Pagi tiba, usai air mata yang banyak semalam, nampak Arum sedang duduk di ruang makan dengan aneka hidangan. Ada gurami goreng tepung, saos inggris, juga plecing kangkung dan udang goreng. Semua adalah makanan favorit dari Bagas.
Azzam duduk di depan umminya, diantara meja oval dengan alas kain berwarna biru. Ia merasa bingung melihat penamilan hidangan pagi ini.
Apakah mungkin umminya telah memaafkan abinya?
Apakah mungkin peebuatan abinya bisa diterima oleh nalar?
Azzam bimbang, bila ia berada di ruang makan saat ini, semata-mata demi menyenangkan hati umminya saja, tidak lebih.
"Ayo dimulai makannya, abi dipimpin doa sebelum makan ya. " Suara Arum renyah, seolah tadi malam tak ada masalah.
Azzam heran, sangat heran, terbuat dari apakah hati umminya ?
Lain Azzam lain pula Bagas, ia juga bingung, melihat kemarahan Arum tadi malam ia merasa tidak yakin acara sarapan bersama pagi ini akan tetap ada. Terlebih Arum masih menyuruhnya berdoa, ia bingung bukan kepalang. Jiwa lelakinya meronta, Arum memang wanita yang pemaaf. Arum memang tidak tergantikan. Bagas berjanji usai makan pagi Bagas akan memanggil Arum ke kamar, meminta maaf lalu mengajak Arum bercinta agar hilang semua kemarahan nya. Pikiran m***m milik Bagas masih saja mengembara dari satu tempat ke tempat lainnya. Seolah -olah hidup hanya berputar dari bercinta dan bercinta saja.
Mereka semua makan dengan lahap, dengan pikiran dan bayangan masing-masing. Mereka merasa tidak akan ada masalah lagi setelah hari ini.
Azzam sangat mengenal umminya, wanita baik hati dan pemaaf meski terkadang penampilannya tampak ndeso. Ia tahu umminya pasti tahu bagaimana caranya mengatasi situasi seperti ini.
Rozaq bercanda dengan kakak-kakaknya, nasi di piring Era juga sudah habis. Begitu juga dengan Azzam, Bagas dan Arum.
Era bangkit membersihkan meja makan.
"Kita semua pindah di ruang tamu yuk... " Ajak Arum pada anak-anaknya juga Bagas dan Era.
Meski dengan kebingungan yang luar biasa mereka ikuti saja kemauan Arum.
Semua duduk, semua diam.
"Anak-anak yang baik, ummi minta maaf ya belum bisa jadi ummi yang baik bagi kalian tapi yang pasti ummi bangga punya anak-anak seperti kalian. "
Arum diam menghela nafas panjang kemudian bicara lagi, situasi yang sangat tidak enak terasa di ruangan ini.
"Abi, aku juga mohon maaf tidak bisa jadi istri yang baik bagi abi selama ini. "
"Aku yang minta maaf, Um. Semoga kedepannya keluarga kita akan makin baik. " Ucap Bagas sok baik.
Arum tersenyum tanpa mengAamiinkan kalimat yang diucapkan oleh Bagas.
Arum bangkit mengeluarkan dua tas koper besar. Tas yang ia gunakan saat berangkat umroh dulu.
"Anak-anak, mulai hari ini abi tidak akan tinggal disini. "
Duar!!!! Seperti petir kalimat Arum barusan. Maksudnya apa?
Maunya Arum apa? Tidak ada yang tahu.
"Maksudmu? " Bagas mengucapkan sebuah tanya.
"Ini atm gaji ada uang sekitar lima belas juta disana, sementara bisa abi pakai untuk hidup di luar rumah ini. Untuk bulan depan aku dan anak-anak tidak akan minta nafkah dari gaji abi. Jadi abi tidak usah khawatir. "
"Tidak bisa begitu dong, Um. Ini rumah kita, rumah kita bersama, tidak bisa kamu tiba-tiba mengusirku begitu. " Bagas marah, ia tidak terima diperlakukan begini. Ia merasa sangat malu di depan anak-anaknya.
"Kalau abi tidak mau diperlakukan seperti ini lantas abi mau diperlakukan seperti apa lagi? "
Arum mengucapkan tanya sambil menatap lekat wajah Bagas. Ia meradang, hatinya yang sudah hancur terasa terinjak-injak. Betapa dirinya telah berusaha bijak namun Bagas tetap tidak terima dengan kebijakannya, lalu harus bagaimana lagi?
"Abi boleh tetap tinggal disini dengan satu syarat. "
"Apa syaratnya? "
Semua masih diam, Azzampun tidak bisa bersuara. Ia menghormati ummi juga abinya.
"Aku akan ceritakan semuanya ke kantor. "
"Itu berlebihan !" Teriak Bagas dengan mata melotot.
"Sudahlah... Sebaiknya Abi pergi saja " Jawab Arum tenang.
"Rumah ini atas namaku, tapi aku tidak akan jumawa dengan semuanya, aku akan menempatinya dengan anak-anak. Mereka anak-anak abi, abi pasti ikhlas. " Arum menyunggingkan senyum. Senyum manis namun mengiris.
Arum merasa sudah tidak punya cara lagi selain mengusir Bagas untuk pergi dari rumah mereka. Bagas akan tetap dengan kebiasaannya. Bagas akan kembali melukainya dan Bagas akan jadi contoh yang buruk bagi anak-anaknya kelak.
Bagas akan jadi racun di rumah mereka jika ia tetap dengan kebiasaannya.
Arum berdiri, menarik lengan Bagas, memberikan kunci motor lengkap dengan STNK dan BPKB nya.
Arum sudah hilang kesadaran hingga berkata... "Pergilah, bersenang-senanglah!!! "
Mata anak-anak berkaca-kaca, Rozzaq tampak ternganga, ia tidak menyangka abinya akan diusir oleh sang ummi, ia tidak bisa mendefinisikan keadaan hari ini.
Arum menutup pintu dengan keras, Azzam menghampiri wanita kuat itu kemudian memeluknya, adik-adik Azzam terpaku di tempat duduk mereka.
Masih terdengar suara Azzam meminta agar pintu dibuka.
"Rozzaq.. Tolong abi bukakan pintu, Nak. "
"Rozzaq... "
Arum mengajak buah hatinya masuk rumah. Kejadian ini akan ada dalam ingatan mereka, mungkin akan abadi tapi Arum percaya suatu hari mereka akan mengerti seiring dengan lihainya waktu mendewasakan semuanya.
Lamat-lamat terdengar, suara motor berjalan.
Bagas telah pergi, Bagas benar-benar pergi. Sesak terasa di dadanya namun apa boleh buat, ini adalah cara agar anak-anak tahu bahwa ada hal baik dan ada hal tidak baik yang harus mereka terima dalam hidup.
Arum menunduk, bening itu tetiba mengalir.
Ia terluka.
Langit di atas rumahnya kini mendung, gelap juga hitam. Tak ada lagi keluarga bahagia itu. Luka telah melumuri takdir mereka.