuarakannya karena bukan saat yang tepat memperpanjang perdebatan dengan gadis itu. Waktu akan terbuang percuma. Han Junjie menyalakan audio sistem melalui ponselnya dan musik pop up-beat menggelegar dalam ruangan. Ia mulai berdisko beberapa gerakan yang baginya masih sederhana sebagai contoh untuk Kaili. Kaili terpana melihat gerakan tari yang rumit, dieksekusi dengan mulus, tetapi bertenaga. Bukan lagi level trainee, tetapi sudah level performance untuk sebuah MV atau konser. Dansa dilakukan dengan sangat gampang seolah Han Junjie lahir dengan badan seluwes itu. Sekeliling ruangan berdinding cermin sehingga Han Junjie dapat melihat wajah Kaili saat menganga dan liur nyaris menetes memandanginya. Dia benar-benar tampak idi.ot. Han Junjie nyaris tertawa bersamaan tariannya selesai. Kaili bertepuk tangan. "Woaaah ... tarian idol pro memang di luar nalar." Sedetik kemudian, Kaili berbalik menuju pintu. "Aku pergi saja dari sini. Kemampuanku tidak akan pernah bisa menyaingimu. Bye!" Han Junjie tidak melepaskannya begitu saja. Ia tarik belakang baju Kaili dan mendorong gadis itu berdiri di depan cermin. Ia bersedekap sambil menatap tajam agar gadis itu tahu ia sedang marah besar. Muka Han Junji sudah merupakan pernyataan 'Akan kuambil 10 juta $HK-ku!' sehingga dengan berat hati Kaili mulai menggerakkan badannya. Gerakannya sangat tidak yakin dan sambil menoleh Han Junjie. "Aku ... aku tidak hafal gerakannya." Han Junjie memperagakan gerakannya lagi, akan tetapi Kaili tidak serius mengiringinya. Han Junjie menghentikan tariannya. Ia melangkah ke tepi ruangan dan kembali ke dekat Kaili sambil membawa sebatang penggaris kayu. Kaili terbelalak. Ia akan memukulku dengan benda itu? Serius?? Han Junjie mengacungkan penggaris itu ke wajah Kaili, menegaskan agar mematuhinya lalu ia mengetuk-ngetukkan kayu itu ke lantai sebagai panduan irama gerakan Kaili. Kaili melirik pria itu tetap bermuka sekejam tiran, maka ia pun mulai menari. Sedikit menakutinya, Han Junjie menepuknya dengan penggaris kayu itu jika gerakannya kurang pas. Setelah kurang lebih 2 jam mengulang gerakan yang sama dan harus pas termasuk energi serta penghayatannya, Kaili kelelahan hingga terkapar di lantai. Ia melambai tanda menyerah. "Akuh ... tak sanggup ... lagih ...." Han Junjie tidak berkata apa pun. Ia bersandar dengan kaki bersilang dan mengetik pesan untuk Manajer He, kemudian melalui ponsel itu, ia memberitahu Kaili. "Bangun! Manajer He akan segera menjemputmu." "Bisakah aku berbaring di sini saja dulu? Aku sangat lelah...." "Oh, jadi kau mau bermalam bersamaku?" "Hah? Apa? Dasar norak! Aku tidak akan pernah melakukannya di kehidupan nyata!" "Kalau begitu, jangan malas-malasan. Kau belum meraih apa pun. Jangan merasa sudah bekerja keras." Kaili menyahut gusar. "Dasar tidak berperasaan! Aku tidak seperti kamu. Aku bukan robot! Tolonglah, biarkan aku istirahat." "Jika kau terus seperti ini, aku akan meningkatkan dua kali lipat frekuensi latihanmu!" Kaili bergegas bangun walaupun susah payah. "Jangan, jangan! Baiklah, aku segera bangun...." Ia merangkak dulu beberapa meter, kemudian berdiri tergopoh-gopoh. "Ah, capek, capek," keluhnya. Kaili memungut tas selempang serta jaketnya. Manajer He datang dan langsung mengubitnya keluar apartemen. "Kami pergi dulu, Junjie," ujar Manajer He sedangkan Kaili tidak berkata apa pun. Ia terlalu lelah menghadapi Han Junjie, bahkan untuk marah sekalipun. Kaili tidur-tiduran selama di perjalanan. Setibanya di Lilac Cafe, Zhuo menyambut kedatangannya dan cemas melihat kondisi Kaili yang berjalan sempoyongan, apalagi jam nyaris pukul 2 dini hari. "Apa yang terjadi padamu? Apa kau minum-minum di tempat Han Junjie?" Kaili menjawab setengah mengomel. "Minum apa? Ia bahkan melarangku makan. Han Junjie benar-benar tidak berperasaan. Ia memaksaku latihan menari." Gadis itu duduk di anak tangga dan menangis sesenggukan. "Aku tidak mau latihan dengannya lagi. Ia seorang monster." Zhuo pikir itu untuk kebaikan Kaili, jadi ia tidak mempermasalahkannya. Ia duduk di sisi Kaili dan menepuk-nepuk pundak gadis itu. "Anggaplah kau training mulai dari awal lagi. Besok-besok pastinya tidak akan selelah hari ini," nasihatnya. Kaili merengut. "Jadi, Kakak Zhuo mendukung Han Junjie?" "Kau menandatangani kontrak dengannya, jadi sudah sewajarnya kau bertindak profesional, Lili Kecil. Ambil positifnya saja. Kau dilatih oleh idol terbaik di negeri ini. Itu merupakan kesempatan langka dan aku yakin jika trainee lain tahu, mereka akan sangat iri padamu." Oh, ya rasanya ini akan jadi tamparan keras untuk Xujia dan teman-temannya. Kaili mengangguk-angguk. Jiwanya mulai bersemangat lagi. Han Junjie melatihku juga karena untuk menyelamatkan mukanya. Ia pasti tidak akan main-main. Rasanya ia mulai mengerti jalan berpikir Han Junjie. Kaili naik ke kamarnya dan segera tertidur lelap. Namun, rasanya baru semenit terpejam, tiba-tiba ia harus bangun lagi karena jadwal lari pagi. Alarm berbunyi keras ditambah Zhuo menggedor-gedor pintu kamarnya. Ia keluar kafe pagi-pagi buta dan berlari sambil menangis. "Kenapa aku harus melakukan ini? Aku capek. Badanku sakit semua. Huaaa huaaa...." Zhuo menertawakannya, tetapi membiarkan Kaili menyuarakan semua kekesalan. Akhirnya, Kaili lelah mengeluh. Ia tidak menggerutu lagi, walaupun wajahnya cemberut sepanjang hari. Kaili bahkan tertidur sambil duduk di sudut dapur. Zhuo memergokinya, tetapi tidak mengusik gadis itu. Ia biarkan Kaili menikmati tidurnya sampai dia terbangun sendiri saat hari sudah sore. "Maaf, Kakak Zhuo, aku ketiduran," pelasnya, yang dibalas Zhuo dengan senyuman. "Tidak apa-apa, aku sudah menyisihkan bagian pekerjaanmu. Tuh!" Tampak setumpuk perkakas bekas pakai di bak cuci. Kaili yang tak enak hati segera menyingsingkan lengan baju. "Baik! Segera kukerjakan, Kakak Zhuo. Semangat!" Ia berseru pada diri sendiri lalu mulai mencuci sambil menata moodnya. Ia harus gigih kalau tidak ingin kalah saat berhadapan dengan Han Junjie. Pria itu akan sangat menguji kesabarannya. *** Han Junjie sedang tidak ada kegiatan apa pun siang itu, sehingga ia masuk ke dunia game The 7. Ia ingin mengecek pekerjaan anak buahnya membangun instalasi air bersih. Ia kembali berada di kamar tidur penginapan Tuan Ming. Selir XLili dalam kondisi tidur di ranjang, tampak bar energinya sudah penuh. Saat Kaili online nanti, ia bisa langsung beraktivitas seperti biasa. Han Junjie keluar kamar. Di lantai bawah, Tuan Ming berserta sederet pelayannya sudah menunggunya dan mereka memberi hormat mendalam pada raja berkepala beruang itu. "Hormat kami, Yang Mulia. Saya beserta seluruh warga menyampaikan terima kasih yang tak terkira atas bantuan Selir Lili Kecil. Kami sangat terbantu dengan labu pemberiannya. Warga bisa makan enak dan mereka bisa menyimpannya sebagai persediaan makanan. Di masa-masa sulit seperti ini, itu adalah berkah yang luar biasa." Mata Han Junjie terpicing karena Tuan Ming menyebut nama selirnya seperti itu. Pasti karena namanya XLili. Kaili harus mengubah namanya! (X pada nama XLili merupakan singkatan dari Xiao, sehingga orang-orang akan cenderung memanggilnya Xiao Lili atau Lili Kecil). Han Junjie merasa tidak senang, akan tetapi ia menahan emosinya. "Aku lega kalian bisa memanfaatkan labu pemberiannya," sahut Han Junjie. "Jika Yang Mulia tidak keberatan, kami ingin menghadiahkan selembar gaun untuk Selir Lili Kecil." Tuan Ming menyodorkan baki di mana sehelai gaun hanfu warna hitam bersulam benang emas terlipat. Gaun itu berkhasiat menambah nilai pertahanan penggunanya sebanyak 20%. Han Junjie mengambil item tersebut. "Baiklah. Aku terima barang ini dan akan kuserahkan pada Kaili jika ia bangun nanti. Namun, sedikit peringatan untuk kalian. Panggil dia Selir Kaili. Dia seorang dewi, bukan adik kecil kalian sehingga kalian bisa gampang memangilnya Lili Kecil. Namanya Kaili, ingat itu! Jika ada kesalahan lagi, akan kupenggal kepala kalian!" Semua orang ketakutan sehingga mereka lekas berlutut dan memohon ampun. "Ampuni kami, Yang Mulia. Kami tidak akan melakukannya lagi." "Bagus!" sahut Han Junjie sambil berlalu. Ia mengubit anak buahnya dengan menjentikkan jari lalu 3 orang pria mengikutinya. "Ayo kita pergi!" Mereka keluar dari penginapan, lalu pergi berkuda ke hutan lokasi anak buahnya yang lain memotong kayu dan membangun tiang-tiang talang air. Sementara di Negeri Maple, Li Guowei, agen intel yang disuruh Kaisar Wei Xiaoli menyusup ke Negeri Beruang sedang melakukan persiapan. Ia pergi ke ibukota Negeri Maple bernama Kota Cahaya untuk menyiapkan beberapa perbekalan. Kota Cahaya adalah pusat aktivitas ekonomi dan sosial para pemain di Negeri Maple. Di sana banyak toko dan aneka merchant. Orang-orang bisa membeli barang seperti senjata, obat-obatan, bahan makanan, pakaian, dan sebagainya. Selain itu mereka juga bisa menjual sesuatu atau barter dengan pemain lain. Di kota itu juga ada pandai besi untuk menempa material menjadi senjata atau armor. Ada penjahit untuk memesan pakaian atau pergi ke spa dan panti pijat untuk relaksasi. Mereka juga bisa mengunjungi sanggar seni untuk berkenalan dengan petarung lain, pria atau wanita penghibur. Dari situ mereka bisa menjalin persahabatan dan berpasangan di dunia maya. Jika banyak kenalan, mereka bisa membentuk tim terdiri dari 5 sampai 20 orang untuk bekerja sama menyelesaikan misi berkelompok. Hadiah, koin, XP poin yang didapat pun lebih banyak. Namun, pada suatu kondisi bisa terjadi mode bebas di mana rekan satu tim tersebut boleh saling bunuh dan yang tersisa akan menjadi juara serta berhak atas hadiah utama. Li Guowei mengenakan caping dan cadar untuk menutupi wajahnya. Ia mengambil beberapa barang pesanannya di sebuah toko. Petarung berambut panjang dan mengenakan hanfu hijau tua itu menyempatkan singgah ke Kuil Kebahagiaan Abadi. Di sana ia akan menemui Rahib Suci untuk mendapatkan poin keberuntungan. Li Guowei berjalan tegap menaiki tangga batu menuju gerbang Kuil Kebahagiaan Abadi. Di puncak tangga, berdiri seorang pria muda, berkepala botak, badan kekar memanggul gulungan kertas emas yang sangat besar. Pria yang dikenal sebagai Rahib Suci itu berada di sana untuk menyambut pengunjung. "Selamat datang, Ksatria!" seru Rahib Suci. "Apa yang membawamu datang ke kuil ini?" "Aku akan pergi untuk sebuah misi. Aku meminta nasihat dan berkah darimu, wahai Rahib Suci," jawab Guowei. "Amitaba...." Rahib itu menegapkan telapak tangannya. "Bila ada cahaya dalam jiwa, maka akan hadir kecantikan dalam diri seseorang. Bila ada kecantikan dalam diri seseorang, akan hadir keharmonisan dalam rumah tangga. Bila ada keharmonisan dalam rumah tangga, akan hadir ketertiban dalam negara. Dan bila ada ketertiban di dalam negara, akan hadir kedamaian dunia. Semoga selamat di perjalan, Ksatria. Ini berkah untukmu!" Tring! Satu poin keberuntungan diperoleh Guowei. "Terima kasih, Rahib Suci," ucap Guowei sembari berkowtow. "Apakah masih ada yang kau perlukan dariku, Ksatria?" tanya rahib itu lagi. "Aku ingin ke Negeri Beruang. Jika menempuh jalur biasa, akan memakan waktu berhari-hari dan berhadapan dengan banyak perampok. Apakah ada jalan lain menuju ke sana? Jalan yang tidak dilalui sembarang orang." "Kau bisa melewati Gurun Pasir Berbisik. Jangan lupa sediakan botol labu untuk menampung pasirnya. Kelak benda itu akan berguna." "Pasir?" gumam Guowei keheranan. Ia tanyakan lagi pada Rahib Suci. "Untuk apa pasir itu?" Namun, NPC tersebut menjawab tegas, "Bawa padaku dan akan kuberitahu sebuah rahasia." Li Guowei tidak bisa berbuat apa-apa lagi kecuali mendengarkan permintaan Rahib Suci. Ia menuruni tangga kuil, lalu pergi ke pasar lagi. Ia membeli sebuah botol labu dan menyimpan dalam slot inventory-nya. Li Guowei membaur dengan warga kota. Simpang siur terdengar mereka menggunjingkan soal Kaisar Wei yang mencari selir baru dengan spesifikasi kesaktian tertentu. Pantas saja banyak petarung wanita wara-wiri melakukan berbagai kesibukan untuk meningkatkan kekuatan dan penampilan mereka. Rupanya mereka ingin mengajukan diri pada Kaisar Wei. Di antara sekian banyak orang, terlihat Xujia dan temannya, Hong Xie berbelanja aksesories. "Apakah ini akan berhasil? Uang kita hanya cukup membeli perhiasan kelas unik. Aku yakin kita akan kalah dari pemain lain yang punya modal dan lebih sakti," gumam Xujia sambil menimang-nimang gelang yang baru dibelinya. "Setidaknya ini membantu meningkatkan skor kekuatan kita, Kakak. Kita bertarung melawan pemain di bawah kita, supaya level kita naik," ujar Hong Xie sambil memasang gelang miliknya di pergelangan tangan. Xujia menggeleng. "Terlalu berbahaya jika kita pergi ke zona pertempuran. Kita akan jadi sasaran empuk pemain yang lebih mahir. Aku tidak percaya diri dengan kekuatanku. Sebaiknya kita pergi ke Menara Pelatihan saja. Kita grinding seharian di sana. Siapa tahu kita bisa mendapatkan benda langka yang berguna menambah kesaktian," sarannya. "Bukankah itu inti dari sayembara Kaisar Wei? Ia ingin kekuatan yang tidak ada tandingannya dari pemain lain." "Benar juga, Kakak Xujia." "Kalau begitu, kita menyetok potion HP dan MP dulu." Xujia bergegas ke arah toko potion pemulihan tenaga tersebut, akan tetapi Hong Xie menghentikannya sejenak. "Tapi, Kakak Xujia, Kakak yakin mau mendekati Kaisar Wei? Mereka berada di agensi yang berbeda dengan kita." Xujia tersenyum terenyuh. Ia usap pundak Hong Xie. "Ini cuma game, Hong Xie. Tidak ada aturan mengikat caranya kita bisa berhasil di game ini. Tidak ada salahnya kita mencoba peruntungan di Negeri Maple. Lagi pula, negeri ini yang paling welcome dengan pendatang. Kita manfaatkan saja apa yang bisa kita raih di sini." "Baik, Kakak Xujia," angguk Hong Xie. Mereka bergendengan tangan berjalan menuju toko potion. Pundak Xujia tak sengaja bersenggolan dengan pundak Li Guowei, sehingga terjadilah adegan klise pertemuan antara dua orang asing. "Aduh!" Xujia terseruduk. Ia meringis kesakitan. Gelang terlepas dari genggamannya. Manik-maniknya pecah, berserakan ke mana-mana. Xujia ingin menangis. Item itu baru saja dibelinya dan belum digunakan, sudah hancur berkeping-keping. "Hei, di mana kau taruh matamu?" hardik Hong Xie pada pria itu. "Maaf!" seru Li Guowei. Ia berjongkok memunguti sisa manik, bersamaan Xujia melakukan hal yang sama. Jemari mereka bersentuhan membuat keduanya terpaku dan saling tatap. Sayangnya, wajah pria itu ditutupi cadar dan diteduhi caping, akan tetapi matanya jelas memancarkan sorot tajam yang membuat gelisah. "Kakak Xujia, kau tidak apa-apa?" tanya Hong Xie sambil membantu Xujia berdiri. "Tidak apa-apa. Aku baik-baik saja," kata Xujia tersipu-sipu. Pria yang tampak misterius itu menyerahkan remahan batu permata ke tangan Xujia. "Maafkan kecerobohan saya. Sebagai permintaan maaf, saya hadiahkan gelang ini untuk Anda, Nona." Ia menyodorkan gelang giok hijau pada gadis itu. "Kau tidak perlu melakukannya. Sungguh, tidak apa-apa," kata Xujia berusaha menolak pemberian itu, akan tetapi Hong Xie membisikinya, "Ambil saja, Kak Xujia. Lihat, gelang itu item langka. Pasti tidak sembarangan orang bisa memilikinya." Xujia jadi gamang. Ia menatap lekat pemuda itu dan sempat menangkap sekelebat sorot tajam yang memukau sebelum ia membuang muka. Ini momen yang tidak akan terjadi untuk kedua kali, pikir Xujia. Ia segera memantapkan hati. Ia genggam erat gelang itu. "Terima kasih. Aku terima permintaan maafmu," katanya dan pria itu pun melepaskan gelangnya ke tangan Xujia. Pria itu menunduk singkat. "Permisi," katanya kemudian berlalu begitu saja. Xujia dan Hong Xie memandangi kebingungan. Sekelebat pria itu menghilang di kerumunan. Xujia dan Hong Xie saling pandang, kemudian bergunjing sambil berjalan. "Lihat, ia memberikan barang langka begitu saja. Dia pasti sangat kaya, Kakak Xujia," ujar Hong Xie. "Iya, aku pikir juga begitu. Levelnya tinggi. Pakaiannya juga terbuat dari material langka. Ia pasti orang penting di negeri ini," komentar Xujia. "Ah, sayang sekali kita tidak sempat menanyakan namanya." "Jangan khawatir Kakak. Jika ia pemain andal di sini, ia pasti sering online. Kita akan bertemu dia lagi lain waktu." "Ya, semoga saja. Jika kita berteman dengannya, ia bisa mengawal kita menunaikan misi." "Cepat pasang gelangnya, Kak. Bagaimana statistik Kakak setelah mengenakannya?" Xujia bergegas memasang gelang giok hijau itu dan seketika poin kekuatannya naik drastis. Xujia terperangah oleh pancaran energi yang masuk ke dalam tubuhnya. Sangat kuat sehingga muncul peringatan kemungkinan terjadi ketidakstabilan energi. Namun, Xujia tidak ingin mundur hanya karena peringatan itu. Ia tetap mengenakan gelang tersebut. Hong Xie terpana sesaat, kemudian dia melompat-lompat kegirangan. "Untung Kakak menerima pemberiannya. Kakak sekarang lebih kuat daripada Kaili." Xujia langsung manyun. "Kenapa kau bandingkan aku dengannya? Kaili sedang terperangkap di desa terpencil bersama Kaisar beruang itu. Dia tidak akan berguna apa pun." "Hahaha, Kakak benar. Kaili yang malang. Aku harap seseorang membunuhnya, jadi ia tidak perlu main lagi di sini." Xujia tidak mempedulikan hal itu lagi karena asyik menikmati energi barunya. Ia merasa lebih percaya diri. Keduanya pun berlalu dalam arus kerumunan warga kota. *** Sebuah tim ekspedisi terdiri dari 20 orang petarung dibentuk oleh klan Negeri Maple. Pimpinan tim itu bernama To Mu. Mereka berencana memberangus Desa 9 Beruang dan menculik gadis Dewi Labu. Jika berhasil, mereka yakin Kaisar Wei bersedia membayar mahal untuk gadis itu. Kereta barang dikawal pasukan kavaleri berarak ke Negeri Beruang. "Katanya, cuma ada 9 petarung di desa itu, termasuk Kaisar Han. Mereka gagal merekrut pengikut baru. Ini kesempatan kita menghabisi mereka untuk selamanya. Negeri Beruang akan dihapus dari peta dan nama Negeri Maple yang akan tertulis di sana." "Huahahaha. Dinasti Han bakal ikut terhapus kalau begitu. Lihat saja sekarang, dengan pasukan sekecil itu mereka tidak pantas disebut sebuah kekaisaran." "Menurutku, Kaisar Han memang tidak berminat membangun negerinya. Ia main untuk berjudi saja. Apa kalian tahu? Malam tadi ia menang banyak. Kabarnya ia membayar pengikutnya sebagai bodyguard. Sepertinya ia akan menyuap pemain lain supaya mau bergabung di klannya, tapi siapa yang betah tinggal di negeri terpencil itu? Ia buang-buang uang saja. Pemain yang tidak berotak." "Daripada nantinya Dewi Labu dijadikan taruhan, lebih baik kita rebut dia sekarang. 9 orang pemain tidak akan bisa berbuat apa-apa melawan kita. Huahahaa." Karena Han Junjie dan pasukannya sedang sibuk di hutan, tim ekspedisi itu tidak mendapat rintangan memasuki kawasan Negeri beruang. Han Junjie cukup puas melihat kerja keras pengikutnya walaupun belum seberapa. Hanya beberapa tiang terpancang, tetapi penampakannya sangat menjanjikan. Masih ada ratusan meter lagi yang harus dipasangi tiang. Namun, kedatangan tamu tak diundang mengusik mereka. Kebetulan berada di dataran tinggi, Han Junjie dan 8 anak buahnya melihat arak-arakan pasukan berkuda itu. Liu meneropong. "Ekspedisi dari Negeri Maple. Buat apa mereka masuk ke kawasan kita?" gumamnya. "Ekspedisi?" Han Junjie mengambil teropong Liu dan melihat melalui lensa itu. "Iya. Ekspedisi istilahnya para penjelajah yang mengemban misi mengantar atau menjemput barang secara resmi bergerak atas izin kerajaan." Han Junjie menoleh pada Liu. "Maksudnya? Mereka mengantar sesuatu ke desa kita? Untuk apa? Apa sebelumnya mereka mengirim pemberitahuan pada kita? Apa kita meminta sesuatu pada mereka?" "Tidak ada," jawab Liu. Ia ambil teropongnya lalu mengintai lagi. "Dari penampakannya, kereta kuda mereka berlari sangat gesit, seperti membawa kereta kosong." Kening Han Junjie mengernyit. Ia melayangkan sorot tajam ke arah tim ekspedisi itu. "Kalau begitu ... mereka berniat mengambil sesuatu dari desa," gumamnya tanpa sadar. "Tapi, apa yang berharga di desa kita? Kita tidak punya harta karun apa pun." Mata Han Junjie terbuka lebar. "Kaili," ucapnya lirih. "Apa?" sahut Liu keheranan. Han Junjie bergegas ke kudanya sambil berseru lantang. "Kaili! Mereka mengincar Kaili, selirku! Tinggalkan pekerjaan kalian, cepat ikut aku! Kita harus menghentikan mereka sebelum sampai ke desa." Delapan anak buahnya termangap dan bergeming kebingungan. Bagaimana caranya mereka bisa menang melawan 20 orang sekaligus? *** Bersambung....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN