Part 10

1543 Kata
Setelah dipastikannya Dirga dan Tiyas pergi, ia ingin kembali ke rumahnya, dia teringat Anesya yang ditinggalkannya sedang terkulai lemas terbius dengan segala kepalsuan. Adit melaju mobilnya dengan kecepatan tinggi, lima belas menit kemudian dia sampai di rumahnya. Lelaki bertubuh tinggi sekel itu, tidak langsung turun, ia memilih berdiam diri sejenak di dalam mobilnya. Matanya terpejam saat bayangan Tiyas dan Dirga kembali melintas di kepalanya. Ditariknya napas dalam, menetralkan rasa sakit yang mengiris hati. Sejak bertemu Tiyas, Adit tidak terlalu tertarik lagi pergi ke diskotik. Bahkan intensitasnya menghisap bong, berkunang jauh. Jauh di lubuk hatinya, ia bosan dan jenuh bersembunyi di balik rasa bahagia semu yang di dapat. Ia merindukan sesuatu, tapi tidak tahu rindu pada apa dan siapa. Sepintas ia teringat ibunya-Natasya, wanita yang telah melahirkan dan membesarkannya. Sudah lama ia tidak mengunjunginya. Adit kembali menjalankan mobilnya meninggalkan rumah, ia melaju ke selatan, ke rumah maminya. ** Satpam membuka pintu pagar, setelah mobil Adit masuk, pagar kemali ditutup. Adit segera mencari Natasya. Di dapatinya sang mami sedang duduk seorang diri di taman, menikmati sebuah lukisan yang baru di belinya. "Assalammualaikum, Mami sedang apa?" sapa Adit. Natasya seperti tersentak mendengar suara itu, sesaat ia mematung, lalu Sedetik kemudia wanita paruh baya itu segera menoleh. "Adit! Ya ampun, Adit... " pekik Natasya, tangan kanannya menutup mulutnya, matanya berkaca-kaca. Ia tak percaya jagoan kebanggaannya yang lama menghindarinya kini hadir kembali di depannya. Natasya masih terpaku melihat kehadiran Adit. Matanya menghangat, ada kerinduan di hatinya melihat putra sulungnya itu. Sejak kepergian Tata, Adit menutup diri. Dia sibuk dengan dunianya sendiri. Dia sibuk menikmati halusinasi yang diciptakannya. Adit mendekat, lalu meraih tangan Natasya, diciumnya punggung tangan halus itu. "Maafkan Adit, Mi. Adit sangat jarang berkunjung melihat mami di sini." ucapnya. Natasya masih tertegun, genangan air yang mengembeng di pelupuk mata, akhirnya jatuh menetes di pipi. Adit terhenyak, ia menyesal telah membuat maminya bersedih. "Mami jangan nagis lagi, mulai saat ini, Adit janji, akan jagain mami seperti dulu. Adit akan sering datang ke sini." ujarnya tersenyum menatap Natasya. Jemari besar nan lembut itu, mengusap pipi maminya. Mendengar ucapan Adit, Natasya tambah terisak, lalu memeluk pengganti almarhum suaminya itu mengurus owrusahaan. "Bener, ya, Dit, kamu janji bakalan sering nengokin Mami?" tananya memastikan. Adit mengangguk, sembari mengangkat tangannya, jarinya membentuk huf V, "Janji." ucapnya dengan senyum lebar. Natasya gemes melihat lelaki kecilnya itu, "eeehh, ini hukumannya karena cuek sama mami!" Natasya menarik hidung Adit hingga merah. "Aduh, Miii, ampun, sakiiiit, iya Adit janji nggak akan cuek sama mami lagi." teriaknya berusaha melepaskan hidungnya dari jepitan tangan Natasya. Natasya berkacak pinggang di depan Adit. "Hati mami jauh lebih sakit dari itu!" ujar Natasya dengan wajah serius. Adit pura pura ngambek, wajahnya cemberut. Tapi bukannya membuat Natasya kasihan malah ingin menarik hidung Adit sekali lagi. Untungnya Adit sigap, buru-buru kakinya mundur beberapa langkah ke belakang. 'fiuh, selamat' batinnya. Natasya yang masih gregetan sama Adit, semakin penasaran, ia menyingsing lengan dasternya, lalu mengejar Adit. Adit panik, dia tahu betul watak maminya, ia memilih kabur meninggalkan Natasya. Adit berlari menaiki tangga sambil tertawa kecil melihat maminya berusaha mengejar menaiki tangga. Tapi belum sampai atas, Natasya memperlambat langkahnya, napasnya tersengal-sengal. Sesaat ia berhenti untuk mengatur napas. Melihat maminya kepayahan, tawa Adit pecah. "Perlu bantuan, Mi?" tanya Adit dari lantai dua. Natasya memasang tampang garang, "Awas kamu ya!" ujarnya sembari mengangkat kepalan tangannya pada Adit. Adit nyengir, lalu melambaikan tangannya pada Natasya, kemudian pergi ke kamarnya. Adit merebahkan tubuhnya di kasur. Matanya tajam memperhatikan satu persatu properti isi kamarnya. Beberapa foto dirinya dan Tata, menghiasi kamar. Adit berjalan ke jendela, ditatapnya langit biru yang cerah. Bunga mawar putih masih tumbuh subur di balkon kamarnya. Ia tersenyum pada mawar itu, mawar yang selalu di rawat Tata. "Soleha yang merawat mawar itu, mami menyuruhnya agar terus memelihara mawar putih peninggalan Tata." ujar Natasya yang sudah berdiri di samping Adit. Adit menoleh, ada rasa haru di hatinya. "Makasih, Ya, Mi. Sudah merawat mawar Tata." sahut Adit. Natasya mengangguk, tangannya menepuk punggung Adit dengan lembut. "Ya sudah, kamu istirahat dulu, mami nunggu di bawah, ya?" lanjutnya beranjak pergi. Adit mengangguk seraya melempar senyum. Setelah Natasya berjalan membelakanginya, Adit berjalan menuju balkon, lalu duduk di kursi putih yang berukiran klasik, matanya lekat menatap bunga yang mekar dengan indah. *** Hari mulai sore, setelah mengantar Tiyas pulang, Dirga segera pulang ke rumahnya di Pejaten. Matanya memperhatikan mobil hitam yang parkir di halaman. 'Mas Adit' benaknya. "Assalammualaikum." teriaknya memberi salam. "Waalaikum salam." jawab Natasya dan Adit yang sedang duduk santai nonton tivi di ruang keluarga. "Eh, ada Mas Adit? tumben!" sindirnya halus. Adit tidak menggubris celoteh Dirga, matanya lekat pada tivi. Natasya mengkerutkan keningnya melirik Dirga, memberi kode agar tidak menggoda Adit. Dirga mengangkat alis, lalu mencium punggung tangan Natasya, kemudian menjulurkan tangannya pada Adit, lama tangan Dirga menggantung menunggu sambutan tangan Adit. Adit meliriknya sejenak, lalu memberikan punggung tangannya, segera di sambar Dirga yang mulai pegal menunggu. "Kebetulan kamu sudah pulang, ayo kita makan." ujar Natasya. Dirga bengong, melihat Adit dan Natasya berjalan ke ruang makan. "Baru nyampek, masa langsung makan?" protesnya, tapi tidak ada yang peduli. Akhirnya Dirga ikut berjalan ke ruang makan. "Dit, kamu tinggal sini aja, ya? Biar mami nggak kesepian lagi." ujar Natasya yang belum menyerah membujuk Adit. "Kan ada Dirga, Mi." jawab Adit. "Justru itu, mami mau kita ngumpul seperti dulu lagi di rumah ini. Mami kangen saat-saat indah itu." ujar Natasya menghentikan suapannya. Dirga melirik Adit, melihat Adit lempeng tanpa reaksi, Dirga menyenggol kaki Adit. Spontan Adit melirik padanya. Dirga memberi kode agar mengangguk. Adit mengernyitkan dahi, lalu kembali melanjutkan makannya. "Dit, jual aja rumah kamu itu, atau dibuat kosan, uangnya kan bisa buat biaya perawatan rumah, dan juga gaji satpam, tukang kebun, dan beberapa pembantu kamu lainnya. Adit masih diam, wajahnya tanpa ekspresi. Natasya sabar menunggu reaksi Adit. Adit meneguk air putih di depannya, lalu menatap Natasya. "Nanti Adit pikirin dulu ya, Mi." sahutnya. Tapi malam ini kamu tidur di sini kan?" tanya Natasya. Adit mengangguk. Wajah Natasya semeringah. Tiba-tiba banyak agenda yang ia rencanakan. "Habis makan, kalian berdua temani mami ke swalayan, ya." ujarnya sembari melirik Adit dan Dirga bergantian. Adit dan Dirga saling tatap, lalu bersamaan menjawab, "siap, Mi." Natasya tersenyum bahagia. Ia tidak ingin melanjutkan makannya. Ia beranjak ke kamar, sesaat kemudian kembali dengan busana yang rapi. Tubuhnya masih langsing layaknya wanita muda. "Ayo, berangkat." ujarnya. Dirga dan Adit mematung, sesaat keduanya saling pandang, Dirga segera menyambar kunci mobil, lalu melemparnya pada Adit. "Mas Adit yang nyetir." ujarnya cengengesan. Adit melotot pada Dirga. Baru saja ia ingin melempar balik kunci mobil pada Dirga, Natsya menoleh. Adit urung melakukannya. Lalu tersenyum pada maminya. "Ayo, Mi, naik ke mobil, Mas Adit yang nyetir." ucap Dirga sembari melirik Adit. Adit kesal pada Dirga, "nggak sopan" gumamnya. Natasya menoleh seolah ingin memperjelas pendengarannya. "Kamu bilang apa, Dit?" tanya Natsya yang nggak jelas dengan ucapan Adit. "Nggak papa, Mi. Sini Adit bantu bukain pintu, ujarnya seraya menginjak kaki Dirga dengan kencang yang tak jauh di dekatnya. Spontan Dirga menjerit. "Aw!! Mas Adit, lihat lihat dong kalo jalan, sakit tauuu!!" pekik Dirga sembari melompat-lompat memegangi sebelah kakinya. "Ops, sory nggak sengaja." sahut Adit nyengir. Natasya menggeleng melihat kelakuan dua jagoannya itu. Sungut-sungut, Dirga naik di kursi depan. Sedangkan Natasya memilih duduk di bangku kedua. Walau wajahnya terlihat galak, tapi ada rasa bahagia menjalar di hatinya melihat keunikan Adit dan Dirga. Dering telphon Dirga menghentikan celoteh Natasya yang tak pernah berhenti sejak berangkat dari rumah. Syaqilla, sebuah nama muncul di layar hape Dirga. Diliriknya Adit yang fokus melihat jalan, lalu diangkatnya panggilan itu. "Halo," sapanya "Halo, Dirga, apa kabar?" tanya Syaqila dalam bahasa inggris. "Baik, kamu apa kabar?" tanya Dirga balik. "Baik juga, aku menunggu kabar darimu, tapi kamu tidak pernah menghubungi, sampai aku putuskan nelphon duluan." jawabnya, dengan nada merajuk. Natasya yang duduk di belakang, mendongakkan kepalanya mendekati Dirga. Ia penasaran siapa yang nelphon anak bungsunya itu. Adit memasang telinga, di kecilkannya speker agar bisa menguping lebih jelas. Dirga melirik kakak lelakinya itu, bibirnya naik sebelah. Spontan Dirga menoleh ke belakang, Natasya nyengir saat aksi keponya kepergok Dirga. "Syaqilla, nanti aku telphon balik, aku lagi di jalan." ujarnya sembari menutup telphon. "Siapa Syaqilla?" tanya Natasya nyeletuk. Adit mematikan speker radio mobil, bersiap nguping. Dirga bete pada dua orang di mobil itu. "Apaan, sih, pada norak, ih. Mami juga, kepo aja urusan anak muda." celetuk Dirga protes. "Mami bukannya kepo, cuma penasaran aja, siapa tahu yang nelphon calon menantu mami?" ujar Natasya tidak mau kalah. Adit mesem-mesem, dia seperti mendapat energi baru untuk memperjuangkan nasib cintannya yang terombang ambing bersama Tiyas. Dirga melirik Adit, ada rasa sebel di hatinya melihat tingkah kakak semata wayangnya itu. 'jangan harap aku melepas Tiyas' gumamnya dalam hati. Tidak terasa mereka sampai di tujuan, Adit berputar mencari parkir. "Mi, kita turun duluan, yuk! Biar Mas Adit cari parkir." usul Dirga. "Sembarangan, dikira supir apa!" celetuk Adit protes. "Ya, udah, kalo gitu biar aku yang cari parkir, Mas Adit dan mami duluan aja masuk." usul Dirga lagi. Adit melirik Natasya dari spion tengah. Menunggu jawaban. Tapi sepertinya mereka punya misi yang sama, ingin nguping Dirga. "Bareng aja, nanti malah kepencar-pencar." jawab Natasya. Adit mengulum senyumnya, lalu melirik Dirga. Dirga memasang wajah bete. 'Ah, apes' batinnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN