Aku akan naik kapal jam delapan
Ayudia terkekeh membaca pesan itu. Ia dan teman-temannya akan kembali snorkeling. Sekarang, mereka baru saja selesai sarapan pagi dan segera bersiap-siap untuk berjalan kaki menuju dermaga kecil. Ia melirik jam di dinding kamar penginapan mereka dan sudah menunjukan pukul delapan kurang dua puluh menit.
Pergii....? Enggaaaak! Pergiiii? Engggak!
Ia galau sendiri. Kemudian kembali melirik jarum jam yang terus bergerak.
"Kalo mau pergi, pergi aja kali," ledek Azka lantas tertawa bersama Ifah. Ayudia melotot seketika. Jangan bilang?
"HAHAHAHAA!"
Heish! Sungguh tidak bisa dipercaya para sahabatnya ini. Kemudian ia malah ditarik-tarik keluar dan didorong-dorong untuk berjalan meninggalkan penginapan.
"Cepetan kali, Dii! Ntar orangnya keburu berangkat!" teriak Azka. Gadis usil itu membuat Ayudia berdesis. Walau satu detik kemudian, ia berlari terbirit-b***t. Meninggalkan para sahabatnya yang masih terbahak di belakang sana.
Ayudia berlari kencang. Walau sekencang-kencangnya ia berlari, kecepatannya tak begitu tinggi. Alhasil ia tiba tepat dua menit sebelum kapal berangkat. Sirine keberangkatan kapal sudah berbunyi beberapa kali. Bahkan pintunya mulai ditutup. Ia hanya bisa menghela nafas melihat kapan yang jangkarnya pun sudah dilepas.
Ayudia membungkuk. Gadis itu ngos-ngosan. Ia bahkan belum tiba di ujung dermaga. Baru melewati jalan masuknya saja dan hanya bisa menghela nafas melihat kapal yang sudah mulai bergerak. Sirine kapal berbunyi panjang sebagai pertanda kalau kapal sudah berangkat. Ia bahkan belum sempat mengatur nafas tapi kapal sudah pergi. Ia mendesah dalam hati. Menyesal karena sudah bertindak ragu-ragu sedari tadi. Tapi kini hanya bisa termangu menatap kapal besar itu meninggalkan dermaga.
Ponselnya berdering berkali-kali. Sepertinya para sahabatnya sudah rusuh menelepon. Ia memang harus melanjutkan acara snorkeling hari ini. Sayang kalau dilewatkan begitu saja karena kesempatan tak datang dua kali. Apalagi perjalanan ini gratisan kan?
Sekali lagi, ia hanya bisa menatap kapal yang sudah bergerak menjauh itu. Ketermanguannya memang tak menghasilkan apa-apa. Tapi setidaknya dapat menyenangkan sedikit hatinya. Bermenit-menit berlalu dan ia hanya bisa menatap kapal yang semakin hilang di lautan. Meninggalkan Ayudia sendirian dengan rambutnya yang berterbangan.
@@@
"Ciyeeee-ciyeeee ada yang galaaaaau!" ledek Ifah. Teman-temannya kembali terbahak. Ia hanya bisa tersenyum masam. Hari ini ia kehilangan semangatnya untuk snorkeling. Tapi acara ini belum akan selesai hingga sore nanti.
"Makan kali, Di. Ntar lemes lagi di laut. Kan brabe!" tutur Dilla. Gadis itu menyuguhi piring kosong padanya. Ayudia hanya bisa menghela nafas dan menyambut piring kosong itu. Ia tahu kalau Dilla menyuruhnya untuk mengambil makanannya sendiri. Akhirnya, ia memang beranjak dari ayunan.
"Gak apa-apa kali. Kan ada mantan di kapal sebelah," ledek Azka yang lagi-lagi mengundang tawa. Bryan hanya geleng-geleng kepala mendengarnya. Gosip teranyar sejak kemarin memang hanya seputar asmara Ayudia.
"Tak ada gebetan, mantan pun jadi," sahut Ifah yang lagi-lagi riuh dengan tawa. Mereka bahagia sekali hari ini. Bahagia di atas kesedihan Ayudia ditinggal Fatir. Hihihi. Cowok itu tak tahu kalau Ayudia benar-benar menyusul ke dermaga tadi. Dan lagi, Ayudia juga tak memberitahu kalau akan menyusul. Ini tidak seperti sinetron kan? Biasanya kedua pemeran utama bisa saja bertemu atau tiba-tiba si cowoknya ada di hadapan si cewek dan memutuskan untuk tidak naik kapal. Tapi realita yang terjadi pada Ayudia sangat-sangat nyata. Fatih tetap pergi karena ia perlu menyelesaikan masa depannya. Urusan perempuan? Saat ini belum saatnya.
"Bukannya dia masih pacaran ya?" tanya Bryan. Sedari tadi ia menyimak Haykal. Cowok itu selalu melirik ke arah mereka. Mungkin ingin mendekat tapi segan.
"Pacaran sama Dia?"
Ifah hanya mengonfirmasi pendengarannya. Siapa tahu ia salah dengar.
"Bukan. Sama si cewek yang itu."
Aaaaaaah. Azka, Ifah dan Dilla kompak ber-aha ria. Baru mengerti dengan pertanyaannya.
"Mungkin," tutur Azka. Ia juga tak tahu. Bukan urusannya pula. Sementara Ayudia sudah sibuk mengunyah makanannya sembari menatap ponselnya yang bergeming. Tadi, saat ia menaiki kapal kecil menuju area snorkeling, ia masih sempat berkirim pesan pada Fatir. Tapi setelah itu, ia sudah sibuk di lautan dan Fatir? Kehilangan sinyal karena berada di tengah lautan. Kalau sekarang, ponsel Ayudia yang kehilangan sinyal karena di beberapa pulau kecil yang ada di Karimunjawa, sinyal selain Telkomsel masih susah.
"Tapi dari tadi, dia ngeliatin lo mulu, Di," lapor Dilla.
Ayudia sih sadar. Apalagi saat snorkeling tadi, keberadaannya juga tak jauh dari rombongan Haykal. Cowok itu memang tak berhenti melihatnya tapi tak berani mendekat. Kenapa? Apa tidak cukup dengan tamparan semalam? Kalau bisa menampar lagi, mungkin Ayudia bersedia melakukannya. Tapi ia tak mau mengotori tangannya. Lebih baik ia menggunakan tangannya untuk hal lain dibandingkan dengan mengurus mantan. Ah bukan mengurus, lebih tepatnya adalah malas berurusan dengannya.
Di?
Ponsel Ayudia berdenting tepat ketika ia baru saja menaiki kapal. Mereka hendak berangkat ke pulau lain untuk melanjutkan acara snorkeling terakhir sebelum esok pagi pulang kembali ke Jakarta. Ia tersenyum kecil sembari menatap lautan. Aah, biru sekali seperti hatinya. Ahaaai! Hihihi.
Oh akhirnya masuk
Ayudia tersenyum kecil. Itu bukan pesan darinya melainkan pesan dari Fatir. Lelaki itu sudah menghubunginya sejak satu jam yang lalu tapi pesannya hanya ceklis satu. Tidak kunjung sampai karena ponsel Ayudia yang sempat tak bersinyal. Bahkan sebentar lagi, ponselnya akan kehilangan sinyal lagi.
Aku sudah tiba di Jepara. Bersenang-senanglah dengan teman-temanmu, Di.
Itu pesannya lagi yang seharusnya sudah sampai sejak satu jam yang lalu. Ayudia baru saja mengetik tapi sialnya, sinyal ponselnya tenggelam lagi. Ia hanya bisa mendesis melihat pesannya yang tak sampai. Kenapa asmara terkendala sinyal begini? Haaaah. Ia jadi penasaran kenapa orang-orang di jaman dulu bisa berpacaran hingga menikah hanya dengan surat? Dengan ponsel tak bersinyal saja sudah membuatnya kesal setengah mati.
"Hape, Dii! Hapeee!" teriak Dilla. Gadis itu tidak berniat ikut snorkeling. Sedari awal, memang hanya ia satu-satunya orang yang masih kering. Katanya takut jadi lebih baik menunggu saja di atas kapal sembari memotret teman-temannya yang satu per satu sudah turun ke tengah lautan. Air laut mulai naik karena hari sudah menunjukan pukul dua siang.
"Ada nemo yang tadi!" seru Azka dengan nada berbisik. Ifah menyenggol lengannya lantas terbahak. Tahu apa yang dimaksud dengan nemo oleh Azka? Bukan ikan Nemo tentunya tapi.....
"Gilak! Gilak! Menang banyak itu Masnya, Kaak!" seru Nur yang tak bisa memelankan suaranya. Alhasil, Azka dan Ayudia yang berada di kiri dan kanannya langsung menutup mulutnya kencang-kencang. Ifah tertawa. Keempat cewek itu masih asyik melihat nemo yang diperbincangkan sambil menunggu antrian untuk berfoto ria di dalam laut dengan nemo-nemo asli.
Saat Azka menoleh sedikit ke arah Bryan, gadis itu terkikik-kikik. Kemudian ia membisukan sesuatu ke telingah Ifah dan disambut tawa. Dengan usilnya, kedua gadis itu melempar fin alias kaki katak ke arah Bryan yang kemudian mengaduh-aduh.
"Bisa aja lo, Mas, liat cewek seksi dikit!" ledek Azka. Cewek-cewek itu tertawa. Ayudia juga. Gadis itu menggelengkan kepala. Ya, cowok mana sih yang tak membulatkan matanya melihat ada cewek cantik hanya mengenakan bikini dan ikut snorkeling? Yeah, snorkeling dengan baju itu saja. Tapi foto yang diambil di bawah laut sana, tentu saja foto berdua dengan kekasihnya sembari berciuman. Ayudia bisa menebak, jika ada dua kemungkinan status mereka. Pertama, memang suami istri yang mungkin baru menikah. Kedua, masih berpacaran tapi gaya pacarannya terlalu bebas.
"Kayaknya baru pacaran deh," ramal Ifah. Azka menoyor kepalanya karena berbicara asal. Sementara Ayudia hanya mengamati. Ia hanya heran dengan pakaian itu. Apa gadis itu tak risih? Oke, ia juga tidak menutup aurat dengan benar. Tapi, ia mana berani memakai pakaian semacam itu. Karena apa? Karena ia bisa merasakan ke mana tatapan lelaki tertuju. Dan ia bisa merasakan bagaimana harga dirinya merasa direndahkan hanya karena urusan itu.
@@@
Mungkin perjalanan snorkeling hari ini memang tak seseru hari kemarin. Tapi setidaknya, Ayudia tak membuang kesempatan untuk bisa menikmati keindahan bawah laut. Ia juga tak pernah menyesal karena telah datang ke sini dan bertemu dengan seorang lelaki ini. Ia jadi teringat ketika bertemu dengan Fatir di Bukit Cinta. Mungkin hanya kebetulan yang sudah menjadi takdir indah di dalam hidupnya. Ia tak pernah menyangka jika Tuhan kembali meniupkan sebuah rasa yang ia kira sudah mati. Karena sebelumnya, ia merasa dunianya sudah kelam dan tak akan pernah ada pelangi. Namun kenyataannya tidak.
Kini ia sudah melanjutkan perjalanannya kembali menuju dermaga besar. Dermaga di mana ia kemarin sempat datangi untuk menyusul Fatir dan berakhir dengan sia-sia. Ia merasa lucu kalau mengingat hal bodoh yang ia lakukan kemarin. Tapi setidaknya, ia tidak menyesal.
"Haaaah! Gak mau balik!" seru Azka. Gadis itu berat sekali meninggalkan rumah penginapan ini. Meski mereka hanya tiga hari di sini tapi semuanya terasa indah dan menyenangkan. Semalam heboh pula dengan foto-foto keren alam bawah laut yang mereka dapat dari mas-mas travel. Kini mobil yang mengantar mereka pertama kali kembali datang untuk menjemput mereka pergi dari sini.
"Bayangin. Indonesia sebegini luasnya. Kita baru ke sini dan sudah sedemikian indah. Gimana kalau benar-benar mengelilingi semuanya?" tutur Ifah. Ia merasa sangat takjub dengan keberadaan mereka di sini. Ini adalah pengalaman yang tak akan pernah mereka lupakan.
Ayudia juga merasakan hal yang sama. Ia mungkin tidak punya kesempatan lagi untuk kembali ke sini bersama teman-temannya ini karena masing-masing dari mereka akan sibuk dengan urusan masing-masing setelah lulus nanti. Rasanya, waktu berjalan begitu cepat hingga tak terasa kalau perpisahan berada di depan mata.
Ayudia menancapkan kacamata dihidungnya. Ia menatap lautan biru di bawah sana. Kapal resmi berangkat dan mereka benar-benar meninggalkan pulau indah yang mengisi hari-hari muda mereka di sini. Tak akan pernah ada penyesalan karena sudah datang ke sini. Terlebih bagi Ayudia yang sepertinya baru saja menemukan cinta.
Hei, Di!
Lelaki yang tadi muncul dikepalanya benar-benar muncul diponselnya. Ia terkekeh kecil. Mumpung masih ada sinyal, ia perlu membalas pesan dari lelaki itu dengan cepat.
Hei!
Aku seperti mendengar kamu memanggil namaku
Ayudia terkekeh lagi. Aih, lelaki ini! Percaya diri sekali!
Kamu halu
Fatih tertawa di seberang sana. Lelaki itu masih berbaring di atas tempat tidur. Perjalanan panjang kemarin cukup melelahkan. Mulai esok, ia akan memulai penelitiannya. Sementara Ayudia masih menghabiskan perjalanan di kapal dan berlanjut dengan perjalanan menuju Semarang. Mereka kembali akan menaiki kereta dari Stasiun Semarang Tawang. Tapi sebelumnya, akan bermain-main sebentar ke beberapa tempat wisata di Semarang dan juga berbelanja sedikit untuk oleh-oleh tambahan.
Sepertinya itu karena aku terlalu lama berhibernasi
Ayudia tersenyum kecil. Lelaki ini baru muncul jam sepuluh pagi setelah menghilang sejak sore kemarin. Ia tahu kalau Fatir pasti lelah dengan perjalanan menuju Jakarta. Teman-temannya juga sudah terlelah di atas kapal ini kecuali Bryan yang bolak-balik sedari tadi.
"Kenapa, Mas?" tanyanya. Heran saja melihat tampangnya.
"Mabok nih gue," tuturnya yang membuat Ayudia tertawa.
"Gue kirain kenapa," tuturnya lantas mengeluarkan antimo dari dalam tasnya dan menyerahkannya pada Bryan.
"Apaan ini?"
"Biar gak mabok."
Aaah. Cowok itu baru mengerti kemudian berjalan masuk ke dalam area kantin untuk membeli minuman. Sementara Ayudia merebahkan tubuhnya di atas bangku panjang. Jemarinya sibuk kembali dengan membalas pesan pada Fatir.
Kapan sampai di Jakarta?
Kenapa?
Hanya bertanya
Ku kira merindukanku
"Hahahaha!"
Ia tertawa sendiri. Dasar kepedean! Tapi lebih baik lah dibandingkan dengan orang yang selalu pesimis dalam hidupnya. Tak ada yang salah jika sesekali merasa pesimis tapi jangan berkali-kali. Karena rasa semacam itu hanya akan membunuh potensi diri untuk lebih berkembang dan maju. Alih-alih maju, malah diam di tempat.
Ternyata halu itu bernama Fatir
Fatir yang baru saja keluar dari kamar mandi, terkekeh. Ia baru membalas pesan pasa Ayudia satu jam kemudian. Namun sayangnya, pesannya hanya ceklis satu. Mungkin istirahat? pikirnya. Ah entah lah. Ia juga tak tahu. Tak lama, ia sudah keluar menuju ruang makan, perutnya terus berbunyi. Ia lapar sekali. Karena sejak tiba semalam pun, ia belum sempat makan.
"Bagaimana penelitianmu, nak?" tanya ibunya yang baru saja tiba di ruang makan begitu melihat suara piring berdenting. Ia tahu kalau satu-satunya anak yang berada di rumah ini akhirnya keluar juga dari sarang kamarnya. Fatir yang baru saja memasukan makanan ke dalam mulutnya hanya ber-hah ria. Ia tak terlalu mendengar pertanyaan dari mamanya ini. Tapi mungkin urusannya tak jauh dari dunia perkuliahan.
"It's okay," tuturnya pelan. Ia tak mau jadi runyam.
"Hanya oke?"
Fatir mengangguk-angguk. Ia mau jawab apalagi? Ia juga bingung. Jadi ia jawab saja sekenanya. Kalau perlu apa-apa, ia lebih senang jika keduanya saling bicara. Bukannya melibatkan beberapa orang.
@@@