Dinner Meeting

1099 Kata
Beberapa wanita tengah duduk di ruang tunggu, mereka terlihat gugup, ada yang menggoyangkan kakinya, ada yang mondar-mandir, ada juga yang duduk diam ditempat namun terus mengeluarkan napas halus. Mereka adalah wanita-wanita yang lolos dan akan diperkerjakan di perusahaan ini, mereka cukup menjadi kriteria yang dibutuhkan perusahaan, semua wanita yang diterima bekerja ada yang sudah lulus kuliah, ada juga yang masih kuliah dipertengahan semester, termaksud Villia. Villia mengenakan pakaian yang simple, sedangkan teman lainnya mengenakan pakaian dengan setelan jas, ada rasa menyesal di hati Villia, ia tidak menggunakan pakaian yang tadi Isabel pilih untuknya, jika saja ia mengenakannya, sudah bisa dipastikan bahwa ia akan sama dengan temannya yang lain. Ada lima orang di ruangan itu termaksud Villia. Mereka terlihat elegant dengan pakaian yang begitu rapi, mereka mengenakan setelan jas berwarna senada dengan celana mau pun yang mengenakan rok. Sedangkan Villia menggunakan pakaian simple. Derap langkah terdengar anggun memasuki ruangan dimana mereka semua menunggu. Seorang wanita yang mengenakan pakaian mahal berdiri dihadapan semua wanita yang kini tengah menunggu. “Selamat datang,” ucap Clarisa—selaku manager di bagian keuangan. Semuanya mengangguk dan bangkit dari duduk mereka. Clarisa adalah wanita yang anggun, wanita yang berkelas hanya dengan melihat setiap pakaian yang ia kenakan. Semuanya berdiri berdampingan. “Bisa perkenalkan nama kalian?” tanya Clarisa. Semuanya menganggguk dan memulai dari arah kiri. “Nama saya … Fransisca, usia 24 tahun.” “Nama saya … Emilia, usia 27 tahun.” “Nama saya … Relaya, usia 23 tahun.” “Nama saya … Innay, usia 25 tahun.” Giliran Villia. “Nama saya … Evelynda Villia, usia 22 tahun. Biasa di panggil Villia.” Clarisa mengangguk dan bersedekap, melihat para wanita cantik yang kini berdiri dihadapannya. Ia sedang memilah wanita mana yang akan membantu Dave, semua staf akan memilih pasangan kerjanya masing-masing. Clarisa tidak ingin Dave mendapatkan staf yang cantik dan seksi, ia harus memilih di antara mereka berlima dengan waspada dan tetap hati-hati. Dave adalah karyawan kesayangannya, ia tidak mau membuat Dave malah senang memiliki pasangan kerja yang cantik. Clarisa bingung karena semua wanita yang kini berdiri dihadapannya adalah wanita yang cantik, mereka terlihat menawan dan berkelas juga. Clarisa menghela napas panjang. “Sis, berikan kartu nama Bos mereka,” kata Clarisa. “Bukankah Anda yang akan memberikannya?” tanya Lasisna—asistennya. “Tidak perlu. Berikan saja pada mereka,” jawab Clarisa. “Untuk kalian semua … selamat datang di perusahaan ini dan selamat bergabung juga, kalian akan mendapatkan masing-masing satu kartu nama dan kartu nama itu adalah Bos kalian yang akan kalian bantu dalam bekerja. Pekerjaan kalian memiliki batas waktu tertentu dan akan menyesuaikan jadwal kuliah kalian bagi yang masih kuliah. Nanti bisa di bicarakan bagian manajemen.” “Baik, Nona,” jawab semuanya secara bersamaan. “Kalian mulai bekerja besok,” kata Clarisa membuat semuanya menganggukkkan kepala. “Pertemuan selesai.” Clarisa melangkah meninggalkan ruangan dimana para pekerja baru menunggu, semua karyawan baru yang terpilih membungkukkan badan mereka untuk menghormati Clarisa yang pergi. *** “Bagaimana pertemuanmu hari ini dengan managermu itu?” tanya Isabel, langsung menarik Villia agar duduk disampingnya. “Tridy mana?” “Dia sedang jalan dengan Fabiano,” jawab Isabel, dengan helaan napas halus. “Jadi … sejak tadi kamu sendirian?” “Iya. Tapi sekarang untungnya ada kamu,” jawab Isabel cengengesan. Di raihnya teko berisi teh herbal hangat yang baru ia buat dan dituangkan di cangkir kosong, Villia meraih cangkir itu dan langsung meminumnya, belum ditelan, ia malah mengeluarkan teh itu dari mulutnya. “Jorok sekali kamu, Villia,” geleng Isabel. “Ini panas,” jawab Villia. “Ya iyalah panas, kamu langsung main ambil saja.” Villia mengeluarkan lidahnya dan mendinginkannya dengan tangan kanannya. Isabel segera bangkit dari duduknya dan mengambil es batu dari kulkas, lalu kembali duduk disamping sahabatnya. “Coba kamu kunyah es batu ini,” kata Isabel. “Buat apa? Dingin,” geleng Villia. “Menurut Hadie Rifai, DDS, dokter gigi di Klinik Cleveland yang dikutip Everyday Health, mengemut es batu juga dapat meringankan sensasi lidah panas, Villia. Makanya kamu rajin baca.” “Baiklah.” Villia langsung mengambil es batu itu dan di emutnya. Setidaknya lidahnya yang panas menjadi lebih baik. “Tridy bilang akan pulang jam berapa?” “Dia tidak bilang, mungkin akan menginap di rumah Fabiano,” jawab Isabel. “Kenapa dia menginap di rumah Fabiano? Ah tidak benar, aku harus menelponnya,” kata Villia. “Jangan, Villia. Jangan menganggu kakakmu mencari kesenangan. Kamu sudah putus cinta, jadi tidak ada hari pekan untuk kamu. Habiskan saja waktu denganku,” geleng Isabel meraih cangkir kosong dan mengisinya dengan teh, lalu menyesapnya perlahan. “Lalu kenapa kamu tidak berusaha cari pasangan juga?” “Aku tidak butuh pasangan, hidup dengan kalian berdua sudah lebih dari cukup.” “Kami tidak akan selamanya hidup denganmu, jadi cari pasangan juga.” Villia terus mengunyah es batu dengan giginya. “Buat apa? Buat sakit hati? Tidak perlu. Jika kalian nanti mendapatkan jodoh, ya tidak masalah. Aku bisa pulang ke rumah orangtuaku dan hidup tua di sana,” jawab Isabel, ia memang wanita yang tomboy yang tidak akan menghabiskan waktunya dengan hal seperti berpacaran. “Ini akhir pekan, bagaimana jika kita keluar?” “Oke. Kita kemana? Ke Bar?” “Kok ke Bar? Aku tidak mau ke Bar, kita ke Mall saja,” kata Villia. “Bar hanya akan membuatku kehilangan banyak uang.” “Kamu kan bisa meminta uang pada orangtuamu, orangtuamu kan kaya.” “Kalau orangtuaku kaya dan aku mau merepotkan mereka, aku tidak akan mau bekerja.” “Iya juga sih, baiklah. Aku akan bersiap,” jawab Isabel lalu bangkit dari duduknya. “Aku tidak akan ganti baju, begini saja sudah cukup,” kata Villia. “Apa pun yang kamu kenakan pasti akan terlihat cantik,” jawab Isabel lalu melangkah masuk ke kamarnya. Rumah ini memang memiliki tiga kamar dan mereka bertiga memiliki kamar masing-masing. Ketiganya akan saling menghabiskan waktu untuk minum minuman beralkohol dan berakhir tidur di kursi. Begitu lah mereka setiap hari. Mereka akan sangat jarang menghabiskan tidur mereka di tempat tidur. Di antara mereka, Tridy lah yang paling feminim, pakaian yang ia kenakan selalu yang terseksi. Ia seorang playgirl yang selalu gonta ganti pria … namun beberapa bulan ini, ia tetap bertahan dengan satu pria, yaitu Fabiano yang menjadi kekasihnya selama 7 bulan ini, kuliah di kampus yang sama dengannya. Sedangkan Villia, tipe wanita yang setia, tapi selalu saja dikhianati, ia wanita yang cantik, namun selalu saja dikhianati, ketika ia berharap akan bahagia bersama Amrie, ia malah sakit hati dan menangis ketika diputuskan. Sedangkan Villia jarang untuk jatuh cinta pada seorang pria.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN