A 9 - PERASAAN

2275 Kata
“Manyu, gue nanti nebeng lo ya. Soalnya mau ke rumah Tante Mirna, kan tetangga lo tuh. Jadi gue pulang sama lo, oke?” Gendhis memegang pundak Abimanyu yang berada di depannya sambil tersenyum lebar. Laki-laki tersebut menganggukan kepalanya. “Yes, makasih. Jadi nggak perlu nunggu jemputan yang super duper lama itu. Terbaik deh lo, Nyu. Oh iya, lo dijemput atau apa, Nan?”   Kinanti mengerucutkan bibirnya sambil melirik jam tangannya. “Gue harusnya dijemput sama supir, Ndhis. Tapi kok belum ada ya mobilnya papa? Jangan bilang kalau lupa nih Pak Lukman, anaknya masa terlantar di sini. Nggak supir, nggak majikannya sama aja. Bikin sebel aja perasaan tiap hari. Pak Adi juga kenapa nggak angkat telpon gue sih? Kalau papa pasti lagi sibuk sama pekerjaan.” Tangannya terus gesit menekan tombol hijau, supir papanya tersebut belum memberikan kabar apa pun. Ia melirik Abimanyu sekilas, meminta bantuan apa pun dari laki-laki tersebut.   “Mik, lo anter si Kinan pulang ya? Gue udah sama si Gendhis, rumah lo kan juga searah sama si Kinan. Nggak papa kan? Lo mau kan?” tawar Abimanyu sambil mengangkat salah satu alisnya, menatap Jatmika penuh harap. Laki-laki tersebut hanya menganggukan kepalanya sambil mengambil kunci motornya di saku celana. Jatmika menatap Kinan sekilas lalu mengangkat alis sebelah, memberi isyarat agar perempuan tersebut mengikuti langkahnya.   Kinanti mengerutkan dahinya, sekaku dan sedingin yang pernah ia lakukan tidak sampai malas bicara seperti Jatmika. Laki-laki itu benar-benar sudah kelewatan batas normal, seperti sudah akut sifat cuek dan acuhnya terhadap orang-orang di sekitarnya. Abimanyu menggaruk kepalanya yang tak gatal lalu mendorong bahu Kinanti agar mengikuti langkah Jatmika yang sudah jauh berada di depan. “Ikutin aja dia, Nan. Mika tuh ngode buat lo jalan di belakang dia, udah sana. Hati-hati ya. Nanti kalau udah sampai rumah jangan lupa kabari gue ya.”   “Oke. Gue duluan ya. Hati-hati kalian berdua,” ucap Kinanti sambil berlari mengejar langkah Jatmika yang jauh berada di depan. Abimanyu dan Gendhis mengangkat jempol mereka bersamaan. Tak jauh dari posisi mereka motor kesayangan Manyu sudah terparkir dengan cantik. Abimanyu dan Gendhis akhirnya memilih jalan terlebih dahulu karena arah pulang mereka dengan Jatmika dan Kinanti tidak satu arah. Kali ini si kulkas dengan si kulkas dan si matahari dengan matahari.   “Nyu … lo tau berita apa gitu nggak tentang si Mika? Dia punya pacar belum ya? Gue jadi kepo deh sama hubungan asmara si Mika, soalnya dia paling tertutup banget di antara kita berempat. Dari kemarin pengen banget tanya ini sama lo, Nyu, tapi belum punya momen yang pas. Akhirnya sekarang gue bisa tanya langsung ke lo. Pokoknya lo harus jujur ke gue, Nyu. Gue nggak menerima pembohongan dalam bentuk apa pun dari lo,” desak Gendhis. Wajahnya serius sekali menanti jawaban dari Abimanyu, pertanyaan tersebut sudah menghantui pikirannya sejak lama sekali. Ia sadar jika cintanya mungkin saja dapat bertepuk sebelah tangan, tapi tak salah bila dirinya mengorek lebih dalam lagi informasi tentang Jatmika.   Abimanyu berdehem sebentar, ia juga bingung harus menjawab apa karena dirinya sendiri pun tidak tau tentang kehidupan cinta dari Jatmika. Laki-laki itu terlalu tertutup dengan siapa pun, bahkan dengan Abimanyu sekali pun. Tiba-tiba perasaannya juga tidak enak, ia yakin jika perempuan yang tengah bersamanya kini pasti menyimpan sesuatu pada Jatmika. Tidak mungkin bertanya-tanya seperti ini jika tidak memiliki perasaan lebih, lagi-lagi Jatmika.   “Gue sebenarnya nggak tau apa-apa soal dia, Ndhis. Mika nggak pernah cerita apa pun ke gue tentang perasaan, kehidupan sehari-hari atau masalah yang lagi dia hadapi. Yang gue tau ya seperti yang lo tau, sama aja porsi kita. Walau pun gue temen cowok Mika satu-satunya tapi gue beneran nggak tau apa-apa soal dia, bener-bener tertutup banget orangnya sama siapa pun. Dia nggak pernah memandang bulu baik cewek atau pun cowok, emang jarang banget kan dia cerita tentang kesehariannya ngapain aja. Semua tuh dipendam sendirian, nggak ada yang diajak berbagi sama dia.” Abimanyu menjawab seperti apa yang ia ketahui, karena pada dasarnya Jatmika jarang sekali berbagi cerita pada siapa pun.   Gendhis mengghela napasnya kasar setelah mendapati jawaban tidak sesuai dengan apa yang ia harapkan. Mereka sudah bersahabat tetapi Jatmika masih terasa asing dalam benak para sahabatnya seperti tidak ada yang berkesan sama sekali. “Sama sih, gue malah ngerasa nggak begitu kenal sama si Mika. Padahal kita udah temenan lama, tapi kenapa dia nggak mau terbuka sama kita? Sebegitu tidak percaya dia ke kita ya, Nyu. Padahal kalau dia ada apa-apa, siapa yang nolongin pertama kali? Kita juga kan, bahkan keluarga dia aja nggak ada peduli sama sekali loh ke dia. Tapi kenapa dia nggak mau terbuka?”   “Kita nolongnya ikhlas, nggak usah diucapkan terus ya. Mungkin dia belum bisa lebih terbuka dengan siapa pun, itu emang sifat dia. Jadi mau gimana pun kita nggak bisa merubah, dia aja jarang ngobrol sama kita apa-apa selalu pakai kode. Suara dia mahal. Biarin aja semoga dia selalu bahagia dengan cara hidupnya yang seperti ini,” jawab Abimanyu dengan menghela napas pelan. Ia juga tak tau harus berbuat atau menyikapi dengan cara apalagi setiap tingkah Abimanyu. Mereka tidak pernah merasakan kehangatan dari dalam diri Jatmika, sedinginnya Kinanti tapi dia masih bisa peduli dengan teman yang lain. Sedangkan Jatmika, jika tidak ditegur terlebih dahulu tidak mungkin akan mau menegur.   “Rasa peduli dia tuh udah kek di nol besar gitu loh sama kita. Tapi …,” Gendhis menghela napasnya kembali sebelum melanjutkan. “tapi …, gue sayang sama dia, Nyu. Nggak tau lagi ada apa dengan tubuh gue selama ini, gue nggak munafik kalau dia itu sebenarnya ganteng parah. Mika selalu punya cara sendiri untuk menarik simpatik setiap perempuan yang pernah ia temui, dia itu mempesona banget di mata gue.”   Jleb! Lagi-lagi Jatmika. Hati Abimanyu sedikit teriris mendengarnya, dua perempuan yang menjadi sahabatnya itu sama-sama menyukai orang yang sama. Kenapa selalu Mika sih? Apa spesialnya dia? Mengapa harus dia? Semuanya aja Mika. Astaga, Manyu, lo nggak boleh gini ke dia. Mika itu memiliki kelebihan yang nggak ada di diri o, Nyu, legowo aja. Lo juga punya kelebihan, dia juga. Yang penting jangan sampai lo mengadu domba Kinan sama Gendhis, kalau sampai itu terjadi persahabatan lo bakalan haancur. Lo penengah, Nyu, harus dewasa. Semua orang punya hak atas pilihan mereka masing-masing, masalah lo nggak kepilih sama mereka masih ada perempuan lain yang bakal nerima lo apa adanya.   Tak di rasa batin Abimanyu bergejolak menahan rasa kecewa tapi sebisa mungkin ia teta mengontrol agar tetap stabil. Semua orang berhak mencintai siapa pun yang ia inginkan, masalah mendapatkan balasan atau tidak itu konsekuensi dari hal yang sudah mereka ambil sendiri.   “Sejak kapan lo suka sama si Mika? Lo nggak berani confess ya?” tanya Abimanyu. Ia terus mengatur napas dan akhirnya bisa menemukan tenang dalam hati. Dari kecil ia sudah diajarkan untuk tidak iri dengan yang dimiliki orang lain sebab semua sudah memiliki porsinya masing-masing. Kata-kata mama dan papanya selalu ia ingat, tak lupa untuk mengamalkannya.   “Gue suka sama dia sebenarnya udah lama sih, Nyu, nggak tau sejak kapan. Yang jelas gue tuh hampir setiap hari selalu terpesona dengan wajah dia, Nyu. Bisa buat hati gue adem gitu deh pokoknya. Tapi …, gue kok ngerasa kalau si Kinan juga suka sih sama Mika. Emangnya lo sama Kinan nggak ada hubungan apa-apa ya, Nyu? Soalnya gue kira kalian berdua udah lebih dari sahabat aja, levelnya lebih dari gue gitu.” Abimanyu menggelengkan kepalanya pelan meski mungkin tidak terlihat oleh mata Gendhis. Ia mengakui jika feeling seorang perempuan tidak ada yang gagal hanya lewat gerak-gerik tubuh dan pandangan mata saja sudah dapat menebak jika seseorang memiliki perasaan. Bahkan sampai rasa benci mereka bisa mendeteksi dengan cepat.   “Gue sama Kinan nggak ada apa-apa, Ndhis. Dia anggap gue sebagai kakaknya, begitu pun gue yang udah anggap dia seperti adik gue sendiri. Makanya dia nggak mau gue deket-deket sama perempuan yang menurut dia kurang sreg di hati. Sifat posesifnya itu dia tunjukkan sebagai rasa protektif seorang adik ke kakaknya aja, bukan seorang pacar. Gue juga nggak tau dia suka sama si Mika atau enggak sih, dia tuh kalau sama gue kadang cuma cerita tentang hari-harinya pas di rumah doang. Lo kan temen ceweknya si Kinan, tanya aja langsung biar semua jelas dan nggak bikin kepikiran terus. Gue jamin kalau kek gini terus rasa penasaran lo semakin mencekik leher,” ucap Abimanyu. Tak ingin ikut campur urusan mereka, dia memilih aman dengan menyuruh Gendhis untuk bertanya langsung pada Kinanti perihal perasaan. Ia tidak memiliki wewenang untuk memberitau orang lain masalah perasaan, ini sudah menjadi lingkup privasi masing-masing. Abimanyu sendiri juga takut salah bicara jika dia nekat menjelaskan semuanya pada perempuan tersebut.   “Gue takut kalau tanya Kinan langsung, Nyu, dia kan kadang galak banget ke gue. Ya dari kaca yang gue lihat sih, Kinan itu suka sama si Mika. Kalau pun beneran juga nggak papa sih, kan namanya rasa suka dan sayang nggak tau kemana berlabuhnya. Kita berdua juga belum tentu jadi pilihan si Mika kan? Bisa aja si Mika punya kriteria perempuan sendiri yang tidak bisa gue atau Kinan miliki. Gue nggak berharap lebih sama si Mika, orangnya aja kaku gitu pasti bikin makan ati terus kalau sama gue. Hanya saja gue kadang suka terpesona sama paras dia,” ujar Gendhis dengan tersenyum kecil. Abimanyu bisa melihat raut bahagia terpancar dari wajah Gendhis dari pantulan kaca spionnya.   Posisi Mika selalu percintaan nggak pernah gagal. Dia tinggal milih aja udah gampang nggak perlu risau mikirin yang lain. Lah gue? Satu aja belum nemu, emang keknya nggak ada perempuan yang mau sama gue. Separah itu ya wajah gue di mata perempuan? Tapi kalau dilihat tuh nggak seburuk itu loh. Ya … emang gue ini bukan tipe mereka kali ya. Batin Abimanyu kembali, ia mencoba menghela napasnya perlahan.   “Lo nggak punya crush, Nyu? Eh pasti punya sih. Lo tuh termasuk cowok ganteng menurut gue, Nyu, cuma nggak tau lo tuh di gue posisinya cuma sahabat aja. Mungkin karena kita udah terlalu deket banget kali ya. Gue sih pengennya lo dapat yang modelannya kek Kinan gitu, jangan sampai seperti Reina. Orang pertama yang bakalan bubarin hubungan kalian adalah gue, kalau sampai lo jadian sama Reina. Nggak ikhlas. Mending lo jomblo. Asli!” Abimanyu terkekeh pelan, hatinya kembali menghangat mendengar pengakuan dari Gendhis. Setidaknya ada yang mengakui wajahnya tidak terlalu parah, ia masih bisa percaya diri kembali. Mungkin mereka tak bisa menempatkan Abimanyu menjadi kekasih karena terlalu friendly pada siapa pun. Bisa-bisa makan hati setiap hari, pikir mereka mungkin.   “Makasih, Ndhis. Gue baru sadar kalau wajah gue nggak buruk amat sih,” ucap Abimanyu sambil menyengir di dalam helm full face miliknya. Gendhis ikut terkekeh pelan sambil menepuk bahu Abimanyu, ia selalu bisa tertawa bila bersama laki-laki tersebut.   Beruntung banget perempuan yang dapat jadi istri lo kelak, Nyu, hari-harinya penuh warna. Setiap dia sedih lo selalu hadir buat membuat senyum kembali menghiasi wajah cantiknya. Perempuan itu bakal buat gue iri setengah mati, Nyu, lo paling bisa mencairkan suasana banget. Kalau gue dulu tau lo sama Kinan nggak ada apa-apa, pasti udah milih lo duluan. Tapi sekarang perasaan gue ke lo udah biasa aja, nggak bisa lebih dari seorang sahabat. Gue bangga bisa sedekat ini sama lo, Nyu. Laki-laki baik seperti lo pasti akan bertemu perempuan baik pula. Batin Gendhis sambil menyunggingkan senyuman tipis di bibirnya.   Pindah di belahan jalan lain, kedua sahabat yang tengah duduk di atas motor tersebut terasa sepi sekali. Bahkan tidak ada obrolan satu pun yang keluar dari mulut masing-masing semenjak roda tersebut melaju di atas aspal. Kinan sudah gatal ingin membuka pembicaraan dengan Mika tapi ia sadar ujungnya hanya akan mendapatkan jawaban sebuah anggukan kepala atau pun gelengan kepala. Spesies seperti Mika ini hanya membuka mulut jika perlu saja, bahkan disapa pun hanya menganggukan kepala atau hanya melirik sambil memasang wajah datar.   Spesies aneh yang malah menempati posisi paling ia sukai di hatinya, aneh sekali. Padahal masih banyak laki-laki hangat di luar sana yang bisa menjadi pacarnya, tapi Kinan memilih yang menantang adrenalin seperti Mika. Ada tantangan tersendiri ketika bersama dengan Mika, seperti ia harus bisa mencari bahan topik pembicaraan atau pun hal lain yang biasanya sering dilakukan oleh laki-laki.   “Emmm…, lo nggak papa kan nganterin gue, Mik? Nggak kepaksa kan?” tany Kinanti harap-harap cemas. Mika hanya memberi jawaban gelengan kepala. Sudah ku duga jawabannya bakalan begini. Emang mulutmu kenapa sih, Mik? Takut banget kena sariawan ya kalau buat ngomong? Astaga, ya ampun!   “Eh tapi rumah lo dari rumah gue jauh banget loh, Mik, nggak capek nanti? Jangan-jangan cuma karena si Abimanyu tadi ya lo mau nganterin gue sampai rumah? Kalau iya sih, makasih banget ya. Lain kali kalau kepaksa mending lo tolak aja, kasihan lo harus ke rumah gue dulu.” Kinanti memasang wajah sedih karena tidak enak dengan laki-laki tersebut yang seperti terpaksa mengantarkan dirinya sampai rumah. Apalagi ini adalah paksaan dari Abimanyu tadi.   “Gue ikhlas,” jawab Mika secara singkat, padat dan jelas. Kalau udah seperti ini Kinan tidak berani bertanya lebih lanjut lagi karena berakibat fatal nantinya, ia tak mau diturunkan ditengah jalan karena terlewat bawel sekali pada Mika. Laki-laki yang sebagai supir tersebut kadang-kadang juga tega sama siapa pun, nggak memandang apakah ini cewek atau cowok.   Kinanti memilih diam sambil menatap pemandangan samping kirinya, ia sebenarnya ingin sekali ngoceh saat seperti dirinya bareng Abimanyu. Dua sahabat laki-lakinya tersebut memang memiliki sifat yang sangat bertolak belakang sekali. Mereka berdua tak bisa disamakan satu sama lain karena hasilnya pasti nol besar.   Kalau sama Manyu nih pasti udah ramai banget sampai pengendara samping ikut nyaut, berasa sama patung kalau kek gini jadinya. Kok gue jadi gatel gini sih sama si Mika. Kesannya ngebet banget gue pengen sama dia, hiss nggak baik kek gini. Ya udah deh mending gue ikutan diem aja nggak resiko. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN