Chapter 6

1274 Kata
Setelah kepergian Bi Rani, Della kembali menangis dan enggan diajak masuk. “Della sudah sarapan, Sayang?” Zelda terpaksa menggendong Della yang wajahnya kembali murung. “Belum, Tante. Della mau sarapan sama Mama,” jawab Della sedih. “Ayo sarapan sama Tante dan Om Andri. Hari ini Tante buat nasi goreng sosis. Tante yakin Della pasti suka.” Dengan langkah tertatih, Zelda menggendong Della menuju ruang makan sederhananya. Andri bergegas menghampiri Zelda yang menggendong Della. “Zel, kenapa Della digendong?” Andri mengambil alih Della yang terisak. “Nath masuk rumah sakit. Dia kena gejala tifus,” jawabnya berbisik, takut membuat Della semakin terisak. Mengerti maksud istrinya, Andri berinisiatif menghibur Della. “Sayang, anak cantik itu tidak boleh menangis. Kalau Della berhenti menangis, nanti Om Andri ajak Della beli ikan. Kebetulan hari ini Om tidak kerja,” bujuknya. “Benarkah? Om tidak bohong? Della mau beli ikan yang banyak, Om.” Mata basah Della terlihat berbinar. “Iya, Om janji. Namun sebelumnya kita sarapan dulu, kalau tidak sarapan nanti Tante Zelda marah,” bisiknya yang berhasil membuat Della terkikik geli. “Andri! Jangan berbicara sembarangan pada Della tentangku!” Zelda memperingatkan. Della dan Andri hanya tertawa melihat Zelda memasang ekspresi marah. Pagi ini tidak ada aura-aura pertengkaran di wajah Zelda dan Andri seperti biasanya. Dave hanya memerhatikan pasangan suami istri dan anak kecil yang sedang berinteraksi dengan serunya. Dia membayangkan dirinya berada di posisi Andri, sedang bersenda gurau dengan istri dan anaknya. Dia tersenyum tipis saat wajah menggemaskan anak di gendongan Andri samar-samar terlihat. Untuk mengenyahkan rasa sesak akibat rindu yang mulai merayapi dadanya, dia kembali menyibukkan diri menikmati nasi goreng yang ada di hadapannya. “Om, itu siapa?” bisik Della ketika matanya menangkap kehadiran seseorang sedang duduk di meja makan. “Oh, itu teman Om, Sayang. Nanti Om kenalkan,” jawab Andri yang kini berjalan bersisian dengan Zelda menuju meja makan. “Tapi Della takut, Om.” Della menyembunyikan wajahnya ketika orang yang dibicarakan menatapnya. “Kenapa takut, Sayang?” Giliran Zelda yang bertanya. “Temannya Om Andri menyeramkan,” jawab Della pelan, takut jawabannya terdengar. “Della tidak usah takut, Om Dave orangnya baik. Kalau Della tidak percaya, kita buktikan saja sekarang.” Dengan lembut Zelda memberikan pengertian. “Om Dave?” cicit Della sambil mengintip takut-takut orang yang dimaksud, ternyata kini tengah menatapnya. “Iya, Sayang, namanya Om Dave.” Andri mempercepat langkahnya supaya Della tidak banyak bertanya. “Dave, kenalkan ini anak tetanggaku. Namanya Della.” Andri yang masih menggendong Della sudah berdiri di hadapan Dave. “Hai, Della. Katanya mau kenalan, tapi kenapa wajahnya disembunyikan begitu? Lihat Om, Sayang.” Dave tersenyum geli melihat tingkah malu-malu Della. “Della itu takut sama kamu, Dave. Dia bilang ....” Ucapan Zelda terpotong karena Della sudah berbalik. “Tidak, Della tidak takut. Kata Mama, Della anak yang pemberani.” Secepat mungkin Della membalikkan wajahnya sambil menyengir dan memperlihatkan kedua lesung pipinya, sehingga membuat Dave terkejut. “Titha?” gumam Dave tidak percaya saat melihat lesung pipi milik Della sangat mirip dengan Titha. “Titha?” Andri dan Zelda membeo melihat Dave. “Om, Della takut!” jerit Della saat melihat ekspresi Dave dan dia kembali bersembunyi pada leher Andri. Ketiga orang dewasa itu kaget setelah mendengar jeritan melengking Della. “Eh, maafkan Om, Sayang. Om cuma teringat dengan istri dan anak Om yang belum ketemu,” ujar Dave pada akhirnya. Entah apa yang mendasari, dia mengambil paksa Della dari gendongan Andri dan Della pun tidak menolak. “Siapa nama ibumu, Sayang?” Tanpa memedulikan Zelda dan Andri yang masih bingung, Dave memangku Della. Dia mengamati dengan lekat wajah Della. Dia seperti melihat bayangan wajahnya pada wajah mungil di hadapannya. “Mamanya bernama Nath, apakah kamu mengenalnya?” Andri mewakili Della menjawab yang tengah menatap lekat Dave. Dave menggeleng tanpa mengalihkan tatapannya dari Della. “Kamu sangat cantik, Sayang. Kalau Om bertemu putri Om, pasti cantiknya sama sepertimu.” Dave menangkup wajah Della. Andri dan Zelda mulai mengerti maksud Dave. Mereka memang sudah mengetahui masalah yang dihadapi Dave, tapi mereka tidak bisa membantu apa-apa sebab kini mereka juga sedang tertimpa masalah pelik. Mereka membiarkan dua orang beda usia itu saling meneliti wajah satu sama lain. “Mamamu di mana, Nak?” Dave mengernyit saat mata Della mulai berkaca-kaca. “Mamanya sedang dirawat di rumah sakit, jadi Neneknya menitipkannya di sini. Della memang sering main ke sini,” jelas Zelda. Dia tersentuh melihat Dave yang memeluk Della. “Papamu di mana, Sayang?” tanya Dave lagi sambil mengelus kepala Della. “Di luar kota. Kerja,” jawab Della pelan. Della merasakan sangat nyaman berada dalam pelukan orang yang baru dikenalnya. Sewaktu dengan Andri saja tidak seperti ini. “Tante, katanya buat nasi goreng sosis. Della lapar,” pintanya merajuk. Andri langsung terbahak mendengar ucapan Della, begitu juga Zelda yang menggelengkan kepala dan Dave yang ikut terkekeh. “Om suapi ya, Sayang?” Dave tersenyum setelah Della mengangguk sambil tersipu malu. “Ya Tuhan, semoga ini pertanda aku akan segera menemukan istri dan anakku,” batin Dave sambil menyuapi Della yang sangat lahap makan. *** Sesuai janjinya tadi, Andri bersama Dave mengajak Della membeli ikan setelah dari bengkel. Andri awalnya melarang Dave ikut karena luka lecet pada lututnya dan lebih menyuruhnya beristirahat, tapi Dave bilang tidak apa-apa. “Della suka memelihara ikan?” tanya Dave saat mereka sudah berada di tempat penjual ikan. Della menjawabnya hanya dengan anggukan sebab dia masih serius melihat ikan yang mau dibeli. “Saking sukanya, di rumahnya sudah ada tiga buah aquarium buat menampung ikan-ikan yang dibelinya,” Andri memberikan jawaban sambil mengamati Della. “Seandainya nanti Della berkunjung ke rumah Om, Della bisa puas melihat ikan di kolam langsung. Ikannya juga besar-besar.” Perkataan Dave spontan membuat Della mengalihkan perhatiannya. “Yang benar, Om? Della boleh menangkapnya langsung di kolam?” tanyanya berbinar. Andri dan Dave tertawa mendengar ucapan Della. “Om rasa Della tidak akan diizinkan masuk ke dalam kolam untuk menangkap ikan oleh Mama,” ujar Andri yang kembali tertawa melihat ekspresi kecewa Della. “Om Andri bercanda, Sayang. Nanti biar Om Dave yang minta izin pada Mama ya, agar Della diizinkan,” bujuk Dave tidak tega melihat wajah kecewa balita lucu di dekatnya ini. “Karena ikannya sudah dibeli, jadi sekarang saatnya kita pulang. Siapa tahu Nenek sudah datang dari rumah sakit, dan cake buatan Tante Zelda sudah siap dinikmati,” ajak Andri setelah melihat angka dua pada jarum jam di tangannya. “Ayo, tapi Della mau digendong,” pintanya manja. Tanpa meminta izin terlebih dulu kepada Andri, Dave langsung membawa Della ke dalam gendongannya. Sedangkan Della tersenyum malu ke arah Dave. *** Nath meminta kepada dokter yang menanganinya agar diizinkan menjalani rawat jalan setelah mengetahui hasil pemeriksaannya, tapi dokter dengan tegas melarangnya. Bi Rani yang kebetulan ada, menyetujui saran dokter yang menyuruhnya dirawat inap selama beberapa hari dulu. Kini Nath menyuruh Bi Rani pulang, takut Della yang dititipkan di rumah Zelda menangis. Nath mengatakan kepada Bi Rani bahwa keadaannya tidak terlalu mengkhawatirkan, yang dia butuhkan hanya istirahat maksimal. “Aku tidak apa-apa, Bi. Di sini banyak perawat yang menjagaku.” Nath memperbaiki posisi berbaringnya saat melihat raut enggan dari wajah paruh baya di sampingnya. “Ayolah, Bi, percayalah padaku.” Nath mengusap punggung tangan Bi Rani yang bertengger di pinggiran ranjang. “Apalagi ini sudah sore, takutnya Della rewel. Aku tidak enak dengan Zelda yang sedang hamil,” Nath menambahkan. “Benar kamu tidak apa-apa kalau Bibi tinggal pulang?” Bi Rani memastikan. “Iya, Bi. Pulanglah, Bi! Katakan pada Della aku akan segera pulang,” jawab Nath. “Nanti aku akan menghubungi Della saat Bibi sudah di rumah,” Nath melanjutkan. “Baiklah. Kabari Bibi kalau ada apa-apa. Cepat sembuh, Sayang. Bibi tidak tega melihat Della bersedih karena berjauhan denganmu.” Akhirnya Bi Rani menuruti permintaan Nath. “Iya, Bi. Tolong jaga Della sampai aku sembuh.” Mata Nath berkaca-kaca membayangkan anaknya bersedih. Bi Rani mengangguk sambil tersenyum. Sebelum keluar dari ruang perawatan, dia mencium kening Nath. ”Rasa saling memiliki kalian sangat erat dan selama ini kalian belum pernah terpisah satu sama lain,” batin Bi Rani kagum kepada ibu dan anak yang dipertemukan dengannya tanpa sengaja sembilan bulan lalu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN