Chapter 10

1079 Kata
“Mama punya pisau?” celetuk Della setelah Dave berdiri beberapa langkah dari ranjang ibunya. “Hah, pisau? Untuk apa?” tanya Nath gamang, tanpa memutus tatapannya pada Dave. “Mau Della kasih Om, Ma. Biar nanti Om Dave yang mengupaskan buah untuk Mama, agar Mama cepat sembuh,” jawab Della tanpa peduli dengan apa yang sedang terjadi dengan dua orang dewasa di sampingnya. “Om, duduk di kursi saja. Ranjang Mama sempit,” tambahnya saat melihat Dave hanya mematung. “Tha.” Suara Dave tercekat setelah memercayai wanita yang selama ini dicari sudah berada di depannya. Della menatap bingung ibunya yang terdiam ketika mendengar suara Dave. Tak lama dia mengalihkan perhatiannya ke arah Dave yang tetap bergeming pada posisinya. “Om memanggil Mama?” Akhirnya terlontar juga pertanyaan dari mulut mungil Della yang sudah menyesap s**u dalam kemasan kotak. “Mama mau?” Della mengangsurkan sedotan ke mulut ibunya. Nath terkejut. Spontan dia menoleh ke arah putrinya dan memutus tatapannya pada laki-laki yang masih intens menatapnya. “Tidak, Sayang.” Dengan suara pelan Nath menolak tawaran putrinya. Ketika ingin memperbaiki posisinya agar bisa duduk sempurna, Nath memekik karena tubuhnya langsung didekap erat oleh Dave. Tidak hanya Nath yang terkejut, Della pun tidak kalah terkejut melihat ibunya tiba-tiba dipeluk seperti itu, sehingga membuatnya spontan menggigit tangan sang ayah sambil menangis. “Aw ...,” pekik Dave dan langsung melepaskan dekapannya pada tubuh sang istri. “Om, kenapa jahat sama Mama?!” bentak Della sambil berusaha menjauhkan tangan Dave dari sisi ibunya. Della juga melindungi tubuh ibunya dari Dave dengan naik ke pangkuan sang ibu. “Sayang, tenanglah,” Nath menenangkan Della yang tengah berada di pangkuannya sambil memeluknya erat. “Nak, maafkan Om. Om tidak bermaksud menyakiti Mama.” Dave mencoba memindahkan tubuh Della yang memeluk ibunya sangat posesif, tapi sia-sia karena Della mulai melakukan perlawanan sehingga membuat Nath kewalahan. “Sudah, jangan dipaksa, Dave. Biarkan saja,” Nath melarang Dave yang kembali berusaha mengangkat tubuh putrinya yang sudah menangis. “Sayang, Mama tidak apa-apa, tadi Mama hanya terkejut. Sekarang Della duduk di samping Mama saja ya?” Dengan lembut Nath membujuk anaknya agar mau turun dari pangkuannya. “Apakah nanti Om Dave tidak akan menyakiti Mama lagi?” Della menatap sang ibu meminta kepastian sebelum menuruti perintah wanita yang sangat menyayanginya. “Tidak, Sayang. Om janji tidak akan menyakiti Mama lagi.” Sebelum Nath memberikan jawaban, Dave sudah mendahuluinya. Della memalingkan wajah ke arah Dave dan menatapnya lama, seolah mencari kesungguhan atas perkataan ayahnya. Dengan sangat pelan akhirnya Della menyetujuinya. “Mama, tadi Om Dave bilang kalau Papa sudah pulang. Memangnya benar, Ma?” bisik Della setelah duduk manis di samping ibunya. Sesekali dia melirik Dave yang sudah duduk di pinggir ranjang sang ibu. Nath membeku mendapat pertanyaan seperti itu dari Della. Dia bingung harus memberikan jawaban apa. Saat dia mengangkat wajah, pandangannya beradu dengan tatapan Dave yang sepertinya ikut menunggu jawaban darinya. “Hmm ....” Nath mencari kata-kata yang tepat agar jawabannya tidak melukai perasaan Dave, meski sebenarnya dia masih sangat kecewa dengan sikap laki-laki di depannya ini. Namun, dia juga tidak bisa dengan gamblangnya mengatakan kepada Della mengenai status Dave yang sebenarnya. “Mama, Della lapar,” celetuk Della di tengah kebingungan ibunya dan penuh harap ayahnya. “Dasar anak ini,” gerutu Nath dalam hati melihat tingkah anaknya yang sangat cepat berubah pikiran. “Della mau makan apa, Sayang?” tanya Dave lembut setelah berhasil menyembunyikan senyum gelinya saat menangkap raut wajah istrinya menggerutu. “Ayam goreng lalap,” jawab Della antusias. “Tapi sambalnya sedikit saja, Om,” Della menambahkan. Dave tersenyum gemas melihat kepolosan putrinya. “Baiklah, kalau begitu kita beli sekarang saja ya,” ajak Dave. “Om, nanti Della boleh makan ayamnya di sini bersama Mama?” tanya Della setelah berpindah ke gendongan Dave. “Tentu saja boleh, Sayang.” Dave mencium harum tubuh Della yang masih khas bayi. “Hore ...,” seru Della. “Mama, nanti kita makan sama-sama ya,” ajaknya pada Nath yang hanya membisu. Nath tersenyum hambar kemudian mengangguk. Nath tidak heran dengan kedekatan putrinya dengan Dave yang sangat cepat, walau dia yakin mereka baru bertemu beberapa jam. ”Apa ini yang dinamakan ikatan batin anak dengan ayahnya?” Nath bertanya pada dirinya sendiri. “Mau aku belikan bubur ayam?” Dave mengalihkan pandangannya saat melihat Nath hanya memerhatikan mereka. “Ah? Tidak usah,” jawab Nath cepat. Dave tersenyum menanggapi jawaban istrinya. “Kami keluar dulu, sebaiknya kamu istirahat saja. Kami tidak akan lama.” Dave keluar sambil menggendong putrinya yang bertubi-tubi memberikan ciuman jarak jauh kepada Nath. *** Setengah jam Della dan Dave berlalu, Nath masih sibuk mencerna pertemuannya yang tiba-tiba dengan Dave. Tadi dia sempat menghubungi Bi Rani untuk mengonfirmasi mengenai kehadiran Dave. Saat wanita paruh baya itu menceritakan keterkejutannya juga, Nath hanya bisa menghela napas. Bi Rani juga berpesan agar dia dan Dave bisa berbicara secara dewasa, tanpa harus mengorbankan kebahagiaan buah hati mereka. Dengan perasaan masih campur aduk, Nath menanti orang yang akan memasuki kamar rawatnya. Nath mengernyit ketika melihat punggung anaknya dalam gendongan Dave bergetar. Dia menatap tajam Dave saat isakan Della ditangkap oleh indera pendengarnya. “Ah,” desah Dave lega saat berhasil menaruh beberapa bungkusan di atas meja, tidak jauh dari ranjang Nath. “Jangan nangis lagi, Nak! Nanti Om belikan yang baru. Sekarang kita makan dulu, katanya tadi Della lapar?” ucapnya menenangkan Della dan menghampiri ranjang Nath. “Della kenapa?” tanya Nath tajam pada Dave setelah Della di dudukkan di sampingnya. “Ice cream-nya jatuh,” jawab Dave sambil menyeka lelehan air mata putrinya. “Sudah, Sayang. Kalau begitu Della sama Mama dulu ya, Om mau keluar beli ice cream lagi,” sambung Dave saat isakan putrinya tak kunjung reda. “Della ikut,” pinta Della parau sambil menatap Dave berlinang air mata. Dave menatap Nath meminta persetujuan. Dia tahu istrinya enggan memberinya izin membawa putrinya keluar lagi. “Beli ice cream-nya nanti saja, Sayang. Lebih baik kita makan dulu, Mama sudah lapar sekali,” bujuk Nath sambil mengusap perutnya. Della berpikir sebentar. Melihat wajah pucat sang ibu, akhirnya dia mengiyakan. “Baiklah, Om Dave tadi sudah membelikan Mama bubur ayam, tapi tanpa kecap dan sambal. Kata Om Dave, karena Mama masih sakit jadi Mama dibelikan buburnya saja. Tidak apa kan, Ma?” Della memberi tahu dengan jelas. “Tidak apa, Sayang,” sahut Nath. “Sayang, sebaiknya kita makan di sana saja supaya tidak mengganggu Mama makan,” tunjuk Dave ke arah meja. “Boleh, tapi suapi Della ya, Om,” pinta Della manja. “Iya, pasti Om suapi,” jawab Dave sambil mengacak rambut putrinya. “Tunggu sebentar, Tha, aku ambilkan buburnya dulu,” ujar Dave kepada Nath sambil menggendong putrinya menuju sofa. Nath hanya menatap Dave datar, pikirannya kembali sibuk melihat penampilan ayah kandung putrinya yang sangat berbeda. ”Aku ingin memberimu pelajaran, tapi melihatmu seperti sekarang membuatku prihatin,” batin Nath memerhatikan Dave yang berjalan dari belakang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN