"Pesan online aja gimana? Mobil?"
Ayudia mengangguk-angguk saja. Mereka sudah menumpang solat sebelum akhirnya bersantai ria di restoran. Tadi, saat sudah keluar dari kereta, ada kegaduhan yang tak terduga di mana Haykal berteriak-teriak memanggilnya. Cowok itu bingung karena mereka sudah lebih dulu turun. Dilla nyengir. Meskipun ia mengatakan semua hal tentang perjalanan mereka ke Karimunjawa pada Haykal, sejujurnya ia agak berbohong tentang di stasiun mana mereka akan turun ketika mereka tiba di Semarang. Ia mengalihkan Haykal dan gengnya untuk turun di Stasiun Semarang Poncol. Toh, masih sama-sama di Semarang. Dan mungkin akan bertemu ketika tiba di Karimunjawa nanti.
"Gue pesan sekarang deh," tutur Mas Bryan. Para cewek ini pun mengangguk-angguk saja. Toh mereka akan menumpang. Jadi terima-terima saja tumpangan istirahat sebentar di rumah Om-nya si Mas Bryan ini.
Sepuluh menit kemudian, mereka sudah berangkat ke rumah Om-nya Mas Bryan. Tiba di sana, mereka disuruh tidur usai ditawari makan. Karena tak enak kalau harus menumpang makan juga, mereka memutuskan untuk menumpang tidur saja. Kemudian diarahkan untuk tidur beramai-ramai di lantai atas. Sementara Mas Bryan tidur di lantai bawah sembari mengobrol dengan mbok, pembantu di rumah itu, dengan bahasa Jawa yang kental. Ayudia sama sekali tak mengerti. Terserah lah mereka mau bicarakan apapun, pikirnya. Ia lebih memilih untuk tidur.
Tepat jam satu pagi, semua alarm ponsel berdenging. Masing-masing dari mereka malah hanya berdesis lantas kompak mematikan alarm itu dan tidur lagi. Setengah jam kemudian, baru kasak-kusuk ke kamar mandi. Ada yang mandi sepagi ini. Ada yang hanya menggosok gigi dan mencuci muka. Sementara Mas Bryan baru saja mengarahkan mobil travel agen untuk masuk ke pekarangan rumah. Travel agen yang menjemput mereka sudah datang.
"Kita pamit ya, mbok. Makasih udah dikasih tumpangan. Titip salam juga buat si Om," pamit Mas Bryan. Ternyata, yang punya rumah sedang di Surabaya.
Mobil travel itu pun berangkat. Mas Bryan duduk di sebelah supir. Sementara para cewek tersebar di bangku tengah juga belakang. Ada tiga di tengah dan tiga di belakang. Ayudia duduk di bangku paling belakang. Ia berdesis ketika membuka ponselnya dan kembali menampilkan nama Haykal di sana. Ia jadi heran, cowok itu memangnya tak tidur? Karena ia melihat riwayat panggilan yang datang bertubi-tubi selama empat jam terakhir setelah mereka turun dari kereta tadi.
@@@
Mereka tiba di Pelabuhan Kartini, menjelang subuh. Sembari menunggu kapal yang akan berangkat pukul enam pagi nanti, ia dan para sahabatnya berteduh di mushola. Hitung-hitung menunggu subuh sembari beristirahat. Walau perut mulai keroncongan. Padahal sedari kemarin, kerjaan mereka ya tak jauh-jauh dari makan.
"Dii! Masih ada sisa uang?" tanya Mas Bryan. Ayudia memang tak hanya memegang tanggung jawab untuk menjadi bendahara selama acara kemarin tapi juga sampai saat ini. Ia sudah didapuk menjadi bendahara selamanya untuk mereka berjalan-jalan. Ayudia mengangguk. "Mau beli sate di depan," tuturnya menjelaskan maksud dari penggunaan uang itu.
"Sekalian buat yang lain, Mas," tuturnya sambil memberikan uang yang kemudian diangguki oleh Bryan. Cowok itu sudah berjalan menuju tukang sate yang sepertinya sudah berjualan semalaman di sini.
"Gue baru liat ada kang sate sepagi ini," komentar Ifah. Gadis itu baru saja menunaikan solat subuhnya bersama teman-temannya yang lain. Ayudia bahkan sudah melipat mukenanya. Kemudian ia kembali menyisir rambutnya dan mengikatnya. Rambut hitamnya cukup tebal dan lembut. Rambutnya juga lurus teratur bak artis di iklan sampo. Wajahnya agak mungil dan cantik. Senyumnya juga manis. Bulu matanya tipis tapi alisnya cukup lebat.
"Sini, Kaaak!" panggil Nur. Cewek itu adalah adik tingkat mereka di satu jurusan yang sama. Lita juga. Mereka kabur disela-sela perkuliahan yang padat. Kapan lagi kan berjalan-jalan gratis seperti ini?
Ayudia mengancingkan jaketnya. Cuaca di pelabuhan tentu saja sangat dingin menilik anginnya pun angin dari laut. Ketika ia berjalan, terdengar desas-desus suara lelaki yang heboh. Mereka kompak menatap Ayudia yang berjalan menuju Nur. Cowok-cowok itu duduk di satu meja di area kantin yang ada di pelabuhan.
"Mauuuuu," rengeknya. Tergoda melihat daging-daging ayam yang tak berdaya di atas piring. Dua adik tingkatnya itu terkekeh. Mereka sudah menghabiskan bagian mereka. Sementara Ifah, Azka dan Dilla berjalan menyusul. Tak mau ketinggalan kalau urusannya dengan makanan.
Menjelang jam enam, mereka diminta sang travel agen untuk membayar lunas paket perjalanan yang sudah di-booking sejak sebulan lalu. Ayudia mengeluarkan satu amplop berisi uang penuh kepada lelaki itu. Kemudian, mereka mendapat tiket untuk naik kapal dan diminta untuk segera naik ke kapal.
"Nanti dijemput di mana, Mas?"
"Nanti tak jemput di dekat dermaga. Pas turun, ada mobil di sana. Langsung naik aja."
"Mobilnya?"
"Nanti tak kirimin plat nomornya."
Ayudia mengangguk-angguk. Kemudian mereka berjalan menuju kapal yang sulingnya sudah dibunyikan (bunyi suling kapal sejenis bunyi klakson kapan gitu yang merupakan penanda bagi petugas-petugas kapal).
"Atas aja yuuk!" ajak Dilla. Gadis sok tahu itu lebih dulu melangkah hingga ke lantai paling atas kapal. Di sana, mereka menemukan sebuah meja panjang. Di meja itu, ada dua bangku panjang yang melekat pada kaki meja. Tak jauh dari itu, ada banyak kursi santai yang letaknya lebih terbuka dibanding meja panjang tadi. Karena meja panjang tadi masih tertutup atap. Sementara kursi-kursi santai itu lebih dekat ke pembatas kapal dan tidak tertutupi atap hingga pemandangan langit luas di atas kepala itu lah yang menjadi penutupnya. Indah sekali. Apalagi perjalanan kapal sepagi ini akan membawa mereka menuju Kepulauan Karimunjawa. Waktu perjalanan sekitar empat jam. Mereka akan tiba di sana sekitar jam sepuluh pagi.
"Waaaw! Dii! Diii! Duduk di sini!" ajak Azka. Gadis itu sudah lebih duku mengambil duduk di sebuah bangku panjang yang biasa digunakan oleh orang-orang untuk berjemur di pantai.
Ayudia tampak merapikan rambutnya kemudian berjalan ke sana. Menghampiri Azka yang sudah bergaya di atas kursi santai itu. Ia geleng-geleng kepala melihat Ifah yang untuk ke sekian kaki menjadi kang foto gratisnya.
Sementara suara gaduh di belakang mereka tampak mulai menyita perhatian Ayudia yang membalik badan. Ia menatap kerumunan cowok-cowok yang kompak menahan tawa. Saat ia kembali menatap ke depan, mereka kembali gaduh lagi.
"Tadi aku kenalan sama salah satu dari mereka! Mereka dari UI loh, anak UI!" seru salah satu cowok berkaos coklat itu. Sementara cowok lain hanya menatap punggung Ayudia dengan terpaku. Ia teringat wajah yang pucat dan mulut yang tak berhenti berteriak ketika di perjalanan menuju ke sini. Mirip sekali dengan Ayudia. Atau...gadis itu orang yang sama?
@@@
"Tau gak sih? Mereka baru naik kapal sekarang! Hahahaha!"
Si Dilla heboh sendiri. Gadis itu mendapat pesan keluhan dari Haykal yang mencari rombongan mereka di kapal yang dinaikinya. Padahal mereka sudah tiba di Karimunjawa sejak satu jam yang lalu. Kini sedang menikmati makan siang yang disiapkan pihak travel. Setidaknya, ia cukup berterima kasih karena Dilla masih cerdik untuk dapat menipu Haykal. Dan lagi, pukau yang dihuninya ini kan cukup luas. Setahunya, ada lima pulau berpenghuni di Kepulauan Karimunjawa ini. Bisa saja Haykal dan gengnya itu malah menginap di pulau lain kan? Ayudia mengangguk-angguk. Ada kemungkinan untuk tidak bertemu Haykal lagi, ia sudah bersyukur.
"Wah! Udah datang aja lagi, Mas!" seru Azka. Ia kaget karena sang travel agen sudah tiba lagi di rumah yang mereka sewa. Di dalamnya ada tiga kamar besar. Ayudia akan tidur bersama Ifah dan Dilla. Sementara Azka akan tidur bersama Nur dan Lita. Mas Bryan tentu saja tidur sendirian.
"Ayo! Ayo saya antarkan ke tujuan wisata pertama!" ajak si Mas. Mereka langsung gaduh lantas bersiap-siap. Tak lama, perjalanan dimulai dengan mobil yang melaju. "Mau ke Joko Tuo dulu atau Bukit Love? Bukit Cinta?"
Alih-alih menjawab, Ayudia malah tertawa mendengar nama bukit itu. Kelihatannya, bukit itu sedang jatuh cinta atau....
"Bagusan yang mana, Mas?" tanya Dilla. Gadis itu sudah sibuk dengan Snapgram.
"Kalau mau lihat sunset ya bagusnya di Bukit Cinta," tuturnya.
"Waaah! Kalo gitu ke Joko Tuo aja dulu, Mas," putus Azka. Yang lain hanya mengangguk saja sebagai pertanda setuju. Si Mas-nya pun mengangguk. Perjalanan menuju bukti ternyata benar-benar terjal. Para perempuan ini tentu saja was-was dengan mobil yang dikemudikan bisa saja mundur apalagi jalannya sempit dan dikiri-kanannya ada banyak batu-batu besar. Tapi karena merasa sudah sering melintasi jalan ini ya, si Mas-nya santai saja menteris mobil Avanza ini menuju atas bukit. Tiba di atas, mereka turun. Ada sebuah rumah gubuk kecil untuk tempat beristirahat. Tapi mereka lebih memilih untuk berfoto ria. Kemudian beramai-ramai berfoto di atas batu yang bertuliskan 'I Love Karimunjawa'.
Hampir satu jam mereka ada di sana. Setelah puas berfoto, mereka kembali masuk ke dalam mobil. Perjalanan dilanjutkan menuju bukit Love seperti yang dijanjikan. Menilik ini sudah menunjukan pukul lima sore, sepertinya memang akan lebih asyik kalau menghabiskan sunset di sini.
"Aaaaa! Gue duluan! Gue duluan!"
Biasa, di Dilla hobi membuat gaduh. Cewek itu sudah menaiki tangga agar bisa cepat difoto oleh Ifah yang sedari tadi memang pasrah. Mas Bryan hanya terkekeh. Ia membawa kamera profesional tentunya untuk mengambil foto sunset dari atas bukit. Suasana kemerahan sudah bisa dirasakan Ayudia.
"Eh, sorry," tutur seseorang. Cowok itu meminta agar Ayudia segera melanjutkan langkahnya karena ia sedang terburu-buru membawa kamera dan beberapa barang di kedua tangannya yang hampir jatuh. Ayudia menyingkir. Tapi cowok itu malah mengedip-edip. Mendadak lupa. Karena heran, Ayudia memilih untuk berjalan duluan saja. Ia sudah tak memerhatikan cowok itu yang tampaknya kehilangan fokus sejak melihatnya. Ketika tiba di atas, ia berdiri tak jauh dari rombongan Ayudia dan teman-teman. Mereka sibuk berfoto. Ia tersadar ketika bahunya ditepuk sahabatnya kemudian ia segera mengatur posisi kameranya. Ia juga hendak menangkap sunset yang indah di atas bukit ini. Katanya tadi, Bukit Cinta.
Disaat teman-temannya masih heboh di depan kamera, Ayudia malah tampak termenung. Gadis itu hanya melipat kedua tangan di depan d**a sembari menatap lautan di bawahnya. Entah kenapa, ia tak begitu menikmati perjalanan liburan singkat kali ini. Mungkin karena hatinya yang terluka? Tapi bukan kah ia sudah mempersiapkan diri ketika hendak memutuskan Haykal waktu itu? Jadi seharusnya, ia tidak perlu merasa sehampa ini tanpa seorang lelaki dihidupnya bukan? Namun ternyata, tak sesepele itu.
"Ada dua alasan seseorang termenung di tempat indah seperti ini," tutur seseorang yang tahu-tahu sudah berdiri di sebelah kirinya. Ia menoleh dan terkejut melihat cowok yang sama ketika ia tak sengaja berpapasan ketika memasuki mushola pelabuhan subuh tadi. "Pertama, karena ada kenangan indah di tempat ini. Kedua, karena kenangan buruk di tempat lain," lanjutnya lantas berdeham melihat Ayudia yang tak merespon ucapannya. Ia menggaruk tengkuknya, salah tingkah. Tadi, ia hanya heran saja melihat Ayudia yang terlihat tak sebahagia teman-temannya yang lain. Ia juga penasaran apakah ada hubungannya dengan kejadian di kereta? Karena setelah ia selidiki, teman-temannya juga mengenali wajahnya.
"Fatir," tuturnya lantas mengulurkan tangan. Ayudia yang sudah berpaling ke arah lain pun menoleh. Ia kan tak bertanya nama? Bahkan tak ingin tahu. Tapi setidaknya....
"Dia," tuturnya lantas membalas tangan itu. Lelaki itu tersenyum tipis.
"Dia adalah kata ganti untuk orang ketiga."
Ayudia hanya menaikan alisnya sementara cowok itu berdeham.
"Dalam bahasa Indonesia," lanjut lelaki itu agar Ayudia tak bingung.
"Ayudia," sebut Ayudia. Biar lelaki itu paham namanya.
"Ayudia Bing Slamet?" tanya cowok itu sambil menahan senyumnya. Ayudia terkekeh. Kekehannya membuat lesung pipinya yang begitu dalam pun terlihat. Hal yang tanpa sadar membuat cowok di sebelahnya ikut terkekeh. Cantik juga manis, pikirnya.
"Just Ayudia," tuturnya. Siapa pun yang mendengar namanya pasti selalu menyebutkan nama salah satu artis di Indonesia itu. Mungkin karena nama itu tak terdengar pasaran?
"Mereka teman-temanmu?" tanyanya dengan dagu yang mengarah pada kerumunan cewek dan Mas Bryan yang tampak bergosip sambil melirik-lirik ke arah mereka. Ayudia langsung menjulingkan matanya. Selalu saja begini. Apa-apa pasti jadi gosip deh! Kesalnya tapi cuma berani di dalam hati.
"Fatiiiiirr!" panggil beberapa cowok di bawah sana. Teman-temannya sudah memanggil. Fatir gelagapan. Ia menoleh ke belakang di mana kameranya sudah dibawa turun. Kini ia malah ditertawakan.
"Eh Di, aku duluan ya?" pamitnya yang hanya dibalas anggukan oleh Ayudia. Lelaki itu dengan terburuw balik badan tapi baru tiba ditangga, ia seperti lupa akan sesuatu lantas melangkah lagi ke arah Ayudia yang hendak berjalan menuju teman-temannya. "Di, boleh tanya sesuatu?"
Ayudia menoleh. Gadis itu memandangnya dengan kerutan didahi. "Ya?"
"Siapa nama ayahmu?"
Mata Ayudia melebar. "Kenapa?"
"Biar nanti aku tak salah menyebut namamu dalam doaku," tuturnya malu-malu. Tapi Ayudia hanya tersenyum. Suka? Tentu. Suka dengan caranya menggoda. Tapi omong-omong mereka baru saja bertemu.
@@@