Mengancam Damian

1158 Kata
Indi tersenyum hampa saat mendengar pengakuan Damian tentang siapa perempuan yang selama ini selalu menghubunginya. “Oh! Hubungan kalian sangat dekat pada jamannya. Kenapa jadi mantan?” tanya Indi ingin tahu lebih detail tentang perempuan yang sudah menganggu pikirannya itu. “Karena aku tidak ingin hubungan ini terlalu jauh dan akhirnya mengakibatkan perjodohan yang dilakukan Papa malah jadi batal. Aku nggak mau mengecewakan Papa dan akhirnya aku memutuskan untuk mengganti Cindy dengan sekretaris baru.” “Dan elo yakin, sekretaris baru ini nggak naksir juga ke elo?” tanya Indi kepada Damian. “Nggak mikir jauh ke arah sana. Elo hanya mengganti yang baru dan nggak bisa menghapus perasaan mereka. Yang ada, orang yang jatuh cinta ke elo jadinya ada dua. Sekretaris baru elo sama mantan sekretaris elo!” Indi memutar bola matanya sebab kesal pada keputusan Damian yang memilih untuk mengganti sekretaris hanya karena tidak ingin membatalkan perjodohan yang dilakukan oleh sang papa. “Kalau udah tahu bakalan dijodohin, kenapa harus pacaran, Damian? Aneh, lo! Harusnya nggak usah pacaran sama orang lain kalau emang udah mau dijodohin, Damian. Tuh, lihat! Akhirnya dia jadi gangguin elo terus. Hhhh!" Indi menggerutu sebal. Damian tersenyum tipis. “Karena kamu juga masih pacaran padahal udah tahu akan dijodohkan.” “Gue pacaran karena biar bisa cari alasan untuk menolak perjodohan!” Damian lantas tertawa mendengarnya. “Tapi gagal karena ternyata Rangga selingkuh. Atau mungkin kamu yang jadi selingkuhannya?” Indi melirik malas kepada suaminya itu. “Nggak usah ledek gue, lo!” serunya kesal. Damian kembali terkekeh dengan pelan kemudian mengusapi punggung istrinya itu. “Nggak. Aku nggak meledek kamu. Karena kenyataannya sebenarnya seperti itu.” Indi mengerucutkan bibirnya sembari menatap sinis wajah Damian yang tengah duduk menatapnya dengan manis. "Apa lo, liat gue kayak gitu? Nggak usah senyam-senyum kayak gitu! Aneh, kelihatannya." Damian geleng-geleng kepala pelan lalu menghela napasnya dengan panjang. "Kamu cemburu, karena Cindy hubungi aku terus?" Indi tersenyum jengah sembari membuang muka dari Damian. "Cemburu? Cinta aja sama elo nggak ada. Ngapain gue cemburu. Gue cuma nggak mau bikin bokap gue jantungan. Gak bakalan gue biarin elo hidup nyaman kalau ada sesuatu yang terjadi pada bokap gue!" ancam Indi sembari menatap dingin suaminya itu. Damian terkekeh pelan kemudian menganggukkan kepalanya seraya menatap santai wajah Indi. "Iya, Sayang. Jangan khawatir. Aku tidak akan bermain-main dengan kamu. Aku serius, menikah dengan kamu," ucapnya seraya menatap Indi lekat. Indi hanya menghela napasnya lalu melirik ponsel Damian yang kembali berdering. Damian kemudian menoleh ke arah ponselnya. Ada panggilan dari sekretarisnya—Risa. “Aku angkat telepon dari Risa dulu. Sekretaris baru aku,” ucapnya memberi tahu siapa yang menghubunginya itu. Indi tak menjawab apa pun selain mendehem pelan. Sementara Damian menggeser tombol hijau, menerima panggilan tersebut. “Ya?” ucap Damian singkat. “Maaf mengganggu waktunya, Pak Damian. Ada clien yang kekeuh ingin bertemu dengan Anda. Padahal saya sudah beri tahu beliau kalau Anda sedang di luar negeri, cuti menikah. Tapi, beliau bertanya ada di mana. Dia akan menemui Anda di mana pun.” “Siapa?” tanya Damian ingin tahu. “Pak Arnold. Katanya beliau sudah menghubungi Anda tapi tidak diangkat.” Damian mengerutkan keningnya bingung. Sebab tidak pernah ada clien yang menghubunginya. “Saya tidak pernah menerima panggilan dari siapa pun. Tidak ada satu pun clien yang menghubungi saya karena mereka semua tahu kalau saya sedang cuti menikah. Aneh sekali. Jangan beri tahu saya ada di mana, kamu pun tidak tahu saya ada di mana.” “Baik, Pak. Saya tidak akan memberi tahu beliau. Kalau begitu, silakan lanjutkan lagi bulan madunya, Pak Damian. Selamat bersenang-senang. Saya tidak akan menghubungi Anda lagi sampai pulang kembali ke Indonesia.” “Ya!” ucapnya kemudian menutup panggilan tersebut. Indi melirik suaminya setelah lelaki itu menutup panggilan itu. Matanya kembali menatap ke depan dengan cepat saat Damian menatapnya. Lalu, lelaki itu mengulas senyumnya kala melihat Indi membuang muka karena ia menatapnya. “Risa sudah punya suami. Jangan khawatir akan mengambil aku dari kamu. Makanya aku mengambil dia karena dia sudah punya keluarga. Anaknya sudah dua, dan suaminya juga kerja sebagai manager di salah satu perusahaan. Usianya jauh lebih tua dari aku. Jangan takut dia akan menggodaku.” Damian meyakinkan Indi bila sekretaris yang baru ini tidak akan macam-macam atau menggodanya. Mengambil Damian dari Indi. Semuanya tidak akan pernah terjadi sebab Risa sendiri sudah memiliki suami dan dua orang anak. Indi menghela napas kasar. “Udah punya suami nggak menjamin akan setia. Tapi, bodo lah! Karena kalau elo nggak merespon, semuanya akan baik-baik aja. Tergantung elo responnya gimana,” ucap Indi. Damian menganggukkan kepalanya. “Ya. Tidak akan terjadi apa pun kalau tidak merespon. Aku akan melakukan itu karena aku sudah punya kamu. Untuk apa merespon orang lain, lebih baik merangsang kamu yang jelas-jelas sudah halal disentuh. Kamu takut kehilangan aku?” Indi tertawa mendengarnya. Kemudian berhenti dan menatap datar wajah suaminya itu. “Karena pernikahan bukan untuk dipermainkan, Damian! Tolong, wujudkan keinginan gue. Gue hanya ingin mneikah cukup sekali saja. Nggak mau berkali-kali.” Damian mengangguk lagi sembari menatap sang istri dengan tatapan lembutnya. “Ya. Kalau kamu tidak berani berbuat macam-macam, aku pun tidak akan berbuat yang aneh pada kamu. Semuanya tergantung dari diri kamu.” Indi menghela napasnya lalu menelan saliva dengan pelan. “Gue nggak pernah berjanji untuk bisa mencintai elo dalam waktu dekat. Tapi, gue nggak bisa melakukan apa pun dan nggak bisa merubah kodrat kalau elo adalah suami gue. Gue udah menikah, udah punya suami, udah berumah tangga. “Gue nggak akan melupakan itu, Damian. Hanya saja, untuk menyembuhkan luka di hati gue membutuhkan waktu yang cukup lama. Gue belum siap punya anak karena gue takut anak gue jadi korban broken home kayak gue dulu. Karena nyokap gue nggak cinta sama Papa, akhirnya malah selingkuh. “Gue nggak ada niat kayak gitu. Tapi, namanya takdir, garis nasib nggak ada yang tahu. Gue nggak bisa jamin hubungan kita akan baik-baik saja. Gue hanya berharap elo jadi suami pertama dan terakhir gue, gue bisa cinta sama elo, menerima elo seperti elo menerima gue apa adanya.” Indi menundukkan kepalanya seraya menghela napasnya dengan panjang. “Gue … gue akan belajar manggil aku kamu, Damian. Hilangkan rasa benci dan kesel gue ke elo dari jaman kita masih kuliah dulu.” Damian tersenyum lirih mendengar penuturan Indi. Ia kemudian menganggukkan kepalanya dengan pelan lalu mengusapi sisian wajah Indi dengan lembut. “Aku akan menunggunya. Percayalah, hanya kamu yang aku cinta. Aku ingin kamu jadi istri terakhir aku. Aku sudah bilang pada kamu, silakan menunda kehamilan. Terserah kamu. Aku ikut aturan kamu. Karena yang hamil dan melahirkan adalah kamu. Aku nggak bisa mengatur untuk hal itu. Maafkan aku karena pernah marah saat tahu kamu menjaga kehamilan.” Indi tersenyum tipis sembari menatap Damian dengan tatapan tanpa ada rasa kesal atau benci kepada suaminya itu. “Jangan bikin gue ngadu ke bokap elo ya, Damian! Gue nggak akan main-main kalau elo berani main di belakang gue!” ancam Indi sembari menunjuk wajah sang suami.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN