Satu menit yang lalu Danial hampir meninggalkan Ayu dan satu menit kemudian Ayu berada dalam pelukannya—Danial sama sekali tidak ingin lagi meninggalkan Ayu. Situasi yang berlawanan ini membuat Danial ingin menangis bersama Ayu. Napasnya sesak dan matanya mulai panas. Perasaan yang pernah tumbuh dan bersemi tidak pernah mati. Danial mengecup puncak kepala Ayu.
"Maafkan aku, Ayu," bisik Danial dengan suara yang sedikit gemetar.
Ayu masih terisak. Banyak kata yang ingin ia ucapkan, banyak umpatan yang ingin ia lontarkan untuk menenangkan hati, tapi semua pupus ketika mulutnya tidak bisa meloloskan satu kata pun untuk bersuara. Ayu merasakan terpaan napas hangat Danial di puncak kepalanya dan perlahan mulai turun ke dahinya.
Sekuat tenaga Ayu berusaha untuk setidaknya sekali ini saja, di sini, di tempat ini, dia bisa memaki Danial. Wanita itu ingin sekali meluapkan kekesalan dan kemarahannya pada Danial. Dengan suara dan gerak bibir yang sama bergetarnya, Ayu mencoba mengeluarkan suaranya yang terdengar sedikit serak. "Kau jahat, Dan."
Danial mengerjap. Dia tidak mau terlihat melankolis di depan Ayu. "Aku tahu, Yu. Maaf."
Danial membingkai wajah Ayu, menatap mata berair dan wajah Ayu yang basah. "Aku tidak berharap kau bisa memaafkan aku, tapi aku sungguh menyesal sudah menganggapmu buruk selama ini. Aku juga menyesal karena tidak pernah ada di saat terburukmu. Aku tahu tidak mudah bagimu melewati semua ini, begitu juga denganku. Aku pun tersiksa selama tujuh tahun ini."
Ayu menelan ludah dengan susah payah. Rasa sakit yang dirasakannya, juga dirasakan Danial. Ia yakin akan hal itu. Mereka berdua telah sama-sama menderita karena terjebak kesalahpahaman.
"Aku tidak meminta kau menyesal, Dan. Aku hanya ingin kau tahu bahwa aku tidak pernah menjadi seperti yang kau tuduhkan,” jelas Ayu dengan suara bergetar lantaran menahan rasa sakit yang menyesakkan d**a.
Tatapan Danial terkunci pada Ayu. Kilat mata Ayu tidak pernah berubah, selalu berhasil menggetarkan hatinya dan membawanya ke ambang batas kewarasan. Danial tidak bisa terus bertahan. Dia harus memutuskan untuk segera pergi menjauh dari Ayu atau terjebak kembali bersamanya dalam hubungan yang lebih rumit dan menciptakan skandal baru.
Danial mengembus napas kasar, menurunkan kedua tangannya dari wajah Ayu lalu menguatkan hatinya untuk segera menjauh dari wanita itu. "Aku harus pergi. Jaga Papa dan Rachel ya."
"Apa yang kau bisa hanya datang lalu pergi begitu saja? Kau selalu lari dari kenyataan, Dan." Ayu kembali terisak.
"Tidak ada yang bisa aku lakukan di sini. Perusahaan Papa sudah ada yang mengatur, kau. Rachel pun tak kekurangan kasih sayang. Aku hanya akan mengacau jika terus berada di sini." Danial berdiri. Pria itu sudah bisa menduga apa yang akan terjadi jika dia lebih lama lagi berada di dalam kamar hotel bersama Ayu.
Ayu menatap Danial. Tatapannya seolah bertanya, "Bagaimana denganku?"
Ayu menggigit bibir bawahnya, menunduk mengumpulkan kekuatan lalu mengangkat kembali wajahnya untuk menatap si pematah hati. "Pergi! Pergilah dan jangan kembali! Pergi! Bersembunyilah agar tidak ada yang bisa menemukanmu!"
Ayu memalingkan wajahnya dari Danial. Ayu tidak ingin melihat Danial melangkah menjauh lagi darinya. Terlalu sakit melihat pria itu kembali meninggalkannya.
Danial mendengkus, napasnya tersekat di tenggorokan. Ia berbalik. Suara langkah Danial yang terdengar semakin menjauh meremas-remas hati Ayu. Sekali lagi Ayu ditinggalkan. Sekali lagi hatinya hancur. Ayu menjatuhkan tubuhnya ke sofa, melepas tangisannya dengan tubuh menelungkup dan wajah terbenam ke bantal sofa. Isak tangis parau mengguncang Ayu dari lubuk hatinya yang paling dalam. Ia akan memulai kehidupannya lagi, sendirian.
Belaian lembut tiba-tiba Ayu rasakan di rambutnya. Ayu mengangkat wajahnya dari bantal sofa. Ia memiringkan wajahnya selagi netranya mencari si pemilik sentuhan.
"Dan ...," ucap Ayu lirih.
Tanpa Ayu sadari, Danial dengan posisi bertekuk sebelah lutut sudah berada di depan sofa. Ia mengangguk merespons ucapan Ayu. Wajahnya tampak semuram wajah Ayu. Matanya yang berkaca-kaca menjelaskan bagaimana ia sangat tidak ingin pergi meninggalkan Ayu lagi.
Ayu beranjak ke posisi duduk dan tanpa pikir panjang lagi ia menghambur ke pelukan Danial. "Kau kembali, Dan?"
"Aku tidak akan meninggalkanmu lagi, Ayu. Aku mencintaimu."
Danial melepas pelukan Ayu. Ia membingkai wajah Ayu. Pandangannya menjelajahi selebar wajah itu dan berhenti sejenak di bibirnya. Danial menempelkan bibirnya ke bibir Ayu lalu menekannya dengan lembut dan kembali memeluk Ayu erat seakan takut kehilangan wanita itu lagi. Bergelimang rasa rindu dan penyesalan yang menyelimuti diri, Danial dan Ayu larut dalam suasana hangat malam itu. Ketika mereka melepas pelukan, getaran aneh tiba-tiba datang menelusup ke seluruh tubuh dan menghantarkan Danial untuk kembali melumat bibir Ayu dengan penuh hasrat.
Bagai disapu gelombang panas yang dihantarkan Danial ke setiap sarafnya, tubuh Ayu kian memanas sepanas gairahnya yang mulai berkobar. Atmosfer di kamar itu seketika memanas. Danial membuka kancing kemeja Ayu satu per satu tanpa tergesa. Pelan tapi pasti dan hanya dalam hitungan detik, pakaian yang membalut tubuh Ayu sudah raib dari pandangan. Dari batas luar gairahnya, Ayu sadar jika perbuatan yang sedang dilakukannya bersama Danial itu salah. Namun, untuk saat ini Ayu tidak peduli. Ayu bukan wanita super yang bisa menolak godaan hasrat terbesarnya. Ia mendambakan Danial, begitupun dengan Danial yang tidak akan melepas Ayu begitu saja setelah ini.
Danial membimbing Ayu untuk berpindah ke tempat tidur tanpa melepaskan tautan bibirnya dari bibir Ayu. Ia membaringkan Ayu lalu membuka pakaiannya sendiri. Pria itu kembali membuat Ayu mendesah dan mengerang dengan sentuhan seduktifnya di sekujur tubuh Ayu.
Danial memosisikan kedua kakinya di antara kedua kaki Ayu. Kulit tubuhnya yang hangat melekat dengan kulit selembut sutra Ayu. Danial kembali memberikan ciuman panjang, panas, dan sedikit liar pada Ayu, sementara ia berusaha keras menyatukan tubuhnya dengan tubuh Ayu. Danial berharap penyatuan tubuh mereka akan berjalan mulus, namun untuk beberapa saat ia merasa kesulitan untuk menembus pertahanan Ayu. Rasa yang sama yang pernah ia rasakan tujuh tahun lalu.
Dengan geraman liar, Danial terus mendorong hingga kedalaman yang diinginkannya. Ayu menggigit bibir bawahnya menahan perih dan ngilu. Ketidaknyamanan terlihat di wajah Ayu dan Danial bisa merasakan hal itu. Perlahan, Danial mengatur posisi kedalaman, tarikan dan dorongannya, hingga Ayu terlihat nyaman.
Sebuah desahan yang keluar dari mulut Ayu mengisyaratkan bahwa Ayu sudah berada di zona nyaman. Danial kembali menarik dan mendorong miliknya. Intensitas gelombang kenikmatan semakin tinggi dan membentuk sensasi yang kemudian tumpah ruah saat mencapai pelepasan.
Danial menyurukan wajahnya ke leher Ayu lalu berbisik, "Aku mencintaimu."
Rasa sejuk tiba-tiba mengalir ke seluruh tubuh Ayu, betapa tenang dan damai. Ayu mengubur tangannya dalam rambut hitam Danial lalu meremasnya pelan. "Aku mencintaimu, Dan."
Danial masih mengatur napasnya saat dia menarik pelan tubuh Ayu untuk bersandar di pundak lebarnya. Danial mengecup puncak kepala Ayu. "Kita sudah melewati batas norma dan etika, Yu. Aku minta maaf. Seharusnya aku tidak kembali lagi dan membuatmu melakukan ini denganku."
Danial mengeraskan rahang lalu mengerjap. Menyesal? Tentu saja tidak. Tapi, dia merasakan nyeri di hati karena dengan sengaja menarik Ayu kembali ke lembah nista.
Ayu membasahi bibirnya. Ia mendorong tubuhnya menjauh dari Danial lalu menatap mata gelap Danial dengan tatapan was-was. "Kau menyesal melakukannya denganku?"
Danial menarik tengkuk Ayu lalu mengecup bibir merekah wanita itu. "Aku tidak pernah menyesal. Aku jatuh cinta padamu sejak pertama kali aku melihatmu dan tidak akan pernah berubah. Seandainya kau milik orang lain, aku pasti akan merebutmu kembali. Tapi, kau istri papaku."
Ayu mengerti kekhawatiran Danial. Ia segera turun dari tempat tidur lalu meraih pakaiannya dan segera mengenakannya. Di dalam hatinya, wanita itu merasa kecewa. Bukan kecewa pada Danial, tapi kecewa pada dirinya sendiri yang tidak pernah bisa menolak Danial. Kecewa pada hatinya yang selalu terjatuh pada pria itu. Kecewa pada keadaan yang rumit di tengah pertemuannya kembali dengan Danial.
Ayu duduk di tepi tempat tidur. Pandangannya mengarah ke dinding kamar. Pikirannya mulai bercabang-cabang. Semua yang dikatakan Danial memang benar. Dia istri papa Danial. Ayu mengerjap-ngerjapkan mata menahan tangis.
"Dan, kita lupakan saja semua ini. Anggap saja semua tidak pernah terjadi," ucap Ayu pelan.
Danial memeluk Ayu dari belakang. Pelukan hangat pria itu sungguh menenangkan, tapi Ayu terus berusaha untuk tetap sadar dan mulai mengantisipasi. Namun, apa yang bisa Ayu lakukan ketika bibir Danial kembali menyentuh kulit lehernya? Desiran itu menciptakan sensasi menggelenyar ke seluruh tubuhnya. Lagi dan lagi.
"Aku tidak ingin melupakan. Dulu, sekarang, dan nanti aku tidak akan pernah melupakanmu. Semua kenangan dan yang kita lakukan bersama akan selalu tersimpan di dalam hatiku."
Embusan napas hangat Danial membuat sebuah obsesi baru untuk Ayu. Dambaan lain hadir kembali setelah beberapa saat lalu terpuaskan. Liukan gairah kembali menari dan membelit keduanya, menciptakan momen lain yang membuat Ayu dan Danial kembali melayang ke awan kenikmatan.