Bunganya...

782 Kata
Pov Arina Keesokannya aku bangun dari tempat tidur dan langsung membersihkan diriku lalu setelah itu aku menuju meja makan jelek yang ada di rumah ini, di meja makan sudah ada ayah serta ibu yang sepertinya menungguku "pagi," sapaku dengan cuek karena aku masih tidak dapat menerima kalau mulai saat ini aku akan menjalani keseharian yang sangat membosankan.   "Pagi sweety."   "Pagi sayang."   Ayah dan ibu ikut menyapaku sambil tersenyum hangat kepadaku tapi aku tidak membalas senyuman mereka, aku makan dengan tenang hingga aku selesai memakan sarapan pagiku "aku mau tahu lebih jauh tentang pulau ini, jika pulaunya bagus aku akan meminta temanku untuk datang ke sini tapi jika tidak aku akan berdiam diri saja."   "Kau bisa mengelilingi pulau ini sayang akan tetapi kau tidak boleh pergi ke sisi timur pulau ini dan ingat kau harus membawa kompas agar tidak tersesat."   "Memangnya kenapa? Apa yang ada disisi timur pulau ini ayah?" Pasti terdapat sesuatu yang dirahasiakan oleh ayahku jika tidak lalu kenapa ayah mengatakannya dengan sangat serius bahkan terkesan takut pada sesuatu "intinya kau tidak boleh pergi kesana nak."   "Baiklah ayah."   Kulangkahkan kakiku berjalan ke pintu keluar dan betapa terkejutnya aku saat melihat ada sebuah peternakan di samping rumah kami padahal kemarin tidak ada apa-apa di samping rumah lalu kenapa sekarang terdapat peternakan? "Ayah, ibu!"   Ayah beserta ibu berjalan tergopoh-gopoh mendekati aku "ada apa sayang?"   "Apa itu?" Tunjukku pada peternakan itu, orang tuaku saling memandang satu sama lain lalu menjawab ucapanku "itu adalah peternakan kita sayang, peternakan itu adalah penunjang kehidupan kita mulai sekarang."   "Apa? Jadi kalian mau membuat hidupku menderita dengan hanya mewariskan sebuah peternakan kepadaku, ibu dan ayah pasti ingat kalau aku tidak melanjutkan pendidikanku karena kalian dan sekarang penunjang kehidupanku sangat minim," ini tidak dapat diterima lagi, aku tidak mau hidup menderita dikemudian hari bahkan aku akan membuat agar kehidupanku selalu bahagia.   "Sayang kehidupanmu pasti bahagia, kau tidak akan kekurangan apa pun dalam hidupmu jadi kau tenang saja karena kau tidak akan hidup menderita," ucapan ayah sama sekali tidak menjamin kehidupanku, aku butuh bukti bahwa kehidupanku akan berjalan mulus.   "Tidak ayah, aku tidak percaya dengan ucapan ayah karena itu hanya omong kosong belaka dan satu hal yang harus ayah serta ibu tahu bahwa aku tidak mau merawat peternakan kalian sampai kapan pun," saat aku akan pergi ayah menahan tanganku lalu dia berkata "kau harus merawat peternakan ini sayang karena ini adalah satu-satunya peninggalan kami."   Perkataan ayah hanya membuatku semakin penasaran saja, sebenarnya apa yang disembunyikan oleh kedua orang tuaku? Bagaimanapun caranya aku akan mencari tahu rahasia apa yang dirahasiakan oleh orang tuaku.   "Aku tidak peduli ayah dan jangan berucap seakan-akan ayah serta ibu akan mati, umur kalian itu masih panjang jadi jangan menakuti aku dengan mengucapkan hal itu."   Setelah itu aku langsung pergi tanpa menoleh ke belakang dan tentunya aku membawa kompas bersamaku, disaat perjalananku aku memandangi kompas di tanganku "kenapa ayah dan ibu tidak memperbolehkan aku untuk pergi ke sisi timur pulau ini?" Pertanyaan demi pertanyaan terus mendera kepalaku hingga akhirnya aku memutuskan untuk pergi ke arah timur.   Awalnya tidak ada yang aneh sejauh aku memandang tapi beberapa menit kemudian aku melihat seekor kerbau yang sedang bernaung di sebuah pohon besar "hei kerbau, apa kau di sini sendirian?" Salah satu kebiasaanku adalah berbicara dengan hewan, ini memang aneh tapi entah mengapa aku merasa senang saat berbicara dengan hewan.   Kerbau itu menatapku lalu menghampiri diriku, aku sama sekali tidak merasa takut saat kerbau itu sudah berada di depanku karena aku tahu bahwa semua jenis hewan selalu menyukai kedatanganku, kerbau di depanku ini m******t wajahku "iuuuuhhh jangan m******t wajahku kerbau! Wajahku ini sudah aku rawat jadi jangan merusak perawatanku."   Kerbau ini terlihat sedih sebab aku mengucapkan itu "andai saja aku mengerti bahasa hewan."   Kemudian aku memutuskan untuk melanjutkan perjalananku ke arah timur pulau ini tapi perjalananku lagi-lagi terhenti karena aku melihat sebuah bunga yang terlihat aneh, bunga itu memiliki gigi serta tangan yang berwarna hijau, aku mendekati bunga itu hingga aku hanya tinggal sejengkal lagi untuk memegang bunga ini tapi tiba-tiba bunganya memiliki mata merah menyala "aaaaaa."   Langsung saja aku menjauh dari bunga ini tapi sayang bunga ini sudah memegang tanganku dengan tangan hijaunya "mau pergi kemana kau manusia?"   "Tidak lepaskan aku bunga s****n!"   "Hahahahaha aku tidak akan melepaskanmu, aku akan membuatmu menjadi bagian dari tubuhku," oh tidak apa yang harus aku lakukan, tiba-tiba saja bunga ini memiliki mulut lebar dan mulutnya membesar seakan-akan siap menelanku, aku menutup kedua mataku hingga sebuah suara membuat lilitan bunga ini di tubuhku terlepas.   "Lepaskan lilitanmu pada ratuku, jika tidak kau tidak akan pernah melihat dunia ini lagi derosa," suara seorang pria membuatku merinding, suaranya bagaikan suara kegelapan yang akan menemani hidupku, ini sebenarnya pulau apa? Kenapa banyak hal aneh di sini?   "Ampuni hamba yang mulia."  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN