Part 14

1522 Kata
Hari ini hari jum’at, Rain tidak bisa masuk sekolah dan belajar seperi biasanya karena Rain terserang flu dan demam. Dari semalam badan Rain menggigil kedinginan dan paginya suhu tubuh Rain sangat panas. Sampai sekarang jam sudah menunjukkan pukul 06.40 Rain masih bersin bersin dan dari hidung nya keluar lendir lengket berupa ingus yang membuat Rain harus menghabiskan banyak tissu di kamarnya. “Rain, sarapan dulu ya.” Rani menaruh penampan berisi bubur dan satu gelas teh hangat di atas meja lampu tidur Rain. “Iya mah, makasih banyak ya.” “Mau mamah suapin?” Rain menggeleng pelan. “Gausah mah, Rain masih bisa ko. Mamah berangkat kerja aja ya, khawatir telat.” Balasnya lesu. “Yaudah kalo gitu mamah berangkat kerja dulu ya. Kalo ada apa apa Rain harus cepat hubungin mamah ya.” “Iya mah, hati hati di jalan ya mah.” Sebelum pergi, terlebih dulu Rani memeluk Rain dengan hangat dan memberikan kecupan singkat di kening Rain. “Asslamualikum Rain.” “Waalaikumsalam Mah.” Rani sudah benar benar berangkat ke kantor tempatnya bekerja. Rain pun mengambil makanan di atas mejanya dan mulai memakan bubur itu perlahan. “Errr...” Masakan Rani yang biasanya selalu enak kini berubah menjadi terasa pahit di lidah Rain. Memang benar, ketika sedang sakit semua makanan yang terasa enak sekalipun seakan akan berubah menjadi pahit, tak ada sedikit pun selera Rain untuk makan. Ia hanya meminum teh manis hangat, itupun hanya 3 teguk. Rain kembali berbaring. “Sakit itu emang ga enak ya pah. Tapi papah pernah bilang, kalo Rain sabar saat sakit, Allah pasti akan mengampuni dosa dosa Rain.” Cicitnya pelan sembari menatap foto mendiang papahnya. “Hacihh.” “Hacih.” “Hacih.” Rain kembali bersin, ingusnya pun sedikit keluar. Rain segera mengambil tissu untuk menyusutnya. “Aduh... Rain bersin lagi.” Rain bangkit dari tempat tidurnya dan menaruh foto papahnya kembali, ia keluar dari kamarnya untuk ke dapur mengambil sesuatu yang bisa membuatnya berselera untuk sekedar mengganjal perutnya. Rain membuka kulkasnya “Mmm... makan apa ya kira kira.” “Ah, gaada.” Rain menutup kembali kulkasnya dan beralih pada lemari dapur. “Oiya, Rain coba masak mie aja deh.” Idenya. Rain pun mengambil satu indomie rebus, telor dan beberapa lembar sawi untuk ia masak. “Hacih.”Rain bersin lagi saat ia tak sengaja menghirup bubuk cabai yang ia tuangkan ke dalam mangkuknya. “Haduh... Semoga aja gaada air liur Rain yang muncrat ke makanan ini.” Gumamnya. Satu mangkuk indomie sudah siap untuk dinikmati oleh Rain, ia pun membawa segelas air putih dan satu mangkuk indomie nya itu ke ruang keluarganya. “Mmmm.. nonton doraemon aja deh” Rain mulai mengambil satu sendok kuah indomie dan menyicipinya. “Lumayan.” Sedikit demi sedikit makanan Rain pun tak terasa sudah habis, akhirnya perutnya bisa juga terisi. Pikirnya. Rain melihat jam, ternyata masih menujukkan pukul 08.40, ahhhh... Rain begitu bete karena dia bingung akan melakukan kegiatan apa lagi setelah ini. Rain mematikan telivisinya, ia beralih untuk kembali ke kamarnya lagi. Rain ingin membaca buku, tapi kepalanya masih agak pusing jika harus melihat tulisan tulisan yang ukurannya kecil. Ia pun memilih untuk diam, eh tapi tiba tiba handphone Rain menyala terus menerus yang menandakan banyaknya notifikasi yang masuk. “Ternyata dari grup, Rain pikir dari Radafa.” Rain membuka room chat grup kelasnya. Varo : Pa Agus ngomong apaansi woy? Wkwkwk Lukman : ngomong anjay Gema : Au ah, pusing gue mending tidur Rangga : Berisik lo pada, dengerin coba Lukman : Ngeri bos Varo : Apaan lo Rangga, nunduk dari tadi aja sosoan mau dengerin Gema : Awokawokawokawok Bisma : Anjir rame bet Varo : Guys, gue serius nanya itu pa Agus ngomong apaan dah? Lukman : Dia lagi bergumam, kaya gatau aja lo Guntur : Dia lagi bisik bisik Bisma : Anjir ngakak Varo : Bisma si manusia anjir. Dari tadi lo ngomong anjir terus b**o. wkwkwk Marko : Mungkin pa Agus lagi telepatian sama si Radafa, noh liat aja kayaknya Cuma dia yang dari tadi merhatiin Gema : wkwkkw iya juga Anda : Kalian bukannya perhatiin guru, malah berisik ya di grup. Marko : Ampun Rain Bisma : Anjir, ampun Rainn Varo : Rainnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn, lo sakit apa sampe ga masuk? Anda : Demam sama flu Megan : Yaampun Rain, gue duduk sendiri lagi;( Varo : Lah udah biasa lu mah sendiri Varo : @Radafa diem aja tuh Rain, inget terus sama lo katanya Anda : Varo serius? Radafa : G. Anggun : GWS RAIN CANTIK Rain menutup room chat grup kelasnya, ia keburu kesal dengan jawaban Radafa, sudah menjawab hanya dengan satu huruf, menyakitkan lagi. Radafa menyebalkan sekali. “Apa apaan si Radafa ini, bikin Rain kesal aja.” “Hacih” Rain menggesek gesekkan hidungnya dengan jarinya, ahh gatal sekali hidungnya ini. Sudah bersin berkali kali, kini Rain memutuskan untuk kembali berbaring lagi, selimut sudah ia tarik dan AC pun sudah Rain nyalakan lagi disuhu 18 derajat celcius. Rain mengerjapkan matanya, mecoba mengumpulkan semua kesadarannya untuk bangun. “Hoamzzz..” “Jam berapa sekarang?” Rain mengambil jam beker yang ada di sebelah tempat tidurnya. “Yaampun, Rain udah tidur 5 jam.” Ujar Rain kaget saat melihat jam sudah menunjukkan pukul 14.15. “Tapi gapapa deh, untuk sekarang Rain emang harus banyak istirahat.” Krucuk krucuk Perut Rain berbunyi, sepertinya cacing cacing di perutnya sudah mulai membuat konser hebat hingga suaranya terdengar di telinga Rain. “Rain, mau makan roti deh kalo gitu.” Idenya. Rain mengibaskan selimutnya dan turun dari ranjangnya untuk mengambil roti di dapur. Setelah sampai di dapur Rain langsung mengambil roti dan mengolesinya selai coklat, tak lupa ia juga membuat s**u hangat. Saat Rain hendak memakan rotinya, matanya membulat sempurna ketika melihat ada seorang lelaki yang sedang berjalan mendekatinya. “Radafa? Ko Radafa bisa ada di sini?” Ujar Rain dengan ekspresi terkejut. Tanpa meghiraukan pertanyaan Rain, Radafa menempelkan telapak tangannya di kening Rain yang membuatnya terdiam. “Mendingan.” Gumam Radafa, hampir tidak terdengar oleh Rain. “Radafa kebiasaan banget si, pertanyaan Rain yang tadi belum dijawab tau.” Ujar Rain sewot. “Yang mana?” “Ihhhh, itu... Radafa ko bisa ada di sini? Lewat mana coba?” “Lo mau tau jawabannya” Rain mengangguk cepat. “Iya, Rain mau!” “Gara gara lo teledor.” “Maksud Radafa teledor itu kenapa?” “Gerbang lo ga digembok dan pintu lo juga ga dikunci. Untung gaada maling.” Balas Radafa dingin. “Masa si? Untung aja gaada siapa siapa yang masuk tadi. Fyuh..” “Oiya, Radafa tunggu di ruang keluarga aja ya, Rain mau nyiapin minum.” Ujar Rain, Radafa pun mengangguk patuh. Rain sudah sampai di ruang keluarga dengan segelas jus mangga buavit* serta s**u dan roti yang tak jadi ia makan. “Nih buat Radafa.” Kata Rain sambil menyodorkan jus mangga. “Radafa, mmm.. tadi materi apa aja yang disampein pa Agus sama bu Bela?” “Cuma ngejelasin materi expressing satisfaction sama dissatisfaction.” “Kalo bu Bela?” “Ngejelasin tentang minyak bumi.” Balas Radafa. Ia membuka tasnya dan mengambil sebuah buku berwarna hitam. “Nih, catat kalo emang perlu. Udah ada tanggalnya juga.” “Radafa serius?” Tanya Rain dengan mata berbinar melihat buku catatan Radafa. “Ya.” “Makasih banyak Radafa. Radafa baikkkkkkk banget.” “Yaudah, gue mau pulang.” Pamitnya, namun Rain mencegah Radafa. “Et.... jangan dulu, Radafa kan baru aja nyampe di rumah Rain.” Radafa membuang napas beratnya. Andai saja Rain tahu, Radafa sudah ada di dalam rumahnya sejak satu jam yang lalu. Maksud dari Radafa ke sini adalah hanya untuk melihat keadaan Rain saja dan memastikan Rain kini sudah baik baik saja. “Ga bisa. Gue mau istirahat.” “Hmm, yauda deh kalo gitu. Radafa, makasih banyak ya.” Ucap Rain berterimakasih seraya menunjukkan senyum manisnya, meskipun wajah Rain terlihat pucat itu semua tak mengubah paras wajah cantiknya sedikitpun. “Lo jangan sampe lupa buat kunci gerbang dan pintu rumah lo.” Ucap Radafa mengingatkan. “Iya Radafa, insyaallah Rain ga bakalan lupa.” Rain berjalan mendekat ke arah Radafa, dan tanpa ada aba aba, ia memeluk Radafa. “Radafa, hati hati di jalan ya.” Deg Deg Deg Radafa terdiam, kakinya seakan akan lemas. Sial! Jantung Radafa berdegup dengan sangat cepat dan tidak bisa ia kontrol. Saat ini Rain begitu menguasai jantungnya. “Degup jantung Radafa ko bisa sama kaya degup jantung Rain waktu itu ya?” Batin Rain. “Radafa?” “Jantung Radafa kenapa?” Tanya Rain yang masih memeluk Radafa “Radafa juga punya penyakit jantung?” Radafa sudah tak tahan, ia melepaskan pelukan Rain secara paksa dan dengan cepat melangkahkan kakinya untuk pergi dari rumah rain secepatnya. “Radafa, hati hati” Teriak Rain. Siang telah berganti menjadi malam, Rain melihat jam masih menunjukkan pukul 19.30 dan belum ada tanda tanda yang menunjukkan Rain mengantuk. Kini, Rain sedang berada di meja belajarnya sembari membaca baca buku yang Radafa beri pinjam siang tad. “Tulisan Radafa bagus.” Gumam Rain, dia memuji tulisan Radafa. Setiap huruf yang ada di setiap lembar buku itu tertulis dengan sangat rapih. Disaat semua murid tidak mementingkan rangkuman pada setiap materi, lain halnya dengan Radafa. Diperintah oleh guru ataupun tidak, setiap kali berganti materi Radafa selalu mencatat rangkuman materi itu di dalam bukuya. Rain mulai menyalin isi yang ada di lembar buku itu, dan Rain pun mempunyai kebiasaan yang sama, dari dirinya duduk di bangku Sekolah Dasar, Rain selalu mempunyai satu buku khusus untuknya mencatat hal hal yang penting. “Beres.” Ucap Rain senang. Ia kembali melihat tulisannya kemudian membandingkannya dengan tulisan Radafa. Rain mengerucutkan bibirnya ketika melihat tulsannya berbarenagn dengan tulisan Radafa. “Curang.” “Tulisan Radafa ternyata jauh lebih bagus dan rapi.” Rain terenyum. “Radafa emang jago dalam segala hal.” “Tapi... yang lebih Rain suka, Radafa ga pernah sekalipun nunjukkin semua kelebihannya di hadapan banyak orang hanya untuk mendapat pujian. Ah... Radafa emang teman Rain yang paling Rain sayang, meskipun nyebelin. Hihi.” Ucap Rain sambil memeluk bukunya dan buku Radafa erat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN